28- Pesan Olivia

37 13 0
                                    

Waktu terasa berjalan sangat lambat saat mereka menunggu kabar dari Dokter Candra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu terasa berjalan sangat lambat saat mereka menunggu kabar dari Dokter Candra. Sean memejamkan matanya sebentar, mencoba menenangkan diri.

Setelah beberapa saat, dia membuka mata dan berkata, "Rian, Yuan, kalian kembali ke rumah dan bereskan pemakaman Bunda. Rio sama Samuel mau ikut mereka atau sama abang?"

Rio menatap Sean dengan mata yang masih basah. "Iyo mau nemenin Abang di sini. Iyo nggak mau ninggalin Bang Juan sendirian."

Samuel, yang terlihat sangat terpukul, menggenggam tangan Rio erat. "Sam... Sam mau liat Bunda sekali lagi sebelum dimakamkan. Samuel ikut Bang Rian dan Bang Yuan."

Yuan mengangguk, berusaha tersenyum meski hatinya hancur. "Baiklah, Sam. Yuk, kita pulang dulu. Kita harus siapkan semuanya buat Bunda."

Rian merangkul Samuel, menuntunnya dengan lembut. "Ayo, Sam. Kita pastikan Bunda mendapatkan peristirahatan yang layak."

Sean menatap mereka dengan penuh kasih sayang. "Kalian hati-hati di jalan. Kami akan tetap di sini menjaga Juan."

Yuan menepuk bahu Sean. "Abang jaga Juan baik-baik. Kami akan segera kembali setelah semuanya siap."

Sean mengangguk. "Tenang saja, Yuan. Kita semua ada di sini untuk satu sama lain. Kita akan hadapi ini bersama."

Rio menatap Samuel yang mulai berjalan pergi bersama Rian dan Yuan. "Jaga diri, Sam. Kita akan segera menyusul."

Samuel hanya bisa mengangguk, air mata masih mengalir di pipinya. "Kalian juga jaga Juan ya, Bang Rio."

Sean dan Rio menatap saudara-saudaranya yang semakin menjauh, berusaha menenangkan diri untuk menghadapi hari-hari berat yang akan datang.

Sean berniat untuk menelepon ayahnya, namun segera ia urungkan karena yakin Jidan tidak akan peduli pada Juan. Bahkan pada istrinya pun, Jidan terlihat acuh, apalagi pada Juan.

Sean menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Dia menoleh pada Rio yang masih duduk di sebelahnya, terlihat sangat cemas. "Rio, sana beli makan dulu. Kamu belum makan kan?"

Rio menggeleng pelan, "Iyo nggak lapar, Bang. Iyo mau di sini aja sama Abang dan Bang Juan."

Sean meletakkan tangan di bahu Rio, menatap adiknya dengan lembut. "Rio, kamu harus makan. Nggak ada gunanya kita semua jadi lemah. Kita harus kuat buat Juan. Abang juga nggak bisa tenang kalau kamu nggak makan."

Rio menundukkan kepalanya, terisak pelan. "Tapi, Bang... Iyo nggak mau ninggalin Bang Juan sendirian di sini."

Sean mengusap punggung Rio, mencoba memberi kekuatan. "Abang ngerti, Rio. Tapi kamu butuh tenaga. Kita nggak tahu berapa lama kita harus nunggu di sini. Abang janji nggak akan ninggalin Juan, oke? Kamu bisa langsung balik setelah beli makan."

Rio akhirnya mengangguk, meski ragu-ragu. "Oke, Bang. Iyo bakal segera kembali."

Sean tersenyum tipis, berusaha memberi semangat. "Iya, Abang tunggu di sini. Hati-hati di jalan, ya."

A LITTLE HOPE || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang