"Kita harus pergi." Baruna memberi komando setengah berbisik.
Baru selangkah diambil, Iman malah mengacaukan segalanya. Ia terjatuh terantuk batu akibat melangkah mundur. Suara gedebum pantatnya cukup nyaring hingga membangunkan sang monster.
Raungan itu keras, menggema, menggetarkan sanubari siapa pun yang ada di sana.
Uap kecil tercipta dari dengus napas di hidung. Tubuhnya tegap seraya menebar pandangan mata tak sedap.
Aku gagal menerka makhluk apa yang kini berdiri sepuluh meter di kejauhan sana.
Banteng?
Bukan juga, hanya bagian kepalanya saja yang terlihat seperti banteng. Hanya saja itu bukan banteng, karena hewan itu seharusnya herbivora, tidak memiliki gigi meruncing seperti ikan piranha.
Lalu tubuhnya juga. Aneh, sungguh aneh. Aku bisa melihat otot bidang serta lengan berbalut kulit manusia pada umumnya. Sempat dikira makhluk itu tak lebih dari manusia berkepala banteng.
Seperti Minotaur.
Ya, itu pasti Minotaur.
Tapi makhluk itu adalah legenda dari Yunani. Tak seharusnya dia ada di sini.
Dan dia tidak memiliki kaki berwujud puluhan tentakel berlendir. Batinku berjubah ngeri sekaligus heran, terlebih ketika gerak sang Minotaur terlihat mengesot seperti siput, namun sanggup melesat cepat bak seekor cheetah.
"Apa yang..!"
Tentakel itu ternyata memiliki fungsi lain. Salah satunya adalah melecut cepat bak sebuah cambuk. Bagian penghujungnya sukses menangkap kedua kaki Baruna dalam sekejap mata.
Tak ada yang sempat bereaksi, apalagi menolong tatkala Baruna jatuh hilang keseimbangan. Pria itu diseret tanpa ampun menuju Sang Minotaur.
Lidahku serasa tercekat, untuk menjerit pun aku tak sempat. Jelas sekali aku menyaksikan detik-detik bagaimana Baruna terbunuh.
Palu gada tumpul sukses memecah kepala plotos Baruna seperti tomat terinjak sepatu.
Tubuhnya terkulai lemah, ia meninggal begitu saja.
Apa ini benar-benar terjadi? Sempat kumengira sedang melamun, membayangkan sebuah fantasi.
Namun salah. Ini semua adalah hal nyata.
Semua orang tercengang hingga mematung hilang pikiran.
Jeritan Karin menjadi satu-satunya alarm bagi semua orang untuk kembali menuju realita.
Oke, aku tak boleh berdiam diri.
Maka kurapalkan sebuah mantera kuno hasil pengajaran Lenka. Telunjukku teracung tepat menuju sang monster seperti sedang memerintah sesuatu.
Lalu dari sampingku, melesatlah dua ekor harimau putih muncul dari ketiadaan.
Dua sosok itu bertubrukan di udara, mencipta suara gedebum keras hingga bebatuan jatuh dari langit-langit gua.
Aku belum selesai. Mulutku masih berkomat-kamit merapal mantra lainnya.
Selusin tombak es seketika termaterialisir mengelilingiku.
Lalu tanpa membuang-buang waktu, lenganku mengayun cepat persis seperti seorang picher melempar bola, memerintahkan tombak runcing tadi untuk menghunjam bak misil beterbangan.
Bunyi hantamkan begitu keras terdengar, persis seperti suara truk tronton bertabrakan.
Hening.
Aku berdiri dalam posisi siaga, menunggu hasil dari serangan tadi. Pandanganku masih terhalangi oleh debu-debu yang beterbangan di udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (Bukan) Perempuan..!
أدب المراهقينFuckboy laknat kena karma dikutuk menjadi perempuan.