Sebagai anak pertama dan kakak tertua, Sean harus bertanggung jawab besar untuk menjadi panutan bagi adik-adiknya.
Meskipun sibuk dengan tugas-tugas mahasiswa semester 2 dan pekerjaan paruh waktu, Sean juga mengambil tanggung jawab untuk membantu biaya cuci darah Juan.
"Bang, sebelum ketauan sama ayah mending abang berhenti kerja paruh waktu."
Berhari-hari telah berlalu, Juan terus berusaha membujuk Sean agar berhenti bekerja paruh waktu.
Selain khawatir akan memberikan beban tambahan pada Sean, Juan juga takut jika ayah mereka mengetahui bahwa Sean bekerja demi membantunya, karena Juan sendiri merasa jika dirinya ialah anak yang kurang berarti bagi keluarga Anggara.
"Tenang aja, dek. Kalo pun ketauan abang bakal bilang kalo kerja paruh waktu emang keinginan abang sendiri, abang pengen belajar dan pengen tau gimana rasanya dunia kerja."
Rio, yang mendengar percakapan antara kedua kakaknya, mulai menghampiri mereka dengan langkah hati-hati. "ABANG KERJA? KOK, IYO NGGAK TAU?!"
Sean terkejut oleh suara berisik Rio, sehingga secara refleks menutup mulut adiknya untuk mencegahnya berbicara lebih lanjut.
Sean ingin memastikan bahwa percakapan sensitif antara dia dan Juan tetap menjadi rahasia keluarga.
"Aduh, jangan keras-keras ngomongnya." Sean melihat kesana-kemari, berharap tidak ada yang mendengar percakapan mereka, "Itu rahasia, jangan kasih tau Ayah sama Bunda. Kamu juga kalo ngomong jangan kenceng-kenceng, Iyo."
Setelah Sean melepaskan bekapannya, Rio dengan cepat menutup mulutnya sendiri, terkejut dengan reaksi refleksnya sendiri.
Rio menyadari pentingnya menjaga kerahasiaan percakapan tersebut untuk melindungi kedua kakaknya dari kemungkinan masalah keluarga yang lebih besar.
"Huh, dasar Bang Iyo. Makanya kalo ngomong tuh dijaga," sarkas Samuel yang berjalan santai sambil memakan sebuah roti.
Rio menatap tajam adiknya, "Berisik! Sam juga kalo makan tuh duduk jangan sambil jalan-jalan."
Seperti biasa, jika salah satu dari mereka mulai saling mengejek, percakapan itu tidak akan berhenti.
Bahkan Sean pun sudah mulai merasa jengah dengan sikap kedua adik terkecilnya itu.
Juan tersenyum, "Iyo, Sam, jangan ribut. Sini duduk sama abang."
Mendengar itu, dengan cepat mereka berebut untuk duduk di dekat Juan. "Sam duluan, wle," ujarnya seraya menjulurkan lidah pada Rio membuat abangnya itu mendengus kesal.
"Abang, Sam denger dari Bang Yuan katanya Abang harus rutin cuci darah, ya?" tanya Samuel.
Juan mengangguk, "Iya, jangan kasih tau Ayah sama Bunda, ya. Ini rahasia kita, oke?"
Samuel sebenarnya penasaran mengapa abangnya melarangnya untuk memberitahu orang tuanya tentang kondisi Juan.
Padahal, menurut pemahaman Samuel, jika seseorang harus rutin melakukan cuci darah, itu berarti penyakitnya serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
A LITTLE HOPE || END
Teen Fiction"Maaf, Juan udah berusaha. Tapi penyakit 'gagal ginjal' ini seakan-akan ingin membunuh Juan detik ini juga." "Jangan ngomong gitu, Juan harus inget kalo Juan punya lima sodara yang siap donorin ginjalnya sama Juan kapanpun itu!" Di tengah cobaan y...