Cantik.

611 37 3
                                    


selamat membaca kembaliii





UPPPPPPPPPPPPP



Senin,

Bara dkk sedang berkumpul diruang tengah. Mereka sedang membahas sesuatu yang penting meskipun jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"Gue jadi gak enak sama bini lo, Bar. "Ucap Arel jujur. "Lo kan udah menikah? Ntar kita kita dikira lupa waktu lagi, karena belum balik jam segini?"

Bara paham maksud Arel. Tetapi bukan karena dia tidak menghargai Mentari, istrinya. Hanya saja kan, mereka berkumpul karena suatu alasan penting yang tidak bisa di tunda lagi. Apalagi Bara jarang bisa membantu dan bermain sama mereka dikarenakan kondisinya yang sekarang sudah menjadi suami orang.

"Its okay bro. Mentari sama gue saling ngerti soal itu. Lagian kan, gak setiap hari kita pada begini?" Jelas Bara.

Najak mendatangi mereka usai bertukar telpon sama Tari. Boim, cowok itu muncul dari dapur membawa segelas air putih sama nampan buah.

"Back to topik. Lalu, apa langkah kita selanjutnya?"tanya Lion cukup serius. Dia mematikan ponselnya yang terus berdenting. "Berisik banget nih anak!"

"Nada?" Tebak Arel

"Siapa lagi?"

Zioga berdehem. Dia memijit pelipisnya sambil memikirkan sesuatu mengerutkan keningnya. Wajahnya terlihat kusut.

"Hari kelulusan tinggal menunggu waktu. Kita semua bisa dalam bahaya kapan saja. Terutama lo, Bar. Gue harap lo gak terlalu fokus sama masalah ini karena lo juga harus mengutamakan Mentari yang lagi hamil anak lo. "Ujar Zioga. Dia membuang napas sambil mengeluarkan ponselnya. "Gue udah ngabarin seseorang. Apa yang harus di lakukan selanjutnya kita tunggu kabar dari mereka. "

Semuanya mengangguk paham.

"Yang pasti kita semua harus waspada sama Jovan, Angkasa, dan Marshanda. " Boim mengangguk setuju.

"Yang dikatakan sama Najak benar. Kita jangan lengah. Terutama kita harus mantau Ona. Entah gue doang apa lo semua juga, gue gak tau, gue ngerasa ada yang aneh dari gadis itu. "

"Oh ya, Bar. Soal lo dan Mentari malam itu yang sama sama dibuat mabuk. Gue tau siapa pelakunya. " Bara menatap Boim serius. Lebih serius dari biasanya.

"Jadi beneran mereka sengaja dibikin mabuk?!"seru Arel.

Boim mengangguk. "Dia punya dendam pribadi sama lo. Tapi gue juga gak tau motifnya bawa bawa Mentari. Yang jelas lo akan tau orangnya setelah masalah ini beres. "

Tangan Bara mengepal. Tatapannya menajam. Urat diwajahnya kelihatan begitu jelas.

"Gue mau sekarang. "

Boim menggelengkan kepalanya.

"Gak bisa, sorry. Dampaknya bakal ke Mentari juga kalau lo melampiaskan emosi lo sekaligus kayak gini. Lo harus belajar bersabar. Pikir baiknya juga. Gak semua masalah bisa lo selesaikan hanya dalam satu hari. "Katanya menasehatinya. Akhirnya Bara mengalah membuang napasnya.

"Oke. Tapi sabar gue ini bukan berarti gue bisa maafin orang yang udah ngancurin kehidupan gue!"

Zioga menepuk pundak Bara pelan. "Kita semua paham. "Katanya.

"Kita jalankan rencana awal kita setelah kelulusan tiba. Dan setelah masalah ini selesai kita semua juga bakal bantu lo buat nyelesein masalah lo. "Terang Zioga. "Saran gue cuman satu. Jangan pernah lo tinggalin Mentari. "Lanjutnya.

