Bara Mentari (6)

863 38 6
                                    

Selamat malam

.

.

bonus

.

.

Setelah tau dirinya hamil, Mentari lebih sering memperhatikan dirinya. dia juga masih belum memberitahu Bara akan hal itu. dia bingung harus mengatakannya bagaimana? dengan ekspresi apa? lalu bagaimana setelahnya? semua itu membuat kepala Mentari terus berdenyut-denyut.

"Morning!" sapa Tari bersemangat duduk disebelahnya.

Mentari mengangguk.

"Gimana kondisi lo? udah baikan?"

Mentari kembali mengangguk.

"Lo kenapa? loh, mata lo bengkak lo habis nangis? lo nangis kenapa? sini cerita sama gue ada apa sama lo, huh?"

Mentari cuman menggelengkan kepalanya saja.

"Gue cuman kecapekan doang Tar, "jawabnya terlihat lemas.

Ya orang sejak kemarin siang muntah muntah terus menerus karena mual. angannya sepulang sekolah nanti mau check up ke dokter kandungan bersama orangtuanya. keluarganya sudah membicarakan ini kepada keluarga Bastrannio, hanya Bara yang belum dikasih tau karena Mentari ingin mengatakannya sendiri.

"Lo kek orang sakit aja, muka lo juga lemas banget, Mentari,"

"Its okay. "

Mata mereka menengadah keambang pintu kelas dimana Zioga dkk memasuki kelas sambil terkekeh-kekeh entah menceritakan soal apa. lalu mata Mentari bertemu dengan Bara. cowok itu menatapnya sedikit dalam penuh isyarat, sedangkan Mentari hanya meneguk salivanya susah untuk bersikap normal seperti biasanya.

Bara sengaja melewati Mentari dari jarak dekat. Langkah Bara berhenti dengan naiknya alisnya ketika mendengar suara mual Mentari. ia melirik gadis itu melalui ekor matanya dimana Mentari menutup mulut serta hidungnya membuang muka dari Bara.

Kecurigaan Bara semakin besar tak kala matanya menangkap benda pipih didalam tas Mentari. benda panjang berukuran kecil ditumpukkan buku bukunya. lalu tatapan Bara jadi datar.

"Eh, Menta, lo di panggil bu Wita tuh, disuruh ambil buku ke kantor, "kata salah satu murid dikelas itu yang baru tiba membawa beberapa kertas hasil ujian minggu lalu.

"Ah? Iya. "

"Gue temenin, "ucap Tari.

Dua gadis itu meninggalkan kelas.

___

Bell istirahat berbunyi.

"Skuy kantin?" ajak Najak.

"Lo pada duluan aja. gue masih ada urusan, "tolak Bara.

"Jangan lama-lama, "ujar Arel.

"Yaudah. ayo guys!"

Bara menghela napas ketika teman temannya meninggalkannya dikelas. Bara mengeluarkan benda pipih itu dari saku celananya. dia sengaja mengambilnya disaat Mentari gak ada tadi dikelas.

Bara memfoto benda itu lalu menggunakan google lens untuk mencaritahu kegunaan benda tersebut. matanya membelalak sempurna.

"Bara?"

Cowok itu menoleh kesumber suara. dimana Mentari memasuki kelas membawa botol minumnya. Bara melirik botol berisikan air es tersebut. dia pun merebutnya dari Mentari dan menaruhnya diatas meja.

Bara menutup pintu kelas lalu mendorong Mentari pelan ke tembok. satu tangannya menyentuh dinding di samping kepala Mentari. satunya lagi mengangkat kedepan mata Mentari benda panjang berukuran kecil itu.

Mentari membelalakkan matanya kaget.

"Lo gak pengen jelasin sesuatu ke gue, hm?"tanyanya bernada berat.

Mentari meneguk salivanya susah.

"Ba-Bar"

Ssttt.

Bara menempelkan telunjuknya dibibir kenyal gadis itu.

"Bibir ini... bibir yang sudah pernah gue cium, kan?"

Dag Dig Dug suara jantung Mentari berdetak.

Bara menatap lembut kornea mata gadis itu. tatapannya terasa dalam dan menusuk.

"Sejak kapan lo hamil?"

"Bukan urusan lo, Bara. "

"Gue tanya sejak kapan?! "

"Apaansih?! gue gak hamil!"

"Lo bodoh? testpack ditas lo milik siapa selain lo, huh?"

"Bar, gue—"

"Jawab. "

"Se-sebulan lalu"

DAMN—!!!

Bara melepaskan Mentari kemudian meletakkan testpack tersebut kembali kedalam tas Mentari.

"Kita harus menikah. "

"HAH?"

"Gue bilang, kita akan menikah. "

"Tapi gue-"

"Gue gak butuh kesiapan lo. di perut lo udah ada anak gue. lo mau buat gue jadi sebrengsek apa lagi, Menta? lo pengen gugurin anak itu dan bikin gue jadi cowok yang gak bertanggungjawab setelah bikin lo hamil, gitu?"

"Tapi kita masih bisa gugurinnya kan, Bar? usianya juga masih terlalu dini. dan gue belum siap jadi ibu, gue masih pengen sekolah, lo juga, kan?"

"Lo bilang apa? gugurin? apanya yang gugurin, huh?! anak itu? jangan mimpi. "

Mentari terdiam ketika tatapan Bara berubah sangat menyeramkan terhadapnya.

"Lo... harus lahirin anak gue!" ia menekankan kata 'harus' itu.

"Gue gak mau, gue tetap bakal gugurin anak ini! gue-"

Bugh!

Tubuh Mentari merosot ke bawah. dia shock ketika Bara menghantam tinjunya ke tembok dingin disamping kepala Mentari dengan kuatnya. lalu Bara pun berjongkok menyentuh dagu Mentari.

"Lo mau lanjut part 2 kejadian di apartemen?"

"Kalau lo mau gue kabulin, "Bara mendekatkan wajahnya ke telinga Mentari. lalu dia berbisik pelan disana sambil memfokuskan tatapannya kedepan dengan nyalangnya. "Lebih brutal dari yang udah pernah kita lakuin. "

DEG.

Mentari menggeleng kalut. dia takut. takut sama muka menyeramkan Bara. dan sangat takut sama ancaman Bara.

Bara tersenyum mengelus pelan pipi mulus Mentari. Dia menampakkan sumringahnya.

"Ingat itu ketika lo mencoba untuk gugurin anak ini, "ujarnya mengusap pelan perut rata Mentari.

Dia memasukkan tangannya kedalam seragam Mentari sambil terus mengusap sayang perut gadis itu. dia juga meremas pelan pusar Mentari.

Cup

Mentari memejamkan matanya menerima ciuman Bara di pipi kanannya.

"Jaga anak kita baik-baik. "

Lalu dia melangkah pergi meninggalkan Mentari dengan keterdiamannya yang seribu bahasa kehabisan kata itu.

.

.

.

.

to be continued...

BARA:My Menta, Mom Bastra {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang