ayah, bukan maaf yang ku minta. tapi, peluk yang ku lupa

17 6 0
                                    

Setelah melewati interogasi panjang dari petugas stasiun yang berulangkali menggaruk kepalanya. Hapipah dan Awarul di perbolehkan untuk pergi.

Tak lupa koper abu Hapipah di kembalikan oleh salah satu petugas yang mengambilnya.

"Eteh!! Hiks... akhirnya Arul menemukan Eteh...!!! Hiks..Arul kangen!! Ini nggak mimpi kan? Hiks..." Setelah pintu ruang mereka di interogasi tertutup. Awarul langsung memeluk Hapipah, enggan melepaskan kakaknya.

"Enggak Arul, ini bukan mimpi kok..." Balas Hapipah dengan suara lembut seperti biasa, dengan senyum simpul yang menghiasi wajah cantiknya. Tangan Hapipah memeluk awarul menggunakan satu tangan, dan tangan yang lain memegang koper abu.

Kini, tangannya berpidah. Menghapus bulir bening yang terus keluar menjadi sungai.
__________________
POV Awarul

Setelah melepas rindu dengan Eteh, akhirnya Eteh mengajakku pergi dari stasiun. Melihat kembali hiruk-pikuk perkotaan, menyusuri jalan setapak, lalu di perlihatkan satu rumah dengan penampilan kumuh. Dinding-dinding retak, pelataran kotor oleh daun yang gugur dari pohon yang tak terlalu besar di area rumah itu.

Eteh mengajakku masuk, tangan kanannya memegang tanganku, sedangkan tangan kiri di gunakan untuk menarik koper abu.

Setelah di perhatikan, rumah itu tak memiliki ruangan lain. Hanya ruang tengah yang terhubung dengan pintu.

Eteh tidak baik-baik saja, memar membiru yang agak bengkak di tangan kirinya, di tambah helaan napas yang memprihatinkan. Apakah itu bekas pukulan dari ayah? Atau luka baru? Aku tak tahu.

Dia mendekati satu sisi ruangan itu, mengambil tas kecil dan mengeluarkan isinya.

"Maaf ya Arul? Eteh nggak bisa kasih makanan yang layak. Eteh sering gagal dalam pekerjaan. Jadi, yaa, eteh makan seadanya, dengan roti ini."

Apa!? Eteh hanya memakan roti? Akhhhh!!! Aku merasa bersalah karena tidak mencarinya lebih awal.

Kulihat dia membuka bungkus roti itu. Lalu tersenyum, tapi... kali ini Eteh tersenyum paksa, pahit. Lalu menyodorkan roti itu padaku. 

"Makan Arul, Eteh udah kenyang. Eteh nggak mau adik kecil Eteh kelaparan..."

Mataku menahan bulir bening yang memanas sejak tadi, bibir bergetar, dan gigi yang mengeras. Dia memaksaku makan, sedangkan dirinya juga kelaparan? Kakak macam apa itu?

"Eteh makan, Arul juga makan." Aku mencoba membuatnya makan terlebih dahulu, tapi. Aku mendapatkan gelengan samar sebagai jawaban.

Aku ulurkan roti itu ke bibirnya, memaksa untuk dia mengunyah nya. Aku menatap kesal ke arahnya saat ini, ketika dia hendak menolak foto tersebut.Tapi, lama-kelamaan akhirnya Eteh memasukan sedikit roti itu ke mulutnya.

"Ya tuhan! Kenapa kau memberikan ujian yang berlarut-larut? Tidakkah kau mengasihani jiwa yang terluka ini? Pundaknya sudah terlalu lelah, kakinya sudah terlalu letih. Kenapa kau sangat membencinya? Hapipah sangat kuat, hanya kau yang tak adil."

POV end

Hapipah tersenyum tipis melihat Awarul yang begitu peduli padanya. Rasa bersalah semakin menggerogoti pikirannya, karena tidak bisa menjadi seorang kakak yang berguna.

"Maaf Arul. Seharusnya Arul tidak mempunyai kakak seperti Eteh."

Lirih, hanya itu yang terdengar. Awarul menangkap suara Hapipah lalu menggeleng.

"Enggak, Arul sangat bersyukur punya Eteh. Eteh jangan bilang gitu ya?" Kini mereka berdua melihat satu sama lain, tak ada kata. Sebelum Hapipah beranjak ke arah koper abu yang di tinggalkan di dekat tas kecil yang berisi roti. Mengeluarkan satu selimut. Bukankan, itu selimut kesayangannya?

"Arul tidur aja ya? Pakai selimut Eteh untuk alasnya." Hapipah memberikan selimutnya pada Awarul yang sedang mengunyah potongan roti terakhir.

Awarul menggelar selimutnya, lalu mulai terpejam dengan tas kecil yang sang empu bawa, menjadi alas kepala.

Namun, matanya kembali melihat Hapipah. Sang empu duduk di lantai, bersendir pada tembok dengan tangan yang memeluk lutut.

"Apakah Eteh selalu tidur seperti itu? Kalau benar, hukum saja aku tuhan! Seharusnya Eteh bisa merasakan hidup layak seperti yang lainnya."

Awarul beranjak, mendekati Hapipah, lalu berbagi selimut sebelum Awarul tertidur dalam posisi yang sama seperti Hapipah.








Haiiii para reader's!!!! 🙋. Gimana harinya? Bad or good? Semoga good ya. Tapi, bagi yang bad, kenapa harinya? Coba cerita. Nanti di balas ko, mwehehehe...

Btw RTR udah mulai mencapai end, kira-kira 6-chap lagi lah (navernoi).

Mwehehehe...

Oke langsung on the points jangan lupa tinggalkan jejak berupa komen, vote, dan jangan jadi siders 😤 dis lek.

Jangan lupa bahagia dan, papayy!!

RUMAH TANPA RAMAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang