Keesokan harinya, Juan terbangun lebih awal dari biasanya. Ketika ia keluar dari kamarnya, ia melihat Yuan dan Rio tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur.
Meskipun mereka berada dalam satu ruangan, Juan memilih untuk tetap menjaga jarak dan tidak menyapanya.
Bahkan, ia hanya memperhatikan mereka dari kejauhan, tanpa memberikan sapaan atau interaksi apapun.
"Bang Yuan, hari ini masak apa?" tanya Samuel yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Nasi goreng, bukannya kalian yang minta di buatin sarapan ini kan tadi malem?"
"Eh, iya Sam lupa." Samuel melirik ke arah Juan sebentar lalu memalingkan wajahnya, "Punya Sam jangan pake bawang, Bang."
"Loh, kenapa bukannya suka ya?" tanya Yuan.
"Jangan aja, please abanggg."
Rio menjitak kening Samuel, "Bocil, banyak mau lo."
"Lo juga bocil, Bang."
Juan hampir meneteskan air matanya saat melihat saudaranya saling mengejek satu sama lain.
Rasa rindu akan momen-momen kebersamaan itu membuat hatinya terasa hancur.
Daripada menangis di sana, Juan memutuskan untuk kembali ke kamarnya untuk menyiapkan tas sekolahnya.
Dengan langkah berat, ia mencoba menenangkan diri dan mengalihkan perhatiannya pada rutinitas harian yang biasa.
Meskipun perasaannya masih terluka, Juan berusaha untuk tetap kuat dan melangkah maju.
"Canggung banget, Juan bingung harus ngapain. Apa Juan berangkat sendiri aja ya ke sekolahnya?" tanyanya pada diri sendiri.
Sean berdiri di depan kamar Juan, "Bareng Rian sama Yuan."
Juan kaget saat mendengar suara Sean yang tiba-tiba menyapanya dari depan pintu kamar, memintanya untuk bersiap-siap berangkat bersama Rian dan Yuan.
Suara tersebut membuat Juan tersentak, karena ia tidak mengharapkan kedatangan Sean. Namun, panggilan itu juga memberinya sedikit kelegaan, meskipun suasana rumah sedang tegang, mereka masih dapat melanjutkan rutinitas mereka sehari-hari.
"Panggil Juan buat ikut sarapan, ayah tidak mau jika pihak sekolah menelpon kalo dia sakit-sakitan lagi disana," titah Jidan pada Rian.
"Iya, Yah."
Rian berjalan ke kamar Juan, memanggilnya untuk sarapan. Namun, setelah memberi panggilan itu, Rian langsung meninggalkan kamar tanpa menunggu respons dari Juan.
"Juan bakal beradaptasi sama suasana ini," kata Juan pelan.
Setelah itu, Juan pergi untuk ikut sarapan. Suasana di meja makan sangat hening sekali, membuatnya merasa tegang dan canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
A LITTLE HOPE || END
Teen Fiction"Maaf, Juan udah berusaha. Tapi penyakit 'gagal ginjal' ini seakan-akan ingin membunuh Juan detik ini juga." "Jangan ngomong gitu, Juan harus inget kalo Juan punya lima sodara yang siap donorin ginjalnya sama Juan kapanpun itu!" Di tengah cobaan y...