Extra Story : Len dan [Kotak]

310 4 0
                                    

"Len, apa pun yang terjadi. Jangan biarkan semua ini merusak hubungan kita."

Mataku terbelalak. Indera pengelihatanku memindai ke sekeliling. Maria dengan gaun putih terlihat menangis disertai derai air mata. Rambutnya berkibar diembus angin dari sebuah ledakan.

"Leeeen!"

Kakiku jatuh menubruk lantai mengilat. Permukaannya terlihat seperti logam.

Kami berada di perkotaan dengan gedung-gedung menjulang tinggi. Arsitekturnya terasa asing sekali. Tiap bangunan itu terbuat dari logam berwarna emas.

Suara teriakan disertai sumpah serapah terdengar sayup, terselip di antara bunyi dentuman memekakkan telinga.

Di belakang Maria terjadi baku tembak antar dua kubu bersenjata.

Apa yang terjadi? Otakku berusaha mengingat.

Tubuhku tiba-tiba diempas oleh sebuah ledakan. Segalanya sempat terlihat gelap, hingga aku dipaksa sadar kala punggungku tersungkur jatuh menghantam puing bangunan.

Material bangunan jatuh menimpa daratan. Suara jeritan para korban nyaring memenuhi telinga, seakan menyanyi di tengah derau kehancuran.

Proyektil bercahaya terbang berseliweran. Langit angkasa dipenuhi pesawat tempur saling kejar-kejaran.

Maria hadapanku mengabaikan segala kekacauan itu. Dia menggenggam erat kedua tanganku. Matanya tertutup rapat, meracau tak jelas dalam suara nyaris tak terdengar. Keringat dingin menetes dari keningnya, tubuh gadis itu terlihat menggigil dengan napas tak beraturan.

Apa yang terjadi?

"Abaikan keluarga kita, kau kehilangan banyak hal. Begitu pula denganku," lanjutnya lirih. Sorot matanya seakan siap menumpahkan sejuta rasa pedih.

Bicara apa dia?

Tubuhku tak bisa digerakkan. Leher dan punggungku ditopang oleh lengan Maria.

Otakku belum sanggup mencerna situasi yang ada. Mataku menerawang ke sekeliling, menyaksikan pertumpahan darah yang ada.

Jantungku berdegup kian kencang, memompa adrenalin untuk memaksa penginderaan sampai batas maksimal. Luapan informasi yang diproses pikiranku membuatku merasakan sebuah ilusi.

Ilusi berupa waktu yang kiani melambat.

Pikiranku terhenti, menyadari sebuah projektil panas melewati bahu Maria.

Proyektil itu melesat cepat menembus dada kananku.

"Ah..."

Aku tertembak?

Mulutku terbatuk memuntahkan darah. Pikiran serasa kacau, diserbu oleh lonjakan impuls syaraf. Sejuta rasa sakit datang menghunjam kemudian.

Kulihat sorot mata Maria kian terbuka lebar. Ia seperti tak mau memercayai luka yang kualami. Rasanya memang benar-benar menyakitkan. Darah masuk membanjiri paru-paru yang berlubang. Untuk berbicara pun aku sampai tersedak karena cairan itu naik sampai ke tenggorokan.

Maria menggeram marah, lalu berbalik seraya menjerit histeris. Sekilas aku bisa melihat sepasang taring di antara deretan giginya.

Pandanganku kian memburam. Kulihat gadis itu kian menjauh. Tiap langkahnya mencipta pendaran cahaya di permukaan logam tempat berpijak. Lalu dengan satu gerakan telunjuk, dia memanggil raungan alam dalam wujud kilatan petir raksasa.

Dentuman memekakkan telinga menghantam daratan disertai cahaya membutakan mata. Tanah bergetar hebat seperti sedang mengalami gempa.

Awan gelap menggulung di langit, membentuk badai diiringi ratusan sambaran petir menyalak-nyalak.

Aku (Bukan) Perempuan..!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang