🍀 Bab 29

274 28 1
                                    

Pernikahan yang bahagia telah mereka jalani, kini waktu yang berlalu tidak akan Jimin sia-siakan sedikitpun.

Hidupnya bersama Yoona adalah yang paling sempurna, paling membahagiakan, paling dan yang terpaling.

Hanya saja... Jimin tetaplah Jimin, pekerjaanya selalu membuat ia terlena dan melupakan kebahagiaannya untuk sesaat.

"Sayang aku berangkat ya" kata pria itu dengan langkah terburu-buru, ia menghampiri sang istri untuk mengecup keningnya sesaat sebelum berangkat.

Yoona yang ketika itu sedang memasak di dapur ingin berucap, tapi sang suami sudah lebih dulu pergi setelah memberikan satu kecupan singkat di keningnya.

"Menyebalkan" suara lirih itu tentu saja dari Yoona.

Sejujurnya Yoona adalah wanita yang sempurna, dia cantik, baik dan memiliki kesabaran yang luas.

Tidak sedikitpun hatinya menyimp dendam untuk keluarganya yang penuh kemunafikan.

Hanya saja... Jimin terlalu berharga dalam hidupnya, ia hanya ingin memiliki pria itu berserta waktunya. Yoona sangat ingin sekali mendapatkan perhatian dari suaminya yang terkadang masih suka bersikap dingin dan acuh.

Entlah, apakah kesabarannya mulai hilang.

Yoona menatap masakan yang ia buat dengan lesu. Mungkin empat atau lima kali dalam satu minggu Jimin melakukan hal seperti ini. Pada akhirnya Yoona akan makan sendirian deng hati yang kesepian.

☃️☃️☃️


"Tuan, Nona sedang menunggu di ruangan" kata asistennya ketika Jimin baru saja menyelesaikan meeting yang panjang.

"Sudah dua jam" lanjut sang asisten lagi ketika Jimin masih terlihat tenang di tempat duduknya.

Tentu saja kalimat itu membuat Jimin melirik jam di pergelangan tangannya, dan benar saja waktu mak siang sudah berlalu sejak dua jam yang lalu.

Pria dengan karisma yg luar biasa itu sontak bangkit dengan sangat terburu-buru, kaki jenjangnya melangkah dengan cepat menuju ruangannya.

"Yoona" panggil Jimin kepada istrinya yang sedang duduk di sofa.

Yoona tentu saja tersenyum, ia tidak oernah menunjukan kekecewaannya.

"Maaf" lirih Jimin sembari menghampiri sang istri. "Aku akan berusaha untuk mengurangi pekerjaanku'' katya lagi, ia lalu mengecup kening Yoona dan duduk di samping istrinya.

"Tidak masalah, aku mengerti. Aku juga sibuk tadi" kata Yoona dengan senyuman manisnya. Sebenarnya ia menyidir, tapi Jimin tidak an pernah peka.

"Kau bekerja?" Tanya Jimin dengan tatapan menelisik. Ia sudah melarang Yoona bekerja sejak lama, hanya saja wanitanya itu selalu keras kepala dan kembali kebutik ketika mendapat kesempatan.

Yoona mengangguk dengan keraguan. "Aku bosan jika hanya diam di apartemen tanpa melakukan apa-apa, kau juga membuang mesin jahitku" keluh Yoona dengan wajah yang cemberut.

Sepertinya bukan makan siang bersama yang akan mereka lakukan, melainkan berdebat.

"Benda itu melukaimu" ujar Jimin dengan sangat lembut. Ia beberapa kali suka menemani Yoona melakukan hobinya tersebut, dan selalu kesal ketika melihat Yoona tidak sengaja melakukai dirinya sendiri dengan jarum ataupun benda-benda berbahaya lainnya.

Karena itulah Jimin lebih memilih membuang alat itu di banding memarahi Yoona yang ceroboh.

"Kau bahkan tidak punya waktu untuk sarapan bersamaku, kau seperti mengurungku di menara yang tinggi" Yoona lelah terus memendam perasaanya, sesekali ia ingin mengatakannya meski sambil menunduk kepala.

"Aku kesepian, tidak bisa melakukan apapun bahkan pergi saja harus di awasi. Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir bertemu Mina sebelum tadi pagi. Kau selalu sibuk bekerja, tidak pernah datang padaku kecuali untuk urusan ranjang." Yoona tidak seberani itu, ia juga sebenarnya takut jika suaminya akan marah setelah ia mengatakan hal ini, tapi sudah terlanjur, jadi sekalian saja.

"Kau seperti.. mempertahankan pernikahan ini hanya untuk kepuasanmu sendiri saja, aku..." Nafas Yoona tercekat ketika tangannya yang mengepal erat tiba-tiba di genggam oleh Jimin.

"Kau sangat sering mengabaikan ku akhir-akhir ini, bahkan masih membawa pekerjaanmu saat kau pulang" lanjut Yoona lagi, kali ini ia mendongak untuk melihat respon dari suaminya.

Tapi apa ini? Suaminya malah tersenyum , ini semakin membuat Yoona kesal saja rasanya.

"Jadi kau kesal, hm?" Katanya sambil mengusap pipi Yoona yang memerah karena kesal.

"Aku kesal, aku juga marah. Mengapa malah tersenyum?" Sungut Yoona dengan wajah yg semakin cemberut.

Itu lucu, tp Jimin tidak mengerti jika Istrinya memang benar-benar sedang marah.

"Kau bahkan membuatku menunggu dua jam untuk makan siang bersama, apa itu lucu menurutmu?"

"Sayang bukan begitu, aku hanya.."

"Kau hanya lupa, kau sedang berusaha, kau buru-buru dan kau juga tidak sempat. Kau dan kau...., kalau begitu lakukan saja semuanya sendiri, tidak usah hidup bersamaku" Tungkas Yoona sembari bangkit dari tempat duduknya.

Jimin tentu saja terkejut, ia tidak mengira istrinya yang begitu penyabar juga bisa meluap kesabarannya, mungkinkah dirinya memang sudah keterlaluan.

Jimin ikut bangkit untuk menahan istrinya. "Sayang.."

"Aku mau pulang, berhenti meminta mereka untuk mengikutiku!" Kalimat terakhir Yoona sebelum akhirnya ia pergi tanpa mau mendengarkan penjelasan suaminya.

Jimin sudah terlalu sering memberikan janji dan penjelasan yang tidak oernah ia tepati, Yoona sudah lelah.

Ini sudah lebih dari dua bulan sejak rumah tangga mereka di ketahui oleh semua orang, tapi Jimin bahkan belum mewujudkan janjinya untuk membawa Yoona berbulan madu di luar negeri.

Hanya pernah liburan ke puncak, dn itupun hanya sebentar karena pekerjaan Jimin yang sudah menumpuk.

Jimin menghela nafas, ia mengusap wajahnya dengan kasar, rasanya dirinya juga frustasi dan bingung dengan keadaan ini.

"Ya tuhan" gumamnya sambil membanting tubuhnya ke atas sofa, ia melirik sekilas kotak bekal yang Yoona bawa, dan berpaling dengan segera ketika mengingat betapa wanitanya itukecewa kepadanya tadi.

Yoona benar, Jimin terlalu sibuk. Ia bukan lagi pria lang yang harus mengurus pekerjaanya dengan gila seperti dulu, sekarang ia telah memiliki istri yang tentu saja juga memerlukan perhatian dan kasih sayangnya.

"Tuan, Nona..."

"Awasi dia diam-diam saja, biarkan dia tenang untuk saat ini"

Pansy BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang