Part 22

15.3K 1.3K 7
                                    

ariana grande ft. future - everyday

pas nulis part ini, dengerin lagu itu.

---

"Vera, sepertinya kau punya tetangga baru." Bibi Janeta berkata seraya mulai membuka kotak makanan yang dia bawa.

Vera hanya berdehem, merespon ucapan bibinya.

"Bukankah hari ini adalah hari pertama Axel masuk universitas?" Vera tiba-tiba teringat dengan anak bibinya, Axelio.

Janeta tersenyum, "ya, ini hari pertamanya. Aku harap dia tidak mencari masalah dengan seniornya di hari pertama masuk."

Vera tertawa kecil, sepupunya itu memang sedikit berandal oh tidak, memang seorang berandal.

"Walau begitu dia punya banyak pacar, bi." Membayangkan sifat playboy sepupunya itu membuat Vera geli.

Janeta mendelik, "cuci celana dalam saja belum bisa." Bagaimana bisa anaknya yang manja itu mempermainkan anak gadis orang.

Vera hanya tertawa, lalu naik ke kamarnya ingin berganti baju sebelum makan bersama bibinya.

Setelah mengganti bajunya dengan baju yang nyaman, Vera menuju balkonnya sebentar, ingin menghirup udara segar seraya melihat langit sudah terlihat orange.

Terpaan angin sepoi-sepoi membuat Vera memejamkan matanya seraya menarik senyum.

Puas dengan udara segar yang dia hirup sejenak, Vera pun akan berbalik masuk ke dalam kamarnya sebelum pandangannya jatuh pada orang-orang yang sedang mengangkat barang, masuk kedalam rumah yang tepat berada disamping rumahnya.

"Sepertinya aku memang punya tetangga baru." Gumam wanita itu, setelahnya Vera pun masuk ke dalam kamar.

---

Biasanya jika dia suntuk, Vera akan ke club dan karena itu juga dia mengalami kecelakaan hingga mengalami mimpi yang sangat aneh itu.

Tapi sekarang jangankan ke club, memiliki niat ke tempat huru hara itu saja tidak. Agaknya dia trauma dengan tempat itu.

Dan disinilah wanita itu sekarang, di dalam bioskop. Hari ini weekend, jadi dia ingin menikmati waktu sebentar sebelum kembali sibuk.

Berjalan menuju pojok atas sebelah kiri, wanita itu pun duduk dikursinya dengan tenang seraya menunggu film dimulai.

Di tangan kanannya sudah ada satu cup popcorn, kemudian Vera menatap sekeliling sembari memakan popcorn miliknya.

Sisi kirinya adalah dinding, yang artinya dia benar-benar berada di pojok. Wanita itu juga terlihat menunggu kursi sebelah kanannya terisi, berdoa semoga wanita yang mengisi kursi tersebut.

Oke, dia terlalu waspada, tapi tidak masalah bukan?

Hingga saat lampu bioskop sudah dimatikan dan terdengar beberapa panduan terlebih dahulu oleh petugas yang menandakan film sudah akan dimulai, barulah kursi disampingnya terisi oleh seseorang, Vera tidak terlalu memperhatikan tapi yang jelas kursi sebelahnya diisi oleh pria.

Ditengah-tengah berjalannya film, Vera sedikit terusik dengan parfum pria disampingnya, bukan aneh hanya saja sedikit familiar, dan itu membuatnya sedikit terusik.

Wanita itu pun kembali fokus, hingga film berjalan pada adegan intim tokoh utama pria dan tokoh utama wanita. Dan jujur Vera sedikit gugup, dia tidak tahu ini film semi dewasa.

Hingga saat adegan tokoh utama pria terlihat menidurkan wanitanya diatas peraduan, Vera bergerak tidak nyaman, popcorn di tangannya sedikit dia naikkan untuk menghalangi pemandangan dewasa itu.

Umurnya setahun lagi kepala tiga, tapi melihat adegan seperti ini masih membuat Vera keringat dingin. Gugup, malu entah pada siapa.

Aku ingin pulang.

Wanita itu merengek dalam hatinya saat mendengar desahan tokoh wanita. Vera malu, tapi entah malu karena apa.