Bara mengiyakannya.

"Mentari melahirkan berapa bulan lagi, Bar?" Tanya Arel.

"Sekitar lima bulanan lagi, maybe?"

"Masa itu aja lo gak tau? Astagaa. Parah lu!"

"Kan udah gue jawab, Rel?"

"Tapi ada kata 'Maybe' nya, kan? Artinya lo ragu!"

"Serah. Yang jelas dia melahirkan bukan hari ini. "

Pletak

Bukan Arel, melainkan Lion yang memukul penuh cinta paha Bara. Dia sangat geram melihat wajah tanpa dosa temannya itu.

"DASAR OON!"

"Lion, lo apaansih?! "

"Habisnya geram banget gue, sama lo, sumpah!"

Yang lain menertawainya.

"Apasih, salah gue, coba?"

"Di itung Bar! Di itung mangkanya!! Kapan dan sejak kapan istri lo hamil hingga tiba waktu persalinannya! Jangan cuman pas bikinnya doang yang lu inget!"Cerocos Najak mengusap wajah Bara sambil mengucap istighfar dengan dramatisnya.

"Gue bukannya gak mau menghitung, nih, yah. Gue hanya agak sedikit malas. "

"ASTAGHFIRULLAH HALLAZIM!!!!"Semuanya kompak mengelus dada sambil mengucap istighfar menirukan gaya bicara Najak barusan. Tapi kali ini lebih dramatis dari sebelumnya.

___

Pukul 1 malam para sahabat Bara berpamitan pulang.

Lelaki itu langsung melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya untuk mengecek apakah Mentari tidur dengan posisi baik atau tidaknya usai teman temannya meninggalkan area halaman rumah.

Bara mematikan lampu kemudian menaiki ranjang tidurnya berbaring disebelah Mentari. Tangannya menelusup masuk kedalam selimut lalu berhenti diatas perut Mentari. Rasanya aneh, sedikit agak keras dan terasa menggembung perut yang awalnya masih rata itu. Dia mengingat ucapan para sahabatnya tadi mengenai kapan waktunya persalinan Mentari tiba.

Tiba tiba saja rasa takut menyerang Bara. Dia takut Mentari kesakitan karena melahirkan anaknya. Dia juga takut dengan calon bayinya yang ketika nantinya melihat dunia. Apa papa bisa, jadi papa yang baik buat kamu, nak?

Bara menarik napasnya dalam dalam.

"Jadi kangen mama. "

Bara memiringkan tubuhnya menghadap Mentari yang sedang terlelap.

Benaran ada anak gue ternyata, didalam rahimnya?

Bara menatap Mentari tak percaya. Wanita yang selalu menjadi musuhnya disekolah, teman bertengkar nya, tukang membuat darahnya naik turun, wanita yang selalu ia tolak mentah-mentah sama tuhan untuk dijadikan jodohnya. Sekarang malah sudah menjadi istrinya dan terbaring disampingnya.

"Salah doa apa coba, gue dulu, sampai dikasih istri bentukannya kayak lo, Menta?"

Menarik senyum simpulnya Bara mengecup singkat pipi istrinya itu. Cantik. Dia benar benar kelihatan sangat cantik. Tak heran jika selalu di puji oleh temannya disekolah. Yang membuat Bara merasa plus adalah Mentari itu berbeda. Dia cantik tetapi tidak suka mengumbar ataupun membanggakan kecantikannya sendiri. Seringkali Mentari mengeluh hanya karena selalu dibilang cantik oleh orang-orang.

"Gue beneran cantik, ya?" Atau "Mereka beneran bilang gue cantik atau sebaliknya sih?" Juga terkadang "Kayak apasih, muka gue di mata kalian?" Pertanyaan yang selalu Mentari lontarkan tiap kali dia menerima sebuah pujian.

"Goodnight Menta. "





















komen
fav
vote

BARA:My Menta, Mom Bastra {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang