26- Terlibat

61 12 1
                                    

Hari demi hari berlalu, dan kondisi Juan semakin lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari demi hari berlalu, dan kondisi Juan semakin lemah. Tubuhnya semakin kurus, dan kulitnya pucat.

Setiap napas terasa berat, dan Juan berjuang untuk tetap terjaga, takut jika menutup matanya, ia tidak akan bisa membukanya lagi.

Juan berbaring di tempat tidurnya, dikelilingi oleh kelima saudaranya yang setia menemaninya.

Meskipun rasa sakit terus menyiksa, Juan berusaha keras untuk tetap sadar.

"Bang, kamu harus istirahat," bisik Rio dengan suara penuh kekhawatiran, melihat Juan yang terus memaksa dirinya tetap terjaga.

Juan menggelengkan kepala perlahan, matanya memandang Rio dengan penuh rasa takut. "Juan takut, Rio... kalo Juan tidur, Juan nggak bakal bangun lagi."

Sean duduk di sisi lain tempat tidur, menggenggam tangan Juan dengan lembut. "Kami semua di sini, Juan. Kamu nggak sendiri. Kamu harus istirahat supaya bisa sembuh."

Air mata mengalir di pipi Juan. "Juan masih mau berjuang, Bang. Juan masih mau liat kita semua bahagia. Juan nggak mau ninggalin kalian."

Samuel menundukkan kepala, menahan tangisnya. "Abang bakal sembuh. Kita semua di sini buat abang. Kita akan lewatin ini bersama."

Yuan menatap Juan dengan mata berkaca-kaca, mencoba memberi kekuatan. "Juan, kita akan cari semua cara untuk sembuhin kamu. Kamu harus kuat, untuk kita semua."

Juan merasa semakin lemah, benar kata Jidan jika ia hanyalah seorang pembawa sial.

Buktinya saat ini, saudaranya terlihat sangat sedih saat berada di dekatnya.

"Bang Sean," panggil Juan lemah.

Sean segera menggenggam erat lengan Juan, matanya penuh kekhawatiran dan kasih sayang. "Iya, Juan. Abang di sini. Apa yang mau kamu bilang?"

Juan menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kekuatannya untuk berbicara. "Kalo... kalo Juan pergi ninggalin kalian... Juan harap kalian nggak larut dalam kesedihan. Kalian harus bisa jauh lebih bahagia."

Sean hendak marah mendengar ucapan Juan, namun Rio lebih dulu berteriak kesal. "Jangan ngomong sembarangan, Bang!"

Rio menatap Juan dengan mata berkaca-kaca, penuh kemarahan dan kesedihan. "Abang pikir kita bakal lebih bahagia tanpa abang? Abang pikir kita nggak butuh abang di sini? Itu nggak bener, Bang! Kita semua butuh abang. Abang bagian dari keluarga ini, dan tanpa abang, kita nggak lengkap."

Juan terkejut melihat reaksi Rio, matanya mulai basah oleh air mata. "Tapi... tapi Juan cuma bikin kalian sedih dan jadi beban."

Rio menggelengkan kepala dengan tegas. "Bukan gitu, Bang. Abang nggak pernah jadi beban buat kita. Abang nggak tahu seberapa pentingnya abang buat kita semua. Kalau abang pergi, itu bakal bikin kita jauh lebih sedih."

Samuel mengangguk setuju, menahan air mata. "Iya, Bang. Kita semua sayang sama abang. Jangan ngomong kayak gitu lagi. Kita nggak bisa bayangin hidup tanpa abang."

A LITTLE HOPE || END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang