rumah tanpa cinta

43 19 3
                                    

POV awarul
Siang ini aku di kelas olahraga, tetapi aku sangat malas untuk mengikuti pelatihan atau pelajaran pjok. Kerena pastinya lapangan itu sangat panas. Aku berniat untuk pergi ke laboratorium sekolah.

Saat aku melewati halaman belakang sekolah, mataku terpaku pada sosok yang sedang berdiri di bawah pohon. Dan, itu orang yang tidak masuk kelas hari ini. Hapipah!.

Saat aku fokus melihat Kaka kedua ku, mataku terbelalak saat melihatnya terjatuh dan hidungnya berdarah! Dia mimisan! Dengan segera aku berlari kearahnya.

"Eteh! Eteh gak apa-apa? Kenapa eteh nggak masuk kelas, bagaimana jika eteh kenapa-napa!?" Tanyaku dengan gemetar saat hendak memapah lengannya.

"Eteh nggak apa-apa, berhentilah mengawasi eteh, menyebalkan..!" Katanya sambil mencoba berdiri.

Aku mendengus kesal dan ya aku langsung memapahnya ke UKS. Aku takut nanti yang menolongnya anggota OSIS / petugas UKS . Dengan kuat aku menendang pintu hingga terbuka lebar, lalu aku mendudukkan Hapipah di sofa UKS..

POV end

Hapipah memperhatikan bagaimana adiknya mondar-mandir Mencari tisu dan kain. Senyum tipis di bibirnya melihat awarul kesana-kemari mencemaskan dirinya. Tak lama kemudian dia membawa beberapa tisu dan kain basah.

"Eteh! Tadi kenapa keluar? Lagipula cuacanya panas seperti ini? Lihat, kau mimisan kan! Sudah ku bilang jangan keluar kelas!", awarul mencoba terlihat tegas di wajahnya untuk menasehati Hapipah, tapi Hapipah bisa merasakan kekhawatiran darinya di balik wajahnya yang seperti anak singa.

"Iya maaf. Eteh bosen di kelas Mulu, pingin hirup udara segar..." Ucap Hapipah sambil mengelap hidungnya menggunakan tisu karna mimisan.

"Mau Arul patahin kaki eteh biar gak keluar lagi!? Arul gak izinin eteh keluar saat cuaca panas begini! Bagaimana kalau eteh pingsan? Atau yang lebih buruk, penyakit eteh kambuh, Arul gak mau kehilangan eteh!!". Ucap awarul sambil membantu mengelap darah dari hidung Hapipah.

Hapipah hanya terdiam. Dia kemudian mencubit pipi adiknya yang gembul karna cemberut.

"Kamu lucu tau ga kalau marah kayak gini... Hahah mungkin eteh bakal kangen kecerewetan mu ini", ucap Hapipah dengan senyum tipis.

"Tentu saja, aku tuh titisan pangeran ke 7 orang tertampan, Arul juga kayak gini cuma ke eteh! Jangan anggap kalau Arul cerewet!". Ucap awarul sambil membenarkan rambutnya dan membuang tisu yang berdarah itu ke lantai.

Tak lama kemudian, tangan awarul memeluk pinggang kakaknya itu. Kepalanya berada di pundaknya Hapipah.

"Eteh...Arul gak bisa membayangkan kalau eteh benar-benar pergi nanti... Eteh Haris kuat ya? Supaya bisa operasi nanti? Pokoknya eteh nggak boleh sedih berlarut-larut, karna ada Arul di sini… oke?"

Hapipah tertegun mendengar ucapan adiknya. Baru kali ini dia mendengat adiknya mengatakan perasaannya. Tapi Hapipah tidak mau menunjukan bahwa dia inggin menangis.

"Iya eteh usahakan untuk bisa bersama Arul terus. Tenang ya? Eteh nggak bakal sedih lama-lama".

"Sedih kenapa!?"

Ucap seseorang di balik pintu. Membuat Dua manusia itu membelalakkan matanya.

Kira-kira siapa itu??....

Maaf Chapter 5 ini pendek karna author punya pekerjaan lain
Author agak sedikit sibuk. Jadi... Segini dulu aja oke.
Jangan lupa vote dan tinggalkan jejak berupa komen yah..
(⁠◍⁠•⁠ᴗ⁠•⁠◍⁠)⁠❤

RUMAH TANPA RAMAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang