Sebelum Junghwan lahir, Haruto dan Jeongwoo merupakan bungsu dalam keluarga Choi. Kedua anak kembar itu selalu dicurahi dengan berbagai perhatian dari kedua orang tuanya dan juga kakak-kakaknya. Meski terasa samar, namun Haruto yakin bahwa ia sangat bahagia menjadi si bungsu menggemaskan bagi kedua orang tuanya dan juga kakak-kakaknya.
Namun, bahagianya hanya berlangsung sementara kala sang ibu dan juga sang ayah dengan bahagia mengumumkan bahwa akan ada sosok mungil di rumah yang menggeser posisi bungsu keluarga dari Haruto dan juga Jeongwoo. Haruto ingat sekali saat itu saudara kembarnya sangatlah bahagia karena sebentar lagi ia akan memiliki sosok adik. Lalu bagaimana dengan Haruto? Saat itu ia sendiri tak dapat mengartikan gelisah yang mendadak merayap dalam hatinya. Tetapi, melihat Jeongwoo bahagia mau tak mau membuatnya pun merasa bahagia.
Hari yang ditunggu pun tiba, si bungsu lahir ke dunia namun semenjak itu ibu tak pernah kembali ke rumah. Awalnya Haruto tak mengerti, mengapa beberapa hari ketika adik bungsunya lahir di sambut dengan tangisan pilu bukannya senyum mengembirakan sama ketika kedua orang tuanya mengumumkan kehadiran si bungsu dalam perut ibu. Tapi perlahan Haruto paham, ibu tak kembali ke Rumah karena wanita yang paling di cintainya itu telah pergi menuju rumah Tuhan yang jauh lebih baik.
Hari berganti dengan hari, bulan berganti dengan bulan pun tahun yang berlalu begitu cepat hingga tak terasa adik bungsunya—Choi Junghwan— sudah berubah menjadi sosok yang sangat mengemaskan yang mampu menyedot semua atensi kakak-kakak di rumah. Memang, kakak-kakaknya memperlakukan antara dirinya dengan Junghwan sama rata. Tapi, tetap saja, sebagai bungsu di Rumah Junghwan mendapatkan perhatian lebih yang tak bisa didapatkan oleh Haruto. Contohnya saja ketika ia mengunjungi rumah kakek dan neneknya di desa. Kakak-kakaknya memanggil Junghwan dengan semangat ketika berada di Sungai dan mengatakan bahwa adik bungsunya itu sangatlah mengemaskan. Sejujurnya untuk sesaat Haruto merasa tak memiliki semangat untuk kembali bermain tapi tentu saja ia menyembunyikan perasaanya itu dengan baik lalu bermain seperti biasa lagi seolah-olah tak ada rasa yang menganggu di hatinya.
Tidak, tidak, Haruto bukannya membenci Junghwan. Bahkan kata benci terlalu kejam menurutnya. Hanya saja terkadang, sangat jarang malah, ia merasa sedikit hmm...bagaimana menjelaskannya yah? Cemburu mungkin kepada adik bungsunya itu. Haruto akui ia memang tidak semenggemaskan adik bungsunya itu, apalagi dengan mata besar adiknya yang selalu menyiratkan kepolosan. Ia juga tak terlalu bisa mengekspresikannya apa yang sebenarnya dirasakannya, tak seperti Junghwan yang begitu ekspresif juga sangat cerah. Rasanya Haruto menjadi kakak yang begitu jahat ketika merasa cemburu pada adik bungsunya itu sendiri.
"Punya adik bungsu itu menyebalkan"
Haruto tertarik dari lamunannya, ia yang semula tengah mencoret asal pada buku gambarnya kini beralih menatap teman-teman sekelasnya yang tengah mengelilingi salah satu meja.
"Iya, aku selalu saja harus mengalah dengan adikku kalau tidak dia akan menangis lalu aku juga yang akan dimarahi oleh bunda" timpal salah satunya sambil bersidekap dada dengan mulut mengerucut sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Treasure
FanfictionJika ada yang bertanya pada Junghwan apa harta paling berharga yang ia miliki. Maka anak dengan pipi gembul itu akan menjawab dengan lantang, "Kakak-kakakku". Karena bagi Junghwan, tak ada harta karun yang lebih berharga di bandingkan keluarganya.