Part 20

16.9K 1.1K 6
                                    

pentingnya scroll smpe bawah

----

"Vera, ada yang ingin kamu keluhkan? Kakimu sudah terasa lebih baik?"

Pertanyaan itu terdengar dari seorang wanita paruh baya dengan snelli putih itu mencoba untuk bertanya kembali pada wanita yang sedang duduk ditaman rumah sakit dengan wajah datar.

Tidak dijawab. Itu sudah pasti, wanita yang dipanggil Vera itu hanya diam seolah-olah di dunia ini hanya ada dia seorang.

Wanita paruh baya dengan nametag Ardeta itu menghela nafas lalu perlahan mengangkat tangannya mengelus bahu kurus Vera.

"Jika kamu ada keluhan, jangan pernah lupa untuk beritahu saya. Menyembuhkan pasien adalah pekerjaan saya, jadi saya harap kamu dapat bekerja sama. Saya permisi." Ardeta bangkit dari duduknya, menatap sejenak kearah Vera lalu berjalan meninggalkan taman setelah memberikan kode untuk dua perawat yang sedari tadi mengamati untuk tetap stay.

Setelah kepergian dokter tadi, Vera tetap diam seolah-olah dunianya berhenti.

Setelah satu tahun dinyatakan koma, akhirnya wanita itu terbangun dari tidur panjangnya. Semuanya terasa asing, mendebarkan seolah-olah dia seperti bayi yang baru lahir dengan ingatan yang masih segar.

Mengetahui dia masih bisa selamat dari kecelakaan maut yang menimpanya, membuat Vera sedikit tertegun.

Sudah dua minggu dia bangun dari tidur panjangnya, tapi dia masih bertanya-tanya dengan mimpi yang dialaminya.

Apa koma membuatnya bermimpi senyata itu?

Susah payah dia berusaha menjalani hidup dengan baik, ternyata semua hanya bunga tidur?

Ia sudah susah payah mengikhlaskan kehidupannya sebagai Veranzha, ternyata dia masih bernafas?

Vera takut dirinya dicap gila jika bercerita tentang kehidupan yang pernah dia jalani saat sedang koma dan wanita itu yakin, jawaban orang-orang sudah pasti;

'Itu hanya bunga tidur, wajar kau koma setahun.'

'Mau ke psikiater atau psikolog?'

'Namanya juga mimpi.'

'Efek terlalu lama single?'

Jadi, daripada dicap tidak waras lebih baik Vera memendamnya seorang hingga kepalanya terasa pusing karena terus dipaksa berpikir untung dia tidak amnesia.

Karena hal itu juga yang membuat dirinya enggan membuka suara atau pun merespon perkataan orang yang ditujukan padanya. Otaknya terlalu sibuk berpikir, Vera takut dirinya terkena geger otak karena terlalu banyak berpikir untuk seseorang yang baru bangun dari mati suri.

Puas memandang taman, Vera beralih menatap tanah yang dipijaknya. Rumput hijau yang telah dipotong rapi itu terlihat menyegarkan kedua matanya. Lalu menatap kedua kakinya yang memakai sandal rumah sakit, terlihat begitu pucat dan kurus.

Mengangkat pandangannya kembali, kemudian wanita itu memejamkan matanya menikmati paparan sinar matahari pagi yang mengandung vitamin D, bagus untuk dirinya yang baru saja bangun dari koma.

Saat menjadi Masha ataupun Vera sama saja tidak punya orangtua, menyedihkan. Bedanya disini dia punya bibi yang merawatnya sedari remaja hingga saat ini pun masih peduli. Nanti sore bibinya yang single mom itu akan kembali menjenguknya setelah pulang dari restoran miliknya.

Puas menikmati matahari pagi, Vera pun beranjak dari duduknya perlahan dengan dua tongkat yang tersanggah diketiaknya. Kakinya masih terasa lemas dan hanya perlu di biasakan bergerak, dan kata dokter Ardeta, itu wajar dan akan pulih beberapa bulan lagi.

Mommy? (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang