✨️Kunjungan Mantan

36 20 0
                                    

🌟
.
.
.



Tanpa Elior sadari, sedari tadi seseorang terus menatapnya dari lorong depan pintu. Orang tersebut tak bergerak atau bersuara sedikitpun dan hanya menjadi penonton segala tingkah Elior pagi ini. Hingga penutupnya adalah Elior itu yang jatuh tertidur selayaknya robot yang kehabisan baterai.

Orang tersebut menghela lelah sebelum kemudian mendekat pada tempat Elior tergeletak.

“HEH BABI BANGUN!”

Eliro terlonjak kaget bukan main mendengar teriakan itu. Matanya yang masih memerah langsung menatap tajam pada si pelaku yang malah memasang tampang datar tak berdosa.

Elior mengigit bibir dalam mencoba meredam semua emosi yang sudah siap meledak. Ini ketiga kalinya ia gagal tidur dan hal itu sangat menyebalkan.

“Lo mau bolos? Cuma luka segitu doang bolos, cih!” Orang itu berdecih remeh membuat emosi Elior tak lagi dapat di bendung.

Tapi begitu ingin meninju wajah menyebalkan di depannya, Elior malah tersandung pinggiran sofa yang menyebabnya dirinya jatuh dengan sangat tidak aesthetic.

“Ancel bangsat!” desis Elior tajam pada manusia yang masih sibuk tertawa puas tanpa mau membantunya.

...

Ancel masih sibuk bermain dengan Kuwaci dan Kecambah tanpa peduli Elior yang sejak tadi mengumpatinya tanpa henti.

Awalnya Ancel memang dendam dan ingin membunuh dua makhluk kecil yang dulu pernah membuatnya naik pitam itu. Tapi begitu mendekat dan memperhatikan keduanya, ia jadi gemas sendiri. Ancel sekarang paham kenapa dulu Loly tantrum saat ia merebut hamster itu.

“Lo ngapain masih di sini sih!” ketus Elior.

“Bolos lah. Nggak sudi gue duduk sendirian nggak ada yang ngasih contekan.”

Sebuah bantal sofa menghantam kepala Ancel cukup kuat setelahnya.

“Lo pinter ya bangsat! Ngapain nyari contekan!” Elior tak habis pikir dengan sahabatnya itu.

“Gue pinter tapi gue mager. Gue butuh babu yang pinter buat ngasih contekan makanya gue milih duduk sama lo,” jawab Ancel tanpa dosa.

Kepala Elior memberat seketika. Seharusnya tidak perlu berdebat dengan Ancel jika tidak ingin darah tinggi, ia lupa itu.

“Serah, Cel. Gue mau tidur jangan ganggu!”

Tiba-tiba kalimat Ancel membuatnya kembali duduk dengan perasaan dongkol bukan main.

“Hamsternya buat gue ya? Esteh kan udah nggak di sini. Lo juga benci sama dia kan? Daripada si Kuwaci sama Kecambah mati nggak lo urusin atau malah lo mutilasi.”

Elior bangkit dan menyeret Ancel mundur dengan paksa. Membuat Ancel yang tidak siap terjengkang kebelakang.

“Apa sih anjing! Pantat gue sakit!” protes Ancel.

“Pertama, jangan pernah manggil Estelle dengan panggilan es teh atau es teller karena Cuma gue yang boleh manggil gitu. Kedua, itu dua hamster udah pindah pemilik ke gue. Dan ketiga, lo yang bakal gue mutilasi, bukan mereka!”

Ancel mendengus tak percaya. Ia terkeleh geli kemudian. Awalnya hanya tawa kecil tetapi lama kelamaan menjadi ledakan tawa yang berlangsung cukup lama dan cukup mampu membuat Elior diselubungi kabut ilusi hitam.

“MUNAFIK SIALAN!” seru Ancel di tengah tawanya.

Lagi-lagi Elior hanya bisa menahan semua emosi, umpatan dan makiannya di pagi yang ricuh ini sembari membatin,

ELLE  -La dernière lumière pour l'étoile-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang