rumah kedua

10 6 0
                                    

Mentari mulai masuk melalui jendela yang hanya di tutup oleh gorden tipis, menyinari meja makan yang hanya di tempati oleh Gilang, Iskandar, Rifansyah, Repan dan Awarul. Naira dan Nicholas berada di kamar. Setelah kepergian Hapipah dari rumah, Naira dan Nicholas sedikit tak suka pada sang ayah. Oh, astaga. Bahkan anak yang lugu sekalipun bisa menjadi tidak suka pada sikap Gilang?

Yang ada di meja makan, menghabiskan makanan tanpa berbincang. Biasanya ramai karena ocehan Nicholas dan Naira, namun pagi ini menjadi berbeda secara signifikan.

Setelah semua selesai dengan kegiatan paginya, mereka serempak keluar dari rumah untuk menuntut ilmu di SMPN Mega pelita. Namun, kali ini berbeda. Iskandar dan Rifansyah menaiki motor yahh konon katanya kebanggaan Iskandar, sedangkan Repan dan Awarul Menaiki mobil seperti biasanya. Naira? Dia merengek untuk meminta menemani Nicholas, lagipula dia sedikit demam.

Setelah sampai di sekolah. Repan dan Awarul samasekali tak menemukan keberadaan Hapipah di sekolah. Padahal Repan sudah menyiapkan makanan yang Hapipah sukai. Nasi goreng.

"Arul yakin, Hapipah sekolah? Abang lihat tidak ada tanda-tanda dia di sini." Repan berkata pelan sehabis memeriksa kelas Hapipah, bangkunya kosong tak berpenghuni.

"Arul juga enggak yakin Bang. Eteh mungkin terlambat, mana mungkin Eteh bolos kan?" Awarul mencoba menenangkan sang sulung yang saat ini terlihat begitu khawatir.

Akhirnya mereka berpisah, dan menuju ke kelas masing-masing.

Awarul POV:

Aku berjalan ke lorong IPA¹. Aku ber-do'a agar bisa melihat sosok yang ku rindukan pagi ini. Tetapi aku di hancurkan oleh harapanku sendiri, dia tak datang pagi ini.

Akhirnya aku masuk ke kelas, dan duduk di bangku milikku. Kulihat para siswa-siswi mulai pindah lorong tempat duduk. Aku sendirian di lorong paling kiri dekat jendela.

Kelas terasa bising. Mula dari para siswa yang melempar gulungan kertas dari meja ke meja, siswi yang mulai menggosip tentang boyband Korea yang sedang naik daun, dan ada juga yang memilih untuk tidur. Sangat bising, tapi aku merasa sepi.

Tanganku terulur mengambil handphone di saku celana, menekan aplikasi hijau yang tertera, dan mengetik beberapa pesan pada orang yang membuatku cemas.

Akhirnya aku bernapas lega mengetahui keadaannya saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akhirnya aku bernapas lega mengetahui keadaannya saat ini.

Tak berselang lama, seorang guru memasuki ruang kelas dengan wajah berseri-seri. Entah apa yang terjadi. Kulihat ada anak perempuan mengenakkan seragam SMPN Mega pelita terpakai rapi di tubuhnya. Oh astaga, ternyata guru tadi hanya pencitraan.

POV end

"Pagi anak-anak yang Ibu sayangi, kali ini kita kedatangan murid baru. Asalnya dari luar negeri loh. Silahkan perkenalkan namamu nak" tutur guru agama tersebut—Bu salsa namanya— dan, apa-apaan dengan kalimat 'anak-anak yang Ibu sayangi'? Padahal dirinya suka memberikan tugas yang tak manusiawi.

Sang empu yang di panggil pun melangkah maju, gadis dengan gaya rambut ekor kuda dengan jepitan bunga aster di sebelah kirinya. Oh astaga, dia sangat cantik.

"Hi friends. My name is Aleta. I moved from Singapore. Nice to meet you all, I hope we can be good friends!" Oh astaga, dia Aleta! Bagaimana mungkin aku tak mengenalinya.

"Halo maniez, mau jadi pacar Abang~?"

"G" tolakan dengan suara dingin itu serasa langsung menembus kedalam hati mungil buaya tersebut.

"Eh, Aleta. Sama aku aja yuk?"

"Wahai bidadari, engkau di turunkan Tuhan dari khayangan untukku..."

Begitulah sedikit contoh gombalan dari kandang buaya di IPS¹. Tetapi manik Aleta tertuju pada pria yang duduk sendiri di pojok kiri kelas. Ya, itu Awarul.

"Buk, saya mau duduk su samping dia aja. Boleh Buk?" Tanya Aleta dengan sopan, sedangkan sang guru hanya mengangguk tanda setuju dengan mata yang sibuk melihat daftar hadir siswa/i.

Akhirnya dengan hati yang berbunga-bunga, Aleta duduk di bangku depan Awarul. Sedangkan sang empu terkejut melihat Aleta memilih duduk di depannya.

"A-aleta? K-kamu pindah ke sini? Kenapa aku nggak tau ya?" Tanya Awarul gugup, jelas dia menyukai Aleta!

"O-oh...aku juga tidak tahu. Abang ku mendaftarkan ku ke sini...hehe" Aleta menjawab gugup dengan kekehan kecil. Mereka bertatapan dan berdiam cukup lama, situasi canggung!!
__________________
"Kak, sekarang sudah jam setengah sembilan loh. Kita telat nanti!" Rifansyah mendumel, sedangkan lawan bicaranya tak memperhatikan dan lebih memilih melanjutkan menghisap rokoknya di tepi jalan yang tak terlalu ramai.

Iskandar berniat membolos, tetapi dia tidak bisa karena membawa Rifansyah. Dia lupa kalau sebenarnya Rifansyah lah yang bersamanya dan bukan Nicholas, tentu saja Rifansyah sangat rewel karena memang bukan kebiasaannya membolos di pinggir jalan.

"Lo berisik Rif, Gue mah ngisep rokok biar tenang. Lo mau Gue lempar ke tengah jalan supaya di lindes mobil gandeng!?" Muak Iskandar sebelum asap rokok keluar membantuk huruf, O.

"Besok aku ikut aja sama Bang Repan, enggak mau lagu ikut Kau!" Rifansyah kesal, beranjak pergi meninggalkan Iskandar.

"Tolol! Weh, kemana Lo!?" Iskandar membuang puntung rokok yang sudah pendek dan menaiki motornya berniat mengejar Rifansyah.
__________________
"Awas Lo Iskandar, gue bakal balas perbuatan Lo! Gue gak bakal biarin Lo hidup tenang! Sudah cukup ayah gue Lo bikin stres, SEKARANG ANDRIAN LO BAKAR!!! LIAT AJA, LO JUGA AKAN MERASA KEHILANGAN!!!" Alandra menghentakkan kakinya di lapangan belakang sekolah, tempat tubuh Andrian ditemukan. Dia membayangkan bahwa yang dia injak adalah mayat Iskandar.
__________________
"U-uhuk!...aku nggak bisa gini terus...kau pasti bisa Hapipah! Jangan lemah bodoh!" Hapipah merutuki dirinya sendiri saat kembali memuntahkan cairan kental berwarna merah.

"Aku akan cari kerja nanti, uhuk! Ugh...aku harus kuat! Akan ku buktikan pada ayah, aku bukan anak manja! Dan juga agar ayah percaya, bahwa aku tak terbukti bersalah dalam kasus masalalu!!" Tekad Hapipah sudah sangat bulat.

Hapipah kembali tersenyum getir melihat kondisinya saat ini, lebih mirip gelandangan. Dia belum memakan sesuatu sejak dia angkat kaki dari rumahnya, di tambah harus bertarung melawan penyakit yang terus menggerogoti tubuhnya dari dalam.
__________________
Sementara itu.

"Awarul, boleh minta nomor ponselmu. Kita kan satu kelas" Aleta membuka percakapan dengan senyum manisnya.

ASTAGA, BISA-BISA AWARUL DIABETES!

RUMAH TANPA RAMAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang