Jam 11.23Di rumah yang sekarang terasa sunyi ini. Tinggallah Repan, Hapipah, Awarul, dan Naira. Iskandar dan Rifansyah yang hilang entah kemana walau tak dalam waktu yang bersamaan dengan hilangnya Nicholas, membuat kakak-kakaknya khawatir.
"Udah Abang, jangan mondar-mandir. Cape aku liatnya" kesal Hapipah dan langsung menarik tangan Repan agar berhenti berjalan kesana-kemari.
"Abang cemas dek...Abang takut terjadi apa-apa..." Kata Repan gemetar lalu duduk di sofa.
Sedangkan awarul tertidur di pundak sebelah kiri Hapipah, kemudian Hapipah menarik kepala Repan perlahan agar bersandar di pundak sebelah kanannya.
"Ini udah malam, tidur sana" kata Hapipah menyuruh Repan untuk istirahat.
Repan hanya mengiyakannya dan mulai menggendong awarul ke pundaknya, lalu membawa sang adik kecil ke kamarnya di lantai dua.
Hapipah beranjak dari sofa lalu membuntuti Repan ke lantai dua untuk menuju ke kamarnya. Setelah berada di depan pintu kamarnya, dia memutar knop pintu perlahan dan mulai masuk.
Tampak kamar yang rapih bernuansa pink dengan satu kasur di sudut kanan dan meja di dekatnya, tapi bukannya merebahkan dirinya. Dia lebih memilih pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya.
Hapipah memandangi pantulan dirinya di cermin wastafel dengan suara-suara yang menggangu dari dalam pikirannya.
"Kenapa kau melakukan itu dasar anak bajingan!!"
"Bunda...hiks...bunda..."
"Pergi kau kakak pembunuh!!! Harusnya aku tidak punya kakak pembunuh sepertimu!!!"
"Hiks...bunda...!!"
"Kau tak pantas menjadi kakak!!"
Semua kata-kata dari masa lalu mulai berputar kembali di benak Hapipah. Tak sadar, air mata lolos dari pelupuk matanya. Tangannya mencengkeram pinggir wastafel.
"Payah!! Hapipah bodoh!! Kenapa kau mau di lahirkan di dunia!? KENAPA!!!!" Maki Hapipah kepada dirinya sendiri. Dia tak menyalahkan keadaan, tetapi kepada dirinya sendiri. Jika dulu semua orang tidak salah paham, mungkin dia bisa bahagia dan bebas seperti saudaranya yang lain.
Setelah beberapa menit di dalam kamar mandi, akhirnya Hapipah keluar dengan wajah basah. Sengaja dia membasahi wajahnya agar tidak terlihat seperti habis menangis.
Hapipah meraih topi merah muda Dan masker putih di gantungan belakang pintu kamarnya, lalu dia pakai. Hapipah mengunci pintu kamarnya dari luar, dan turun ke lantai bawah.
Dia mendekati pintu utama yang menghubungkan langsung ke halaman rumahnya, suara engsel pintu yang sudah lama terdengar.
Tak lama setelah pintu itu terbuka, terlihat kedua manusia yang membuat Repan khawatir, mereka berjalan mendekat dari kegelapan jalanan dengan membawa beberapa buku yang entah dapat dari mana.
"Kalian dari mana? Kenapa baru pulang?" Tanya Hapipah dengan suara pelan.
"Bukan urusan Lo! Gak usah urusin hidup gue!" Bentak Iskandar nyolot kemudian memasuki rumah dengan cepat tanpa mengatakan sang kakak.
"Maaf kak, kak Iskandar sedang kesal. Maafkan dia, toko bukunya ramai. Jadi kami lama hehe" kata Rifansyah cengengesan.
Tingkah Rifansyah sangat aneh, biasanya dia acuh tak acuh saat Hapipah bertanya. Tetapi sekarang dia malah cengengesan?
"Yaudah masuk, ini udah larut" pinta Hapipah kepada Rifansyah yang masih berdiri di depan pintu dengan kikuk. Dengan segera sang empu yang di suruh pun masuk dan berjalan ke lantai 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH TANPA RAMAH
Novela JuvenilKalian masih beruntung memiliki rumah.. Bagaimana dengan aku?.. Aku di asingkan hanya karna kesalahpahaman.. Aku juga punya rumah, tapi tanpa ramah.. Dan, tanpa warna.. Semua kelabu.. Start: 15 April End: idk :v