23. selalu ada

100 20 75
                                    



"Rania" Panggil Vania yang sedang berjalan hendak menuju kelasnya, bersama dengan Mira dan Melda

Ketiga temannya melihat langkah Rania yang tergesa-gesa, sambil sesekali mengusap matanya "Lo kenapa?" Tanya Melda yang seketika terkejut saat melihat bulir air mata yang lolos jatuh mengenai pipi Rania 

Nihil ucapannya tidak di gubris sama sekali. Gadis itu justru berlari menjauh dari mereka, ketiganya memperhatikan arah langkah Rania dari belakang sambil terus bergelut dengan pikirannya masing-masing, tentang apa yang telah terjadi pada gadis itu

"Rania kemana?" Tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba berada di dekat mereka, dan itu sukses membuyarkan segala lamunannya

"Tadi ke arah sana" jawab Melda, menunjuk jalan lorong yang baru saja di lewati oleh gadis itu

"Sebenernya kalian kenapa--" Azka tidak menjawabnya, laki-laki itu justru dengan cepat berlari menuju lorong yang mengarah pada roof top sekolah

"Busettt, ga Rania ga Azka sama aja maen perginya"

***

Seorang gadis cantik terduduk di atas tembok yang menjadi batas tepian tingginya bangunan sekolah. Kedua kakinya terjuntai ke bawah, kedua tangannya ia letakkan disamping tubuhnya dan pandangannya ke atas, sambil sesekali memejamkan kedua matanya, menikmati semilir angin yang menusuk kulitnya 

Bayangan ketika Azka membentaknya tercetak jelas dalam ingatannya. Tak dapat dipungkiri jika hatinya sangat sakit mendengar segala ucapan laki-laki itu, Rania saja tidak menyangka jika Azka akan semarah itu padanya 

Segala hal yang selalu ia kuatkan, mengapa kalah hanya karena sebuah omongan?

Rania tau, jika semua orang mencap nya sebagai perempuan jahat, tidak punya hati dan selalu membully. Mereka hanya tau sebatas itu, mereka tidak tau saja jika dibalik sifatnya yang seperti itu, selalu ada perasaan iba terhadap orang-orang yang ia buat derita

Memang terkesan jahat, ketika ia ingin meluapkan emosinya dengan membuat orang menderita atas perilakunya. Namun percayalah selalu ada rasa penyesalan di hatinya, setiap ia melakukannya 

Mencoba untuk mengontrol diri, pada setiap rasa emosi, yang membuat tergores nya hati 

percayalah, ia tidak sejahat itu...

Rania menunduk kebawah, tatapannya kosong, kini banyak hal yang menggangu pikirannya. Tak berselang lama, air matanya mulai kembali memendung, menahan rindu dan sakit yang berdatangan secara langsung 

Rania rindu pada orang yang selalu memberikannya kasih sayang. Saat itu hidupnya dipenuhi dengan warna dan banyak kebahagian didalamnya, namun setiap ia mengingat waktu kepergiannya, selalu ada rasa kebencian dihatinya

"Cape, pengen pulang nek" lirihnya menahan dada yang kian lama merasa sesak dan sakit 

"AAAAAAAAAAA" Rania menjerit sekencang-kencangnya, meluapkan segala hal yang ia rasakan, marah, benci, kecewa, dan rindu yang kini bercampur menjadi satu "AAAAAAAAA"

Dari belakang punggung Rania, terdapat seorang laki-laki yang tengah memperhatikan, entah sejak kapan Azka berada di sana 

"Teriak lagi, gue mau denger" Ucap Azka yang kini berada disampingnya, namun tidak ikut duduk di atasnya

Pandangan Rania perlahan ke samping, namun itu hanya sekilas, gadis itu kembali meluruskan tatapannya "ngapain lo kesini?"

"Mau liat lo nangis" Azka menyampingkan kepalanya menatap Rania "Lucu" lanjutnya menunduk sambil terkekeh geli 

AZKA BRATADITAMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang