🌟
.
.
.Reine menatap datar kepergian ketiga orang itu. Kehadirannya bahkan tidak terlihat oleh kakaknya sendiri.
Ia lantas mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.“Tolong urus 2 orang di lokasi yang saya kirim,” ujarnya sambil menatap datar dua sosok yang ditembaknya menggunakan obat bius.
Reine menghembuskan napas kasar. Ia meninggalkan gang itu dengan langkah gontai.
...
Di tempat lain, lebih tepatnya di dalam mobil yang dikemudikan Faro dengan kencang tanggis Estelle terdengar mulai mereda.
Leon duduk di kursi belakang di samping Estelle. Pria itu terus menenangkan Estelle sedari tadi.
“Liora mana yang sakit hmm?” tanya Leon lembut ketika Estelle mulai tenang.
Estelle menggeleng dan menghapus sisa air matanya. Ia kemudian menatap Leon dengan panik.
“KAK! EI MANA?!” pekiknya.
Leon menahan napas mendengar itu. Sial! Dia melupakan adiknya.
“Puter balik si Ei masih di sana!” panik Leon pada Faro.
“Kita ke rumah sakit dulu buat ngecek kondisi Estelle,” tukas Faro tanpa mengubah arah mobilnya.
“Gue nggak ada luka kak. Gu– gue tadi teriak sama nangis gara-gara si Ei nembak Kak Galen sama Xion,” ujar Estelle.
Leon memejamkan matanya dan mengetatkan rahangnya. Kedua tangan pria itu terkepal kuat. Ia menepuk pundak Faro kencang.
“GUE BILANG BALIK KE SANA! ADEK GUE SENDIRIAN, LO DENGER NGGAK!”
Tak hanya Faro yang terkejut, Estelle pun lebih terkejut. Ini pertama kalinya Leon membentak seseorang dengan begitu murka.
...
Sedangkan yang dicari kini tengah menikmati ayam bakar di sebuah warung pinggir jalan. Ia hanya diam tak mempedulikan orang di sampingnya yang masih mengoceh.
“Ei, jangan diem aja. Gue telfonin Sean loh kalau masih diem,” ancam orang itu dengan nada jahil.
Reine menoleh dengan mata berkaca-kaca dan mulut yang masih mengunyah makanan. Ia memukul kepala orang di sampingnya dengan tulang ayam yang cukup besar.
“Anjir rambut gue kotor Reine!” pekik orang itu kesal.
Namun kekesalannya sirna kala melihat kedua mata Reine yang siap menerjutkan genangan air.
“Nggak Kak Sean, Kak Samudra, Kak Leon semua sama aja. Semua jahat ke aku! Aku mau batalin pertunangannya. Aku mau pergi sejauh mungkin dari kalian!” ujar Estelle penuh dendam. Ia lantas bangkit dan menatap tajam orang itu.
“Kak Mario ngeselin! Kak Mario yang bayar makanannya!” setelah itu ia lantas pergi meninggalkan Mario dengan segala umpatan yang pria itu tahan.
“Sabar, Yo. Nanti minta ganti ke abang Sean tersayang. Ei masih bocah sabarin aja. Mario ganteng nggak boleh marah. Lain kali kalau ada Ei tersesat nggak usah dipungut lagi biar aja dimakan biawak,” ujar Mario memberi afirmasi pada dirinya sendiri dengan senyuman pasrah.
...
Hari Sabtu seusai berlatih band, Estelle memutuskan untuk pergi bersama Elior yang juga baru selesai berlatih basket. Mereka menuju sebuah pantai atas keinginan Elior.
Pantai dengan pasir putih itu cukup sepi siang ini. Elior menuntun Estelle menuju tempat yang lebih teduh sambil menikmati makanan dan minuman yang mereka pesan. Mereka memang tidak berniat bermain air karena Estelle membenci basah-basahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLE -La dernière lumière pour l'étoile-
Roman pour Adolescents⚠️Bukan lapak untuk plagiat! ⚠️Terdapat adegan kekerasan dan 17+ di beberapa bab. Yang merasa tidak nyaman silahkan diskip ke bab lain ya sayang! "Yang kamu maksud happy ending itu seperti apa sih? Dan sad ending juga seperti apa? Nggak ada bahagia...