04-Terpaksa

121 24 1
                                    

Sampai saat ini, Jidan tidak tahu bahwa anaknya yang keempat, Juan, harus rutin cuci darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sampai saat ini, Jidan tidak tahu bahwa anaknya yang keempat, Juan, harus rutin cuci darah. Hal ini terjadi karena permintaan dari Juan sendiri yang tidak ingin sang ayah semakin membencinya karena penyakitnya yang malah semakin parah.

Ini merupakan beban yang sangat berat bagi Juan, tetapi dia memilih untuk menahan informasi tersebut agar tidak menambah kesengsaraan dalam hubungannya dengan sang ayah.

"Juan udah seminggu nggak sekolah-"

Ucapan Juan terhenti saat mengingat hari pertama dia sekolah, di mana ia disuruh mengerjakan tugas sekolah teman, bukan teman tapi tugas orang lain di dalam kelasnya.

Momen itu mengingatkannya pada pengalaman yang tidak adil dan membuatnya merasa terpinggirkan.

"BANG, JUAN LUPA SESUATU," teriaknya.

Sean dan Rian terkejut saat mendengar Juan berteriak. Mereka menyadari bahwa ini adalah kali pertama Juan mengeluarkan suaranya dengan sekeras itu.

"Tumben teriak? Lupa apa lo?" tanya Rian.

Juan menyahut cepat, "Tugas sekolah."

Sean dan Rian mengernyitkan keningnya, bingung. Karena saat pertama kali Juan masuk sekolah, ia bahkan belum sempat belajar karena sakit kepala, bahkan Rianlah yang membawanya ke rumah sakit.

"Tugas apa? Waktu itu lo kan nggak belajar?"

"Itu... tugas temen Juan."

"Temen yang mana? Emangnya lo punya temen?"

Rio berjalan ke arah Rian, tanpa sadar ia memukul pundak abangnya. "Bang, yang bener aja kalo ngomong."

Rian meringis setelah mendapat pukulan dari adiknya, padahal Rio hanya memukul pelan. Namun, dramatisasi yang dilakukan oleh abangnya itu membuat situasi menjadi lebih menarik.

Rio menghela napas malas, "Lebay banget, orang pelan gitu pukulannya."

"Pelan darimana, sini gue pukul balik."

Rio segera berlari ke arah Sean meminta perlindungan dari abangnya. "Hayo, mana berani pukul Iyo."

"Dih, sini lo. Beraninya bawa abang."

Juan merasa jengah, ia berdehem membuat fokus mereka teralihkan, "Balik ke topik, Bang. Mana tas Juan?" tanya Juan.

"Di kamar lo, emangnya kenapa sih? Biasanya juga nggak sepanik itu kalo ada tugas."

Benar sekali, seperti yang dikatakan Rian. Juan selalu santai saat akan mengerjakan tugas, tapi sekarang ia terlihat sangat panik.

Perubahan sikap Juan ini menimbulkan kekhawatiran bagi Rian, karena itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang sangat mengganggu pikiran adiknya tersebut.

"Bentar, gue yang ambil. Lo tunggu disini."

"Makasih, Bang."

Rian kembali setelah mengambil tas Juan, dan kali ini ia benar-benar heran karena banyaknya buku yang berada di dalamnya.

A LITTLE HOPE || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang