Bab XXXVI : Perjanjian

211 10 1
                                    

Kugigit bibir bawahku, merasa miris atas kenyataan ini. Aku salah mengambil langkah. Keputusannya untuk melepasku tak serta-merta berlaku untuk kami semua. "Mau diapakan mereka?" ucapku bertanya.

"Tentu saja dijadikan budak, seperti manusia-manusia lainnya. Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka."

Dijadikan budak— itu berarti jiwa mereka diperangkap di alam gaib. Seperti Siska?

Maria sendiri pernah berkata, jika seseorang diculik ke alam sana, kondisi fisik mereka akan jatuh hingga ke batas koma. Tak peduli seberapa lama, kesadaran mereka tak akan pernah kembali. Ini menimbulkan dilema, karena biaya perawatan di ruang ICU itu amatlah mahal.Seluruh anggota keluarga tak mungkin sanggup menanggung biaya medis—alat penunjang kehidupan—untuk selamanya. Pada akhirnya, mereka akan dipaksa untuk melakukan Euthanasia.

Dengan kata lain : mati.

Tidak— itu tak boleh terjadi.

Wajahku menggeleng seraya batinku larut dalam pemikiran dalam. Ini situasi serius. Nyawa dua orang itu ada di tanganku. Perhatianku lantas kembali teralih pada Sang Raja, "Bisakah kamu melepaskan mereka?"

Tak ada jawaban. Kali ini aku tak bisa mengambil kesimpulan bahwa 'diam berarti iya'. Tatapan matanya menyelidik tajam seperti sedang menelanjangi. Aku tahu dia sedang menimbang sebuah keputusan.

"Akan kulepas tiga orang itu," ucapnya parau.

Raut kebahagiaan mungkin terpancar jelas di wajahku. Hanya saja, ekspresi itu kembali luntur tak lama setelah telingaku mendengar kelanjutan ucapannya.

"Hanya saja..." ucap Ghawiyah, "sebagai gantinya kamu harus ikut denganku."

Aku nyaris kehabisan kata-kata. Lidahku terasa kelu untuk mengomentarinya. "Kenapa kamu begitu gigih ingin membawaku?"

"Karena aku tertarik padamu. Jadilah selirku."

Anj— Aku nyaris tersedak. Apaan sih? Idih, najis tralala.

Ini tak lucu. Lihat! Bulu kudukku saja sampai merinding. Sulit untuk mengatupkan mulutku atas niatan gilanya.

"Tertarik? Maksudnya apa? Tertarik secara seksual? Kamu gila?" Padahal, melihatnya saja sudah membuatku merinding ketakutan.Bagaimana mungkin aku bisa membayangkan hidup bersama dengannya.

"Aku tak akan memaksamu," ucapnya dipenuhi ketenangan.

Iya— tentu saja. Siapa yang sudi menghabiskan hidup dengan makhluk tak jelas sepertimu. "Kamu itu homo ya?" ucapku dengan nada merendahkan.

"Mungkin kamu tak nyaman melihat wujudku yang sekarang." Jin bernama Ghawiyah itu melakukan sesuatu terhadap tubuhnya. Kulihat ada semacam aura gelap menyelimuti seluruh permukaan badan. Energi pekat bernama hitam itu seakan menjadi tirai penutup untuk sebuah pertunjukan. Aku tak bisa melihat jelas perubahan bentuk yang terjadi. Mataku hanya bisa menangkap penyusutan siluet sebesar 'dinosaurus' menjadi seukuran manusia normal, persis seperti balon yang dikempeskan.

 Mataku hanya bisa menangkap penyusutan siluet sebesar 'dinosaurus' menjadi seukuran manusia normal, persis seperti balon yang dikempeskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku (Bukan) Perempuan..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang