🍀 Bab 20

503 31 3
                                    

Perlahan tapi pasti, kedua netra hitam nan indah milik Yoona mulai menangkap cahaya putih di sekitarnya. Ia mengerjap bebera saat untuk menyesuaikan cahaya yang memasuki netra pengelihatannya.

"Sayang..."

Panggilan yang lembut belum sepenuhnya bisa memanggil perhatian Yoona, ia butuh beberapa saat untuk mencerna situasi di sekitarnya.

"Ssstt" Kemudian di kejutkan dengan rasa kram di area perutnya.

Yoona ingat, ia tadi sempat bekelahi dengan Minji, lalu... Lalu ia terjatuh dan...

Yoona terpelonjak dari pembaringanya, ia terduduk deng wajah yang panik. "Bayiku... Bayinya..."

"Suttsss" Jimin yang senantiasa menemani kini dengan lembut menenangkan Yoona, menuntun istrinya untuk kembali berbaring dan menatapnya dengan rasa lega.

"Jangan banyak bergerak sayang" ujar Jimin dengan suara yang lembut.

Seakan terhipnotis, Yoona langsung menurut bahkan tampak sangat tenang.

"Apa ada yang sakit? Kau kesakitan... Atau..."

"Bayinya, aku..."

Jimin tersenyum, menunjukan cinta dan rasa sayangnya yang begitu besar. "Ada apa dengan bayinya, hm?"

Yoona tidak menjawab, ia justru mengerjap bingung, ia lupa jika Jimin belum tahu tentang kabar kehamilanya.

"Aku..."

"Sayang" suara briton Jimin segera menghentikan Yoona yang hendak berbicara. "Jawab dulu pertanyaanku, apa ada yang sakit? Kau merasa mual? Pusing atau..."

"Tidak, aku...." Yoona terdiam sebentar, tangan kanannya diam-diam merambat menyentuh perutnya yang terasa kram.

"Sakit ya?" Tanya Jimin ketika menyadi raut aneh di wajah sang istri.

"Sedikit" Yoona pada akhirnya mengaku, ia tidak mau hal buruk lainya menimpa anaknya.

"Aku akan panggilakan dokter" kata Jimin sembari hendak menekan tombol di sisi brankar Yoona, tapi Yoona dengan cepat menarik tanganya sampai Jimin kembali menghadap kepadany.

"Kau pasti sudah tahukan?" Tanya Yoona dengan sedikit mendesak. "Katakan padaku, apa dia baik-baik saja? Apa Minji melukainya? Atau..."

Chup

Yoona terbungkam kaku ketika bibir lembut milik Jimin mendarat di bibirnya, pria itu tersenyum, tidak lupa juga selalu menunjukan rasa cintanya kepada Yoona.

"Dia baik-baik saja" kata Jimin sambil mengusap perut Yoona. "Hanya sedikit terkejut karena kau terjatuh tadi" lanjutnya masih dengan tang yang mengus perut istrinya.

Yoona menghembuskan nafas lega, syukurlah tidak terjadi apapun dengan bayinya.

"Syukurlah" gumam Yoona dengan tersenyum lega.

Jimin menyaksikanya, pria itu ikut tersenyum dengan menyembunyikan wajah khawatirnya.

Ia seharusnya tidak meninggalkan Yoona bersama Minji, seharusnya Jimin menjaga Yoona dan anaknya dengan baik.

Kini semuanya telah terjadi, Jimin melakukan kesalahan besar, bahkan juga kembali bersalah karena telah membohongi istrinya.

Anaknya tidak baik-baik saja, dan Jimin harus segera mengambil keputusan sebelum terlambat.

"Sekarang katakan padaku, mengapa tidak beritahu aku lebih awal?"

Marah? Jelas. Jimin kesal dengan Yoona yang tidak menyampaikan kabar kehamilanya lebih awal, tapi... Ia tidak akan menunjukan kekesya dengan cara yg arogan, sebaliknya... Jimin justru memperlakukan Yoona masih sama manis seperti biasanya.

Senyum di wajah Yoona perlahan padam, bahkan bola matanya perlahan mulai berpaling dari Jimin.

"Apa kau masih belum bisa mempercayaiku? Atau karena kau tidak mencintaiku?" Jimin tentu kecewa dan terluka, tapi ia masih berusaha menunukan sisi pembutnya agar Yoona tidak takut untuk menjaw pertanyaanya.

Entah apalun kebenaran yang keluar dari mulut Yoona, Jimin bersumpah akan menerimanya dengan lapang dada.

Gleg

Yoona menelan ludahnya deng kasar. Pada dasarnya Jimin memang bukanlah pria manis dan romatis, dia gal, tegas, dingin dan tidak tersentuh.

Hanya dari nada suaranya saja, Yoona sudah dapat merasakan kemarahan yang berusaha Jimin pendam.

"M-Maaf" cicit Yoona dengan segudang penyesalanya.

Tangan kecil Yoona dengan lembut menggenggam jari tangan Jimin yang cukup besar, hanya muat dua jari Jimin untuk satu genggaman tangan Yoona.

"Aku tidak butuh kata maaf, tapi penjelasan" sungguh, Jimin pikir ia telah menegur istrinya dengan cara yang paling lembut, tapi nyatanya ia tetap menujukan sisinya sebagai pria dingin.

Yoona menunduk, menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bersitatap dengan sang suami.

"Jika aku mengatakannya, apa kau akan menyalahkanku?"

Jimin masih di sana, berdiri di sisi brankar Yoona dengan tangan kanan yang terus mengusap perut yoona, sedangkan tangan kirinya tid jauh-jauh dari wajah manis Yoona yang tampak pucat.

"Tidak, kau terlalu berharga untuk mendapatkan kemarahanku"Jawab Jimin tanpa ragu sedikitpun.

"Eonnie... Dia datang menemuiku sekitar satu bulan yang lalu" ujar Yoona pada akhirnya. "Dia bilang dia menyukaimu, dia menginginkanmu... Dan memintaku untuk menceraikanmu"

Jimin menahan nafas mendengar penutur Yoona, kini amarah di dalam dirinya sudah semakin menguap d mendidih panas. Minji akan menjadi sasaran empuk sebagai pelampiasan Jimin nanti.

Tapi untuk sekarang Jimin harus menahanya, Yoona tidak boleh melihatnya marah atau dia akan ketakutan nanti.

"Aku takut dia benar-benar melakukanya, aku takut kau termakan dengan kata-katanya dan meninggalkan aku" lanjut Yoona dengan nada yang sendu.

"Jika kau tahu tentang kehamilan ku, aku takut kau hanya akan mengambil bayiku dan menjauhkanku darinya. Dan aku tidak mau itu terjadi."

"Tapi... Kau terlihat tidak perduli dengan Minji, kau selalu pulang lebih awal dan menungguku di butik. Aku sadar... Itu hanya pemikiranku saja, aku hanya ketakutan sendiri"

Yoona tersenyum, ia mengusap wajah murka Jimin dengan sangat lembut. Terasa jelas aura berbeda dari Jimin, dan Yoona dengan cepat mengembalikan senyuman di wajah pria itu.

"Kau ternyata sangat mencintaiku, aku tidak pernah meragukanmu" kata Yoona ketika Jimin menunduk dan mengecupi wajahnya.

"Aku berniat mengatakannya setelah kau selesai meeting tadi, tapi... Kajadianya sudah lebih dulu terjadi, aku tid sempat" lanjut Yoona lagi.

Yoona tidak mengerti mengapa suaminya tampak sangat lesu, kini bahk ikut naik ke atas brankar dan berbaring bersamanya.

Jika tidak ada Yoona, maka sudah di stikan Jimin akan mengamuk sejak mendengar nama Minji tadi, tapi kali ini ia harus menahanya.

"Maaf, maafkan aku karena tidak becus menjagamu" lirih Jimin deng wajah yang di sembunyikan di leher Yoona.

Pria itu memeluk tubuh Yoona dengan sangat erat, sampai yoona kesulitan bernafas.

"Ada apa? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?" Yoona enggan menegur Jimin, ia justru membas pelukan pria itu dan memberikan usapan lembut di surai suaminya yang tampak tidak berdaya.

Jimin menggeleng, "aku yg bersalah, aku yg tidak merawat kalian dengan benar, aku yg tidak mengawasimu dengan baik selama ini"

Yoona masih tidak mengerti.

"Maaf, maafkan aku, Aku... Aku... Tidak bisa menjaga kalian, aku membuat kalian dalam masalah besar" seru pria itu dengan rasa frustasi yang luar biasa.

Anaknya tidak mungkin baik-baik saja setelah Minji menghajar Yoona dengan membabi buta. Karena itulah, mau tidak mau Jimin harus merelakanya jika kandungan Yoona tidak kunjung membaik dalam waktu 24 jam kedepan.

Pansy BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang