07-Hukuman

109 20 0
                                    

Hukuman adalah hukuman, dan Juan tahu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hukuman adalah hukuman, dan Juan tahu itu. Saat ini, ia berada di ruangan ayahnya, menundukkan kepala tanpa berani menatap langsung ke arahnya.

Udara di ruangan itu terasa tegang, dipenuhi dengan keheningan yang memekat. Juan merasakan beban rasa bersalah yang menekan pundaknya.

Meskipun Juan merasa keputusannya adalah yang terbaik bagi keluarganya, dia tidak bisa menghindari perasaan takut karena harus menghadapi konsekuensi dari tindakannya.

Dengan setiap detik yang berlalu, Juan merasakan perasaan cemas yang semakin membesar di dadanya.

Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi satu hal yang pasti, ia harus menerima hukuman yang akan diberikan oleh ayahnya.

"Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu ayah, kalo kamu harus rutin cuci darah?" tanya Jidan masih dengan nada yang rendah.

"Juan nggak mau bikin kalian khawatir."

Juan menyadari bahwa apa yang dia katakan adalah kebohongan. Dia tahu bahwa ayahnya tidak akan peduli dengan apa yang terjadi padanya.

Jidan tertawa remeh, "Memangnya siapa yang bakal khawatirin kamu? Jangan terlalu kepedean Juan."

Tuh, Juan sudah tau jawabannya akan seperti itu.

"Menurutmu, ayah harus memberikan hukuman apa pada anak yang sudah membuat abang dan saudaranya yang lain menjadi tidak menuruti apa kata ayahnya?"

"Ayah boleh melakukan apapun pada Juan, asal jangan pernah sedikitpun ayah sentuh saudara Juan."

"Wah, disaat seperti ini kamu masih berani memikirkan orang lain?"

"Mereka bukan orang lain, mereka saudara Juan dan akan tetap seperti itu."

Jidan merasa muak dengan semua jawaban yang diberikan Juan. Tatapan tajamnya menusuk ke dalam hati Juan, mencerminkan kemarahan yang mendalam.

Juan memandang Jidan dengan ketakutan yang mendalam ketika ayahnya mengambil tongkat bisbol.

Keringat mengalir di pelipisnya, dan ingatannya tentang saat-saat mengerikan ketika dia sendiri dipukuli oleh ayahnya memenuhi pikirannya.

Bugh!

Dengan kejam, Jidan memukul punggung Juan tanpa belas kasihan.

Tongkat bisbol itu menyambar ke udara dan turun dengan kekuatan yang mematikan, membuat Juan berteriak tak berdaya karena rasa sakit yang melanda tubuhnya.

Teriakan Juan memotong keheningan ruangan, mencerminkan penderitaannya yang tak terkendali di bawah kekerasan ayahnya.

Setiap kali tongkat bisbol diangkat, itu adalah pengingat yang menyakitkan akan kekerasan yang pernah Juan alami.

Wajah Juan pucat dan matanya penuh dengan ketakutan. Dia tidak bisa menghindari kilatan trauma masa lalu yang memenuhi pikirannya.

Kehadiran tongkat bisbol itu membawa kembali ingatan yang menyakitkan dan membuatnya merasa rapuh.

A LITTLE HOPE || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang