sudahlah, rumahnya tak bisa ramah...

12 5 0
                                    

Mentari menampakkan sinarnya, di antara kicau burung sebagai alunan merdu untuk telinga. Awarul sibuk merentangkan otot-otot tubuhnya sambil sesekali melihat Hapipah yang sedang melipat kembali selimutnya.

"Arul, Arul di rumah aja ya? Eteh mau keluar sebentar," atensi lawan bicaranya teralihkan, menggeleng samar sebelum beranjak untuk menemani.

"Arul ikut, Eteh!!" Suara cempreng Awarul bagaikan sesuatu yang menggelitik, membuat Hapipah tertawa kecil. Sang empu menyetujuinya.
__________________
Perkotaan. Tempat dimana semuanya terdapat. Baiknya manusia, sampai jahatnya manusia. Baik seperti tukang kebab di seberang jalan yang dengan senang hati memberikan kebabnya untuk anak pengemis, atau jahat seperti para anak geng yang mengambil paksa uang pengemis.

"Eteh, bunga matahari itu indah ya? Cantik..." Langkah Hapipah terhenti, melihat ke arah toko bunga yang membuat atensi adiknya goyah.

"Iya, cantik. Bunganya bersinar, kayak kamu. Walaupun Eteh sukanya bunga Peony sih, hehe..." Hapipah tertawa sebagai penutup ucapannya.

"Arul tunggu disini, ya?" Tanpa menyetujui pendapat lawan bicaranya, Hapipah langsung melenggang melewati zebra cross, dia inggin ke sebrang jalan. Tentu, Awarul dibuat kebingungan oleh Hapipah saat ini.

Terlihat, Hapipah memasuki toko bunga yang yang membuat Awarul hilang fokus.

1 menit...

2 menit...
Hapipah belum keluar dari toko itu.

3 menit...
Pengunjung baru memasuki toko itu.

4 menit...
Akhirnya Hapipah keluar dari toko itu, tunggu. Tangannya memegang sebuah buket yang di isi oleh 5 tangkai bunga matahari!? Untuk siapa!?

Hapipah kembali menyebrang, mendekati Awarul yang masih berdiri menunggu nya. Namun, langsung di sambut oleh partanyaan yang menggeliat di pikiran adiknya itu.

"Eteh... itu untuk siapa?" Awarul kebingungan? Tentu!

"Untuk kamu, Awarul..." Canggung, benar-benar canggung. Awarul diam untuk beberapa saat dengan wajah memerah bak lobster rebus yang masih panas dengan uap yang menggebu.

"Terimakasih, Eteh..." Begitulah ucap sang empu, sebelum menyembunyikan wajahnya yang memerah pada karangan bunga yang Hapipah berikan sebelumnya.

RUMAH TANPA RAMAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang