Suara kecupan sayup terdengar. Sensasi geli datang sebagai salam pembuka. Punggungku menggelinjang kaku menekuk tinggi. Kepalaku menengadah, ditopang oleh leher yang terkejat.
Aku belum paham apa yang terjadi. Tubuhku seakan bergerak sendiri, menjalankan mode autopilot untuk merespons beragam sentuhan dari luar. Desahan kecil tercipta tanpa kusadari. Butuh perjuangan besar untuk mengangkat kelopak mata, seakan ada puluhan kilogram beban yang menggelantung di sana.
Gelap.
Hal pertama yang kulihat adalah langit-langit tinggi terbuat dari susunan besi. Bagian atapnya bolong-bolong nyaris runtuh dimakan karat. Binar mentari menyelinap dari celah-celah kerusakan, menyorot tepat menuju mata membuatku nyaris buta.
Susah payah aku menahan oksigen di udara, tetapi entah kenapa napasku malah tertahan. Desis kecil terdengar keluar dari bibir tiap kali aku melakukan respirasi pernapasan. Bulu roma bergidik tinggi, mengirim impuls dingin menjalar ke seluruh tubuh.
Jantungku serasa berdesir, didera kesal bercampur sakit hati. Aku terlambat menyadari, lenganku sedari tadi malah mencengkeram rambut pria yang sibuk menggerayangi.
Kulit putih pucat terlihat kontras dengan rambut gimbal di kepalanya.Wajahnya terbenam di antara kedua payudaraku. Gigi tongos miliknya terasa meraut kulitku.
Rasa kecewa memenuhi hati. Kenapa tubuh perempuan bisa selemah ini? Syaraf di tubuh mereka begitu sensitif hingga sanggup melumpuhkan akal dan pemikiran.
Teror akan pemerkosaan kembali menohok ulu hati. Napasku semakin tak beraturan. Keringat dingin membanjiri kening seraya batin ini meringis mengharapkan pertolongan. Aku takut sekali. Mereka hendak memerkosaku kembali. Apa aku harus merasakan kembali mimpi buruk di kala itu?
Lambat laun, aku berhasil mengumpulkan kendali diri. Lenganku berubah posisi memegangi pundak pria itu. Kudorong dia sekuat tenaga untuk menghentikan tindak asusila. Sungguh, perempuan itu merupakan makhluk lemah tak berdaya. Segala upaya itu bahkan tak sedikit pun berhasil menggeser posisinya. Hanya suara erangan yang tercipta sebagai bukti dari usaha putus asa.
"Hen..tikan..!"
Tak peduli berulangkali aku meronta, lengan kekar itu mengunci kuat tetap bergeming. Diperbantukan tarikan gravitasi, dia menindihku seraya menyelinap paksa rok SMA yang kukenakan sobek entah sejak kapan.
"Lepaskan Dian, bangsat!"
Wajahku sontak menoleh ke arah suara. Bentakan Siska terdengar nyaring memecah suasana.
Kulihat kondisinya tak sebaik diriku. Kedua lengan gadis itu diikat kuat pada rantai yang memanjang ke atas. Mereka menggantung Siska pada alat yang biasa dipakai untuk memindahkan mesin berat. Kedua telapak kakinya menjinjit berusaha menggapai pijakan.
Seorang pria gendut dengan perut buncit melontarkan tawa kecil seraya mendecapkan lidah. "Lihat si jalang satu ini. Bertingkah sok kuat padahal lemah."
Zoel!
Batinku terpekik melihatnya. Terbukti sudah kecurigaanku sejak tadi siang. Dia memang merencanakan sesuatu.
Dengan jari telunjuk ia mencubit dagu Siska, mengangkatnya hingga pandangan gadis itu mengarah tepat padanya.
Siska tak merespons apa pun selain menyerang lewat tatapan mata. Raut beringas gadis itu memberikan peringatan pada siapa pun agar tak macam-macam dengannya.
"Tipe galak dia, Zoel," ucap Rezu seraya terkekeh. Brewok di wajah dia sama sekali tak mengindikasikan umurnya yang masih muda.
Di tengah sergapan penuh nafsu, aku berusaha mengidentifikasi pria mesum yang sibuk membenamkan wajahnya di dadaku. Dia pasti Arya, pemuda ceking yang juga menjadi korban kekuasaan Siska.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (Bukan) Perempuan..!
Teen FictionFuckboy laknat kena karma dikutuk menjadi perempuan.