Hari-H

579 37 2
                                    

乁⁠[⁠ ⁠◕⁠ ⁠ᴥ⁠ ⁠◕⁠ ⁠]⁠ㄏ

Bara mengunjungi rumah orangtuanya. Anak kesayangan Tia dan Annio itu disambut hangat oleh orang rumah.

"Jadi, apa yang membuat kamu kemari?"Tanya Annio serius. Bara tidak akan meminta temu dengan dadakan kecuali ada urusan mendesak yang harus diberitahukan kepada papanya, Annio. "Katakan saja, apa yang membuatmu gelisah, Bara? Papa akan melakukan apapun itu buatmu."

Bara menyerahkan selembar foto dan beberapa barang bukti yang telah dia dapatkan berkat bantuan Boim atas insiden malam itu. "Aku mau dia hadir diacara pernikahan aku, Pa. Dan aku juga mau dia hancur."

"Baik." Annio menyimpan barang bukti itu kemudian melirik Bara. "Apa kamu menyesal Bