negligent

13 7 0
                                    

"Kami pelakunya!!!" Sontak seluruh pelajar, semua kelas. Menatap kaget pada kedua anak pemilik saham yang tiba-tiba berdiri. Mereka pelakunya dan mereka mengaku?

"Maksudmu apa Iskandar? Kenapa kau mengaku-ngaku?" Repan sontak berdiri, dan memegang tangan Iskandar. Tetapi Iskandar hanya tertawa geli saat mengetahui Hapipah dan Repan sedang menatapnya tajam.

"Memang kita yang melakukannya, iya kan Rif?" Tanya Iskandar pada Rifansyah, namun Rifansyah acuh tak acuh. Dia jujur sangat malu saat ini.

"Ya" akhirnya Rifansyah membuka mulutnya. Singkat, padat.

Polisi mulai berbisik, para pelajar mulai menggosip, dan kepala sekolah yang tak tenang. Dengan satu kata kepala sekolah membubarkan para pelajar yang berkumpul di lapangan. Namun tidak dengan lima anak pemilik saham.

"Jangan bohong Iskandar! Gak lucu anjir! Kenapa Lo ngaku-ngaku!? Lo, mau di penjara!?" Awarul mulai berapi-api inggin menumbuk sang adik saat ini, dan jangan lupakan dendam pribadi sang empu kepada Iskandar.

"Ya kenyataannya, emang gue kok yang ngelakuin. Mau ngelak gimana lagi?" Jawab Iskandar dengan seringai.

"Gak punya otak Lo!!" Teriak awarul yang inggin mengarahkan pukulan pada pipi Iskandar. Namun di tahan oleh sang sulung.

"Udah Arul, jangan marah!" Suara Repan terdengar keras dan tegas, namun Awarul tetap memberontak inggin memukul.

"Sudah, jangan berantem!!! Kenapa kalian selalu saja bersikap seperti ini!!?" Teriak sekaligus jerit Hapipah membuat keempat manusia di depannya diam. Bapak kepala sekolah mulai berjalan menghampiri mereka.

"Kalian semua, ikuti saya keruangan kepala sekolah. Kita perlu bicarakan ini dengan ayah kalian, atau kalian di penjara." Kepala sekolah berbicara dengan dingin, Hapipah susah payah menelan Saliva saat mendengar kata 'ayah'.

"Pak, adik-adik saya masih kecil. Belum bisa bertanggung jawab atas perbuatannya. Tolong, saya bisa kasih apapun itu, asalkan jangan bawa ayah saya." Hapipah mencoba untuk membuat bapak kepala sekolah agar tidak membesar-besarkan kasus ini. Tetapi bapak kepala sekolah sepertinya sangat keras kepala.

"Kalian sudah sering sekali membuat masalah. Pembullyan, bolos, merokok, dan sekarang membunuh! Besok apa? Kalian mau menghancurkan sekolah ini? Sudah cukup sekolah ini kalian permalukan!" Tegas bapak kepala sekolah.

"Tapi ayah saya punya saham pak! Jika bukan karna harta ayah saya, mungkin Solah bapak gak akan Semaju ini! Dan jangan lupakan tropi kemenangan ku dan para saudaraku yang lain pak! Saya bisa adukan ini ke ayah saya, dan bapak yang akan masuk penjara!!" Ancam Iskandar. Iskandar sangat santai, berbeda dengan Hapipah yang sudah takut setengah mati jika ayah ya tau tentang ini.

__________________

"Maaf pak Gilang, saya mendapatkan informasi yang mungkin penting tentang anak-anak bapak." Jelas seseorang berbadan tegap dengan jas hitam serta kacamata melengkapinya. Yang bisa di bilang bodyguard. Tidak. Mata-mata pribadi.

Tunggu, Gilang? Ya, Gilang albantara. Itulah nama dadi kepala keluarga, sekaligus nama dari malaikat maut yang menyiksa Hapipah.

"Hm? Berita apa itu? Setahu saya, tidak ada apa-apa" Jawab Gilang, selaku ayah dari tujuh anak tersebut. Tunggu. Hanya enam yang dia anggap anak.

Sang Mata-mata mendekat seraya memperlihatkan foto yang terpampang jelas di internet. Yang bersangkutan dengan sekolah.

Seketika Gilang terkejut karna berita itu sudah tersebar luas di internet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seketika Gilang terkejut karna berita itu sudah tersebar luas di internet. Apalagi bisa mengancam reputasinya sebagai CEO. Tentu saja dia tidak inggin itu terjadi.

"Baiklah, suruh bawahan saya untuk meng-hack aku polisi itu dan suruh mereka yang sudah tau tentang kasus ini untuk tutup mulut. Lalu menghapus semua file tentang kejadian ini. Saya akan gaji kamu 15× lipat jika kamu melakukan tugas ini dengan baik! Oh ya, siapkan jet pribadi saya, saya akan pulang malam ini." Kata Gilang panjang lebar, dia berencana untuk pulang dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi pada anak-anaknya. Dan, untuk memberi hadiah pada Hapipah tentunya.

"Are you neglecting your duties again Hapipah!? Get ready to welcome your gife tonight..."

RUMAH TANPA RAMAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang