🌟
.
.
.Estelle menatap seseorang yang duduk manis di bawah pohon dengan sengit. Ingin rasanya melepaskan sepatu dan melemparkan pada wajah menyebalkan orang itu.
“Lo emang biang onar ya ternyata? Nggak cukup datang telat masih bikin wakil gue ikutan telat gara-gara nebengin lo doang!”
Estelle menggigit bibir dalamnya kemudian menarik napas panjang. Ia tahan napas itu selama yang ia bisa dan menghembuskannya pelan. Estelle masih ingat ucapan Leon dan Faro agar tidak menanggapi ocehan Xion.
“Oke El, anggap dia anjing yang lagi menggonggong. Biarin asal nggak gigit tangan cantik lo,” ucap Estelle dalam hati.
“Lo bisu? Diajak ngomong itu dijawab! Gue kakak kelas lo! Nggak ada sopan santun banget jadi orang!” bentak Xion.
Estelle kembali mengatur napasnya. Kesabarannya kali ini sudah diujung tanduk.
Sungguh ingin sekali menyalahkan Leon yang tidak membiarkannya mengikuti jejak Elior masuk lewat gerbang belakang. Dan dengan tidak berperasaannya Leon malah menghukum Estelle yang terlambat untuk berdiri di lapangan hingga istirahat.
Double killnya Xion yang diminta mengawasi. Alasannya karena Leon harus menemani Reine mengurus pendaftaran.
“Woi bisu! Sehari aja nggak berulah lo nggak hidup? Dan gue minta lo berhenti nempelin Darrel! Lo bawa pengaruh buruk tau nggak!”
Xion semakin berang saat Estelle masih diam menatap lurus tiang bendera dengan seutas senyum bodoh. Akhirnya Xion maju dan mendorong pundak Estelle hingga gadis itu nyaris limbung.
Estelle mendesis kesal. Ia memejamkan mata mencoba menghitung babi berkepala Xion dalam imajinasinya. Ia harap itu bisa menghilangkan emosi yang ada.
“GUE NGOMONG SAMA LO ESTELLE! JAWAB!” bentak Xion.
“Woi Xion lu ngapain anak orang?”
Estelle menghela lega kala Galen datang dengan sebuah bola sepak di sebelah lengannya. Sepertinya kelas pria itu sedang jam olahraga saat ini. Bagus bagi Estelle karena 12 IPA 3 memiliki banyak mantan anggota OSIS yang seharusnya bisa mengendalikan tingkah menyebalkan Xion.
“Gue cuma ngajak ngomong dia Kak. Tapi dia nggak jawab akhirnya gue teriak,” jawab Xion canggung.
“Lo diajak omong apa emang kok diem aja, El?” tanya Galen.
Estelle lagi-lagi tidak menjawab. Gadis itu hanya menatap Galen dengan senyum lelah dan wajah pasrah.
Galen mengulum bibirnya menahan tawa yang akan keluar. Ia tau Estelle sedang mati-matian menyembunyikan makian untuk Xion saat ini. Ah sepertinya akan seru mengerjai Estelle yang akan meledak.
“El? Kok diem sih? Gue nanya loh. Lo marah sama gue? Gue salah apa?” cerocos Galen dengan wajah ternistakan.
Melihat itu Xion yang tidak tau situasi menjadi besar kepala.
“Kan bener Kak. Dia nggak ada sopan santunnya sama yang lebih tua,” kompor Xion.
Galen semakin senang kala wajah Estelle mulai memerah. Bibir gadis itupun semakin menipis.
“El gue nggak nyangka lo bisa kayak gini. Gue tau gue nggak seganteng Faro makanya lo nggak mau ngomong sama gue,” ujar Galen memelas.
Dalam hati Galen langsung menghitung mundur dari tiga. Tepat pada hitungan ketiga, Estelle berteriak frustasi.
“GUE DOSA APA KETEMU SILUMAN MONYET KAYAK LO BERDUA ARGHHHHHH!”
Di sisi lain, Leon dan Reine yang sudah menyelesaikan proses pendaftaran menatap aneh kearah lapangan. Mereka melihat Galen yang sedang tertawa layaknya orang kesurupan dan Estelle yang sedang beradu mulut dengan Xion.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLE -La dernière lumière pour l'étoile-
Novela Juvenil⚠️Bukan lapak untuk plagiat! ⚠️Terdapat adegan kekerasan dan 17+ di beberapa bab. Yang merasa tidak nyaman silahkan diskip ke bab lain ya sayang! "Yang kamu maksud happy ending itu seperti apa sih? Dan sad ending juga seperti apa? Nggak ada bahagia...