Hingga wanita itu mendengar kekehan geli di sampingnya. Sontak Vera mengangkat pandangannya, menatap wajah pria di sampingnya yang juga sudah menunduk menatapnya.

Mata Vera membola melihat wajah tegas itu walau samar karena lampu yang dimatikan.

Sial! Apalagi ini?! Wanita itu menjerit dalam hati.

Dengan kaku Vera juga langsung menunduk lalu bergeser ke kiri, menempelkan dirinya di dinding.

"Bukankah mereka sangat kaku. Harusnya mereka belajar dari kita, bukankah begitu, sayang?"

Vera meremang saat mendengar bisikkan itu tepat di telinganya, bahkan terpaan nafas hangat itu mengenai telinganya.

Wanita hanya diam, memejamkan matanya. Meyakinkan diri bahwa semuanya hanya halusinasinya.

Pria di sampingnya pun kembali duduk dengan tenang, menyisakan Vera yang pucat pasi seolah baru saja mengalami kejadian horor. Padahal film yang ditayangkan adalah genre romantis.

Pantas aroma pria ini tidak asing, dan itu membuat Vera semakin menempelkan tubuhnya ke sisi kiri.

DANIEL?!

Vera rasa, dia sebentar lagi akan gila.

----

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, masih di hari yang sama. Vera terlihat duduk didepan meja riasnya menggunakan piyama, dengan hairdryer ditangannya.

Wajah wanita itu masih terlihat sedikit pucat, untung dia bisa bertahan sampai film selesai. Vera benar-benar takut dirinya pingsan dikursi bioskop. Sosok yang membuatnya pucat pasi itupun menghilang dengan cepat dari pandangan Vera saat orang-orang mulai bubar.

Hingga ketukan pintu dikamarnya membuat Vera menghentikan kegiatannya. Bangkit dari duduknya untuk membuka pintu.

Di depan pintu terlihat maidnya, Clarra- seorang wanita paruh baya.

"Nona, ada yang ingin bertemu dengan anda." Vera mengernyit. Setahunya dia tidak punya tamu hari ini. Apa bibi Janeta? Tidak mungkin. Bibinya pasti akan langsung mengabari.

"Siapa?"

"Dia dari rumah sebelah, nona."

Vera mengangguk, "baiklah."

Wanita itu pun melangkahkan kakinya ke lantai satu.

Terlihat ruang tamu, tepatnya di single sofa yang membelakanginya itu terisi oleh seseorang.

Ah, seorang pria. Benak Vera saat melihat punggung lebar itu.

Vera pun menggerutu, apa tidak bisa besok saja?

"Halo, tuan. Ada keperluan apa?" Vera menebar senyum ramah.

Akan tetapi senyum wanita itu luntur saat melihat wajah pria yang duduk di sofa single itu.

Wanita itu melotot, pertemuan macam apalagi ini?!

"Izinkan saya memperkenalkan diri, nona. Liam Ayther, tetangga baru anda." Pria itu bangkit dari duduknya, terlihat mengulurkan tangan, ingin berjabat tangan.

Vera merasa tubuhnya kaku. Mengapa dia bertemu dengan orang-orang familiar ini? Bukankah itu hanya mimpi?

"Nona..?"

Vera membasahi bibirnya yang kering, "s-saya Veranzha." Wanita itu tidak bisa tersenyum, jadi hanya raut syok yang terpampang diwajahnya juga dengan ragu membalas uluran tangan itu, hingga tubuh wanita itu semakin kaku saat merasakan tangan hangat pria itu dan merasakan tangannya digenggam erat.

"Saya membawakan sedikit buah tangan, sebagai tanda hubungan baik kita, Vera."

Kita?!

Vera?!

Karna tidak tahan dengan berbagai kejutan itu, Vera pun merasakan tubuhnya lemas sebelum semuanya menjadi gelap. Wanita itu pingsan.

Samar-samar terdengar seruan panik dari pria yang bernama Liam itu juga belitan tangan yang memeluk pinggangnya erat.

Ah, Vera ingin lupa ingatan saja.

---

Mommy? (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang