hari jadi.

131 15 11
                                    

Narra melihat ke arah jam dinding yang ada di kamar Gavin, ternyata sekarang sudah pukul delapan malam. Ya, Narra masih berada di rumah Gavin saat ini, Narra masih saja terduduk di pinggir ranjang memainkan jemarinya, ntah mengapa dirinya merasa gugup sekaligus malu dengan apa yang baru saja terjadi.

Pertama kalinya mereka melakuan hal seperti itu, karena sebelumnya Gavin belum pernah menyentuhnya sama sekali. Paling pernah menyentuh hanya sekedar peluk, rangkul dan genggam tangan tidak pernah seintim tadi.k ya  Membayangkannya kembali saja sudah membuat pipi Narra kembali bersemu, ia masih tidak menyangka.

Narra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka, terlihat Gavin baru saja keluar dari sana. Gavin tersenyum hangat ke arah Narra.

"Hm?" Tanyanya sambil duduk di samping Narra.

Mata Narra melihat ke arah lain, "enggak."

"Serius?"

"Iya." Narra membuang wajah menatap depan.

"Beneran?"

"Hmm,"

"Yakin? hm?" Goda Gavin.

"CK, IYA UDAH DIEMM! AKU LAGI MALU TAU," Narra mengambil bantal yang ada di sebelahnya dan menyembunyikan wajahnya yang tengah bersemu.

Gavin terkekeh melihat tingkah Narra yang terlihat seperti anak kecil, "kenapa malu?" Belum puas Gavin menggoda Narra.

"Itu,"

"Apa?"

"Tadi . ."

"Emang tadi kenapa?" Gavin terus menatap sambil menggoda Narra.

"AH GATAU AH!"

Gavin tertawa kecil melihat tingkah Narra yang tengah salah tingkah di hadapannya saat ini. Gavin menarik tubuh Narra agar tidak menunduk lagi dan berlutut di hadapan Narra. Ia genggam erat kedua tangan Narra, ia tatap hangat juga matanya.

Narra yang di tarik tubuhnya pun kini sudah kembali duduk seperti semula, dilihatnya Gavin yang berlutut di hadapannya dan menggenggam tangannya dengan erat.

"Kenapa?" Tanya wanita yang yang tengah berdebar jantungnya.

Gavin masih terus tersenyum memandangi wajah cantik milik Narra. Ia ulurkan tangannya untuk menyelipkan rambut Narra kesamping telinga lalu ia usap dengan lembut wajah Narra.

"Kamu cantik," Ucapnya masih dengan menatap mata cantik milik Narra.

"Kamu ganteng."

"Kamu lucu." Tangannya yang tadi mengusap wajahnya kini mencubit gemas hidung mancung sang kekasih.

"Kamu ngeselin." Narra membalas dengan mencubit pipi Gavin.

"Kamu punyaku."

"Kamu juga punyaku," balas Narra.

"Yes I'm yours."

Keduanya sama-sama tenggelam dalam rasa suka, rasa sayang, bahkan rasa cintanya masing-masing. Memiliki rasa yang sama dari sepasang sahabat ternyata tidak begitu buruk. Semua berjalan semestinya, tidak ada perpecahan, tidak ada permasalahan, dan semuanya berjalan seadanya.

"Gavin!"

Itu bukan suara Narra, melainkan suara Ayah yang memanggil anaknya dari luar kamar. Ah, rupanya sang ayah sudah pulang setelah beberapa hari keluar kota.

"Itu suara siapa?"

"Ayah."

Gavin bangkit dan membuka pintu kamarnya, di luar kamar ternyata sudah ada sang Ayah yang berdiri dengan tas kerjanya yang masih beliau genggam.

The Rainy Night || End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang