19. gombal

102 27 111
                                    



"Ehhh den Azka, udah lama ga kesini" Sapa seorang laki-laki paruh baya yang berjualan bakso di tepi jalan

"Kangen bakso buatan mamang nih, bikin yah dua porsi" Ucap Azka yang sudah akrab dengan penjual bakso itu, karna memang ini merupakan tempat makan yang dulu pernah menjadi tempat favoritnya

"Siap den, sok-sok atuh daruruduk" Azka mengangguk mengiyakan

Laki-laki itu lantas sedikit berjalan, memilih tempat duduk yang cocok untuknya dengan gadis yang ia bawa saat ini, sejak Azka berjalan gadis itu tak hentinya menundukkan padangan dan berjalan mengikuti arah punggungnya dari belakang

Tak lama Azka pun menemukan tempat duduk yang pas untuk keduanya, lalu laki-laki itu mendudukkan dirinya dan di susul oleh Rania yang ikut duduk didepannya.

Rania mengusap-usap lehernya sambil menatap sekeliling, sesekali tangannya turun mengelus baju seragamnya pada bagian pundak

"Kenapa?" Tanya Azka, saat melihat ekspresi Rania yang seperti tak suka dengan tempat ini

"Ga nyaman?" lanjutnya, Rania menolehkan kepalanya pada Azka, lantas mengangguk mengiyakan

"Mungin karena belum terbiasa kali ya" Rania yang notabenya keturunan orang kaya dengan harta yang tak pernah berkurang, membuatnya selalu merasakan hidup dalam kemewahan, jadi mungkin wajar saja jika ia merasa tidak nyaman berada di tempat ini

Meskipun begitu, ia akan tetap menghargai Azka yang telah mengajaknya makan ditempat seperti ini, Rania juga tidak akan berkomentar pedas tentang tempat makan yang membuatnya tak nyaman ini, ia akan menghargai dan menyesuaikan diri

"Gue bukannya ga punya uang buat ajak lo ke restoran mewah" Azka menjeda ucapannya, menatap sekeliling tempat ini "tapi gue mau ngajarin lo, kalo semuanya ga harus tentang kemewahan"

"Maksudnya?" Rania tidak mengerti

"Lo selama ini selalu hidup dengan kemewahan kan?" Gadis itu mengangguk terpatah-patah "tanpa lo sadari hidup mewah itu gabisa bikin lo bahagia sepenuhnya"

Rania terdiam, apa yang dikatakan Azka itu benar, ia hidup dengan penuh kemewahan dan dari kemewahan itu memang bisa membuatnya bahagia, namun itu hanya ia rasakan sementara. Sekuat apapun Rania menutup mata dan menghindar dari kenyataan menggunakan kemewahan yang ia dapatkan, tetap saja rasa luka itu tidak bisa ia lupakan. Semua kebahagiaannya itu tidak ada, semuanya palsu, bohong.

"Kadang orang beranggapan kalo uang bisa membeli segalanya, tapi gue ga pernah tuh liat ada orang yang beli kasih sayang"

Perkataan Azka itu sangat mendalam bagi Rania, semua ucapannya benar ia tidak penah lagi mendapatkan kasih sayang karena orang tuanya telah menggantinya dengan uang, tapi bukan itu yang Rania butuhkan, ia tetap saja selalu merasa kesepiaan meskipun hidup dalan kemewahan

"Azz?"

"kenapa?"

"Gimana sih rasanya kasih sayang dari orang tua, lo pasti ngedapetin itu kan? gimana? bahagia?"

Memang benar kasih sayang orang tua Azka pada dirinya sangat membahagiakan, tidak pernah ia merasakan kebahagiaan yang sebahagia itu, namun sayangnya semua itu tidak dapat lagi ia rasakan

"Bahagia Ran, bahagia bangett, tapi Allah mentakdirkan gue buat rasain kebahagiaan itu hanya sebentar"

"Jadi--"

"Orang tua gue udah bahagia di surga waktu gue SMP" jelas Azka

Ucapannya sukses membuat Rania terkejut, ia tidak menyangka akan hal itu. Ternyata kebahagiaan yang Azka rasakan, telah di rebut juga oleh Tuhannya, sekejam itukah Tuhan? Rania tau bagaimana rasanya ketika kehilangan seseorang yang paling berarti dalam hidupnya

AZKA BRATADITAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang