"Lo suka sama Runa?"
Untuk kesekian kalinya kalimat tersebut berputar kembali di kepala Dozi. Mengulang, dan terus mengulang. Berkali-kali Dozi berusaha untuk menyingkirkan, namun rupanya segala kegiatan yang telah dicobanya tak mampu menghapus kalimat itu yang terus saja semakin terbayang.
Riga benar-benar menyiksanya. Dengan kalimat itu, kini Dozi mengacak-acak rambutnya frustasi. Mempertanyakan bagaimana bisa pertanyaan simple itu ia tak mampu untuk menjawabnya, bahkan dengan hanya sekedar kata; Ya/Tidak.
Rellona yang tengah asyik menyantap cemilan di sofa ruangan utama, ia menyadarinya. Gadis itu menyipitkan kedua matanya mencoba mengamati dengan saksama pada tingkah laku Dozi yang terlihat aneh dimatanya.
"Lo kenapa, Zi? ketombean?" Rellona langsung to the point, ia tak bisa menahan rasa penasarannya dalam waktu yang lama.
Sang empu menoleh. Begitu ia melihat perempuan itu, pikirannya justru semakin dipenuhi dengan kalimat yang sebelumnya baru saja menghilang beberapa detik yang lalu.
Bahkan lebih parahnya, kini kalimat itu berubah dengan nada seorang perempuan yang mengatakan, "Lo suka sama gue?" dibumbui oleh wajah Rellona yang begitu kentara di bayangannya.
Dozi sontak langsung membalikan badannya. Ia menggeleng cepat berusaha untuk menyadarkan diri.
Sadar akan tak mendapat respon dari Dozi, Rellona menyunggingkan bibirnya. Ia kemudian mencibir, "Ternyata nggak cuma ketombean, budek juga." nada di akhir kalimatnya terdengar mengejek dengan sengaja.
"Lo bisa diem gak?" Dozi berpura-pura menyibukkan diri dengan komputer di hadapannya. Padahal ia sedari tadi mencoba untuk bersikap seperti biasa saja disaat pikirannya tengah meracau tentang gadis itu.
"Pergi sana, ga ada gunanya juga lo di sini." timpalnya tanpa sedikitpun menoleh kebelakang.
Hati Rellona seketika merasa tersayat oleh sebuah fakta. Ia terdiam seribu bahasa. Meskipun keinginannya untuk menyangkal, tapi dirasa kembali itu adalah sebuah pernyataan yang tidak salah, dan memang seharusnya kalimat itu ditujukan untuk dirinya.
Rellona berdecak sebagai respon pertama. Gadis itu kemudian bangkit, lalu berkata, "Benar kata Riga, lo nggak asik."
Rellona akhirnya melangkahkan kakinya memilih untuk pergi ke ruang sebelah. Ruang pakaian dan makanan. Lebih tepatnya, ia menghampiri Drey dan juga Gena yang sepertinya tengah makan malam dengan santai.
"Lagi— pada makan ya..?" Rellona menyapa kedua lelaki itu dengan ragu. Ia mengigit bibir bawahnya sebab merasa canggung.
Kedua lelaki itu mengangguk secara bersamaan. Mereka mempersilahkan Rellona untuk ikut bergabung dan terduduk bersama di meja pantri.
"Gimana keadaan lo? udah baikan?" Drey membuka pembicaraan. Mengingat kejadian di kolam kemarin, pria itu sedikit merasa khawatir dengan kondisi Rellona yang sejak siang tadi terus saja terdiam lemas. Gadis itu terlihat tak bersemangat dan hanya melamun dengan sesekali memasukkan mulutnya dengan berbagai cemilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Life: Another World [END]
Ficção Científica[ Mystery, Fantasy, Sci-fi, & Adventure ] ❝Jika mimpi dapat membuat sebuah kehidupan yang gila, mengapa dinyatakan mutlak tidak nyata? Darimana bisa terciptanya jikalau bukan kehidupan itu benar adanya?..❞ Mengisahkan tentang beberapa pemuda yang te...