Insiden (2)

1.1K 41 0
                                    

selamat malam

selamat membaca

Vote

Komen

.

Sinar matahari pagi membangunkan tidur Mentari. kantuknya masih ada namun ia merasakan sesuatu yang lebih dari itu. perih lalu pegal, tubuhnya seperti kehabisan tenaga untuk di gerakkan. perlahan-lahan ia membuka mata menguceknya. Mentari menatap kearah jendela besar bertirai putih. spontan matanya membelalak.

Ba... Bara?!!!!

Mentari terduduk ditempat tidurnya melihat Bara yang masih terlelap disampingnya. Ia memeriksa pakaian nya. tak sehelai benangpun menutupi tubuh polosnya, dilantai pakaian yang semalam ia kenakan sudah berserakan bercampur dengan pakaian milik Bara. Mentari shock menutup mulutnya. dia kembali menoleh kesamping dimana Bara masih setia memejamkan matanya.

Apa, apa yang gue lakukan semalam? apa, apa yang udah terjadi?!!

Benaknya terus bertanya dan mencoba memutar ulang kejadian semalam yang hanya samar ia ingat.

Mentari memunguti pakaian nya dengan tergesa memakainya. lalu meninggalkan apartemen Bara, untunglah dia mengingat password apartemen cowok itu semalam.

Sambil menahan rasa perih dan sakit dibagian bawah sana Mentari pun menarik napas dalam-dalam di tengah jalanan besar. ia merutuki kebodohannya, serta menjambak rambutnya beberapa kali.

"Bilang apa gue sama mama..."

Gadis itu terduduk lemas dipinggiran jalan sunyi. ia terisak.

Sementara itu, Bara, cowok itu membuka matanya setelah tahu Mentari sudah pergi. dia menatap lurus kedepan. masih terasa hangat dan tercium wangi tubuh Mentari disana. Bara mendesah cukup panjang memukul mukul kepalanya prustasi. mengapa bisa, dia mabuk dan terkena obat rangsangan dalam kondisi tak mampu menahan diri seperti sebelumnya? apakah obat itu adalah obat yang berbeda?

"Sial!"

Bara membuang selimutnya ke lantai. menampakkan tubuh atletisnya yang hanya menyisakkan boxer menutupi tubuh bawahnya.

Bara mengernyit ketika melihat bercak merah diatas seprei putih itu. ia menyentuh noda kering tersebut.

"Darah?"

___

"Baru pulang?! "

Mentari pulang kerumah dalam kondisi berantakan. siapapun akan sangat cemas begitu melihat penampilan Mentari. wajah kusutnya, mata merah dan tatapan kosongnya tak bisa berbohong bahwa sudah terjadi sesuatu terhadapnya.

Kedua orangtuanya tersentak melihat anak mereka seperti itu.

"Mentari, sayang, kamu kenap—"Mentari memeluk Linda, mamanya. Linda tak lagi berucap begitu ia merasakan hal aneh pada putrinya.

"Ada apa, nak?" tanya sang papa bernada lembut. dia tak pernah membentak gadis itu, sedikitpun tak pernah.

Air mata gadis itu mulai menetes. bibirnya manyun kebawah perlahan getir. rasanya keluh hendak menyampaikan bahwa dirinya sudah tak suci lagi, mahkotanya telah rusak dengan sia sia. ia kehilangan semuanya, masa depan dan kesombongannya. apa yang hendak ia sombong kan lagi dengan hal yang telah ia alami ini?

"Ma, Pa, maaf... maafin aku hiks, aku minta maaf, "lirih gadis itu. tubuhnya merosot kelantai membuat kedua orangtuanya cemas.

"Ada apa, Mentari, apa yang terjadi padamu, katakan kepada kami, kenapa nak?"

"Bilang ke kami, ada apa? apa yang membuatmu seperti ini, sayang, hmm??"

"Mentari, jawab! ada apa?!!"

Mentari menatap wajah tulus mereka. ia pun berucap lirih: "A-A-Aku... aku udah gak suci Ma, Pa," langsung setelah itu dia menutup wajahnya lalu menangis dengan tersedu.

Baik Linda maupun Tama, keduanya amat shock mendengarnya. mereka terdiam. terdiam seribu bahasa. kecewa, gagal, marah, semua emosinya bercampur aduk dikepala. namun, mereka tak ingin membuat situasi semakin besar. Pelan, Tama berusaha menahan amarahnya.

"Jelaskan apa yang terjadi nak, katakan kepada kami, agar papa mengerti, ya?"

Mentari menjelaskan semua yang ia ingat. tanpa tersisa, tanpa ada yang ia sembunyikan. mendengar penjelasan anak mereka. Linda dan Tama tak bisa sepenuhnya menyalahkan Mentari. semua murni karena insiden itu bukan karena kemauan mereka. tetapi rasa kecewa sebagai orangtua membuat Linda dan Tama ikut menangis memeluk putri sematawayangnya tersebut.

"Tidak apa-apa, sungguh, tidak akan terjadi apa-apa, nak. "Kata Tama memeluk Mentari erat.

"Maaf, Maafkan papa yang gagal menjadi orangtuamu. semua salah papa, maaf,"

Mentari hanya bisa menangis. nasi sudah menjadi bubur. apa yang sudah terjadi tak bisa diperbaiki lagi.

___

2 Hari semenjak kejadian itu.

Keluarga Bara mendatangi keluarga Mentari dirumahnya. mereka juga sudah mendengarkan penjelasan Bara tentang apa yang sudah menimpa anak anak mereka. Mentari tak banyak bicara, sejak 2 hari terakhir dia bahkan tidak ke sekolah. apalagi berbicara dengan Bara. menatapnya pun tidak.

"Saya meminta maaf atas apa yang terjadi sebesar-besarnya, bu, pak, "kata papanya Bara. "Maksud dan tujuan kami sekeluarga datang kemari hanya untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara kedua anak kita, "tambahnya lagi.

Ia menatap Mentari. gadis itu menatap meja dengan tatapan kosong.

"Om minta maaf kepada mu Mentari. maafkan atas yang sudah anak om lakukan kepadamu. kami sekeluarga sepakat untuk mengambil resiko jika terjadi sesuatu kepadamu. "

"Bara akan bertanggung jawab atas apa yang telah ia perbuat kepadamu baik disengaja maupun tidak. Untuk sekarang saya akan mempertunangkan kalian demi berjaga jaga. tapi, jika nanti misalkan Mentari dinyatakan hamil. saya akan menikahkan mereka tanpa syarat dan tanpa pra apapun. sebagai orangtua saya hanya bisa melalukan ini untuk putrimu atas kesalahan anak saya Tama. "

Tama diam mengangguk. Linda tak banyak bicara, dia hanya fokus memeluk Mentari. Sedangkan mamanya Bara gelisah. ia bingung harus berkata apa melihat kondisi Mentari.

"Tante benar benar meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada kamu dan keluarga kamu atas perbuatan putra tante, Mentari, "ujarnya tulus.

Bara yang sedari tadi diam pun ikut buka suara.

"Kalian tidak perlu cemas akan hal apapun. saya akan bertanggungjawab dan siap kapanpun untuk menikahi Mentari. "

Mentari menangkap sosok itu. beberapa saat tatapan mereka terkunci satu sama lain dengan pikiran masing-masing. ingatan semalam langsung terputar dengan jelas di ingatan mereka. dan sialnya Mentari kehabisan kata untuk menanggapi Bara. dia juga tak punya kuasa menyalahkan cowok itu. sebab dia pun juga tak sadar sudah melakukan hal yang tak sepantasnya dia lakukan.

Jika boleh Mentari ingin sekali berteriak mengamuk mencaci maki menyalahkan Bara atas semuanya. tapi apalah daya, nasi sudah jadi bubur.

"Saya minta maaf Om, Tante. Saya benar-benar menyesal. saya tidak akan lari dari tanggung jawab atas perbuatan saya ini. sekali lagi saya meminta maaf, "final Bara sedikit menundukkan kepalanya dihadapan Tama.

"Semua akan mudah jika bisa di selesaikan hanya dengan kata 'maaf'. tetapi saya tidak membutuhkan itu. yang saya butuhkan adalah bukti dan tanggungjawab mu sebagai lelaki, hanya itu. "

Bara langsung menganggukkan kepalanya mantap.

"Saya akan berusaha sebisa dan semampu saya, Om, "jawabnya tegas.

.

.

.

to be continued..

BARA:My Menta, Mom Bastra {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang