-End-

273 3 0
                                    

"Narra."

Suara berat itu membuat Narra tersentak. Ia menoleh ke belakang ternyata ada sosok lelaki yang sangat familiar di matanya.

"Elandra?" Narra menghapus jejak air matanya.

"Lo masih di sini aja?"

Narra hanya menghembuskan napas beratnya sambil mengusap papan nama bertuliskan Gavino Bramasta.

"Narra, ikhlas ya?"

Yang ditanya hanya menggelengkan kepalanya, "Susah, Ndra."

"Dia yang selama ini ada buat gue, dia yang selalu temenin gue, sekarang udah pergi jauh ninggalin gue." Sambungnya.

Elandra hanya diam menyimak kata-kata yang keluar dari mulut perempuan cantik itu.

"Gak semudah itu buat gue bisa ikhlas atas apa semua yang pernah terjadi. Gavin temen gue, sahabat gue, hati gue, sekarang udah pergi untuk selamanya, Ndra." Narra masih saja mengusap papan nama yang ada di hadapannya itu.

Mata Narra kembali berkaca-kaca, ia teringat kembali masa-masa indah bersama Gavin. Dari pertama kali ia kenal sampai akhirnya saling menyatakan perasaannya, semuanya terekam jelas dalam ingatannya, bagaimana bisa ia semudah itu melupakan kenangan bertahun-tahun bersama kekasihnya itu?

"Narra, lo harus terima akan takdir Tuhan. Lo sayang Gavin tapi Tuhan lebih sayang. Gue percaya, lo pasti bisa terima dan ikhlasin semuanya pelan-pelan." Ucap Elandra.

Narra tak merespon apapun, ia hanya terdiam mendengar ucapan yang keluar dari mulut Elandra. Sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah dirinya bisa? Apakah dirinya mampu untuk menerima dan ikhlas atas apa yang terjadi? Rasanya sangat sulit.

"Andai gue gak izinin dia pulang waktu itu, mungkin gak akan kayak gini kan?" Narra menoleh ke Elandra.

Elandra menggelengkan kepalanya, "Semua udah di catat sama Tuhan, Nar."

Narra menggelengkan kepalanya juga, "Enggak, Ndra. Ini salah gue, harusnya gak izinin dia pulang." Isak Narra kembali terdengar, ia menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

Elandra tidak tega melihat Narra yang sangat terluka ini, ia mencoba menenangkannya dengan mengusap rambutnya lembut.

"Narra, stop salahin diri lo sendiri. Bukan salah lo atas apa yang udah terjadi saat ini."

Tubuh Narra masih bergetar, isakannya masih terdengar, membuat Elandra juga ikut terpukul melihatnya. Mau bagaimanapun juga, yang namanya pernah memiliki rasa, ia masih belum rela sepenuhnya. Namun, melihat Narra seperti ini sakitnya berkali-kali lipat rasanya.

Hari semakin gelap, awan pun berubah menjadi mendung, serta petir pun sudah mulai bergemuruh. Elandra mengajak Narra untuk segera pulang, ia tidak ingin Narra terkena sakit akibat kehujanan. Walaupun sempat menolak, namun akhirnya Narra mengiyakan juga ajakan Elandra untuk pulang.

Di mobil, Narra hanya melamun, matanya sembab, hidungnya masih merah. Elandra berinisiatif mengajaknya untuk ke suatu tempat.

"Lo mau eskrim rasa apa?"

Ya, lelaki berperawakan tinggi itu mengajak Narra ke kedai eskrim gelato. Narra yang ditanyai pun melihat-lihat banyak sekali pilihan eskrim di meja etalase.

"Gue mau matcha."

"Oke."

Setelah memesan eskrim untuk Narra dan dirinya, Elandra mengajak Narra ke salah satu bangku yang ada di pojokan yang letaknya disamping kaca, sehingga mereka bisa melihat langsung pemandangan jalan raya yang tengah di guyur hujan lebat di luar sana.

The Rainy Night || End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang