Hyunsuk berjalan lunglai memasuki rumahnya, jam sudah menunjukkan pukul setengah duabelas malam. Semua lampu nampak sudah dimatikan yang menandakan bahwa para penghuni di rumah itu telah jatuh ke alam mimpi. Kaki-kakinya meniti tiap-tiap anak tangga dengan perlahan. Mungkin, Hyunsuk harus kembali mempertimbangkan permintaan Junkyu terkait lift di dalam rumah.Setelah sampai di lantai kedua, tetua dari keluarga Choi itu tak langsung masuk ke dalam kamarnya melainkan ke kamar quarto kurcaci. Sepertinya sudah rutinitas wajib bagi Hyunsuk untuk selalu melihat ke-empat adik bungsunya terlelap dengan nyenyak selelah apapun Hyunsuk. Setelah puas memandangi adik-adiknya, Hyunsuk pun kembali melangkah menuju ke kamarnya. Pria itu langsung menjatuhkan dirinya ke kasur tanpa mau repot-repot menganti baju kantornya dengan piyama. Sungguh, rasanya Hyunsuk benar-benar lelah saat ini.
Kelopak matanya yang telah sayu terlihat mengarah pada foto kedua orangtuanya yang ditaruhnya di atas nakas tepat disamping ranjang tidurnya. Ia lalu memperhatikan sosok sang ayah dengan wajah tegas penuh wibawa, "Ayah, ternyata menjadi kepala keluarga itu berat yah. Sukkie sekarang merasakan beban yang ayah simpan sendirian. Pasti dulu juga ayah kesulitan, apalagi tanpa kehadiran ibu. Maaf karena dulu Sukkie begitu manja pada ayah" gumam Hyunsuk pelan.
Mata Hyunsuk rasanya sudah begitu berat, wajah sang ayah nampak sudah mengabur, "Seandainya ayah ada di sini, saat ini. Seandainya Hyunsuk bisa mengulang waktu, akankah ada yang berubah ayah?" Gumamnya sebelum kegelapan menarik Hyunsuk, membawanya dalam sebuah rasa damai.
—
Sinar mentari yang mengintip malu-malu membuat Hyunsuk merasa terganggu dalam tidurnya. Hyunsuk mengeliat pelan sebelum mendudukan dirinya. Si tertua pun pada akhirnya membuka matanya dan betapa terkejutnya Hyunsuk kala melihat pakaiannya yang telah berubah menjadi piyama, apalagi piyama yang dipakainya merupakan piyama yang sudah dibuangnya.
"Tunggu, siapa yang menganti pakaianku? Kenapa piyama ini bisa muat kembali di badanku?" Tanyanya bingung, Hyunsuk menatap ke arah jam. Ia merasa sedikit terkejut melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul 9 tepat, "Ya ampun, aku terlambat ke kantor" ucapnya panik
Dengan segera Hyunsuk berlari membuka pintunya namun karena tak hati-hati Hyunsuk malah menabrak seseorang dan langsung jatuh terduduk di lantai. Sesekon kemudian suara tangis Junghwan terdengar dilanjutkan suara lainnya yang sungguh sangat Hyunsuk rindukan selama ini, "Ya ampun Hwanie terkejut yah? Sudah, sudah, tidak apa-apa Hwanie kan anak kuat. Sukkie kenapa terburu-buru begitu? Kau sudah sehat nak?"
Saat ini, Hyunsuk merasa dunia seolah berjalan dengan lambat. Ia mendongak patah-patah dengan jantung yang berdebum tak nyaman. Matanya langsung terbelalak kala menemukan sosok sang ayah yang tengah mengendong Junghwan berdiri tepat di hadapannya.
"Sukkie kenapa? Masih pusing karena demam? Sudah tidak usah pergi kuliah dulu kalau begi-"
Belum sempat sang ayah membereskan kalimatnya, Hyunsuk dengan segera memeluk erat tubuh sang ayah. Ia bahkan tak mempedulikan Junghwan yang terhimpit diantara dirinya dengan sang ayah. Hyunsuk menangis tersedu-sedu, sungguh jika ini memang mimpi Hyunsuk mohon pada Tuhan untuk tak pernah membangunkannya kembali. Hyunsuk ingin berada di sini bersama sosok sang ayah yang masih dapat didekapnya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Treasure
FanficJika ada yang bertanya pada Junghwan apa harta paling berharga yang ia miliki. Maka anak dengan pipi gembul itu akan menjawab dengan lantang, "Kakak-kakakku". Karena bagi Junghwan, tak ada harta karun yang lebih berharga di bandingkan keluarganya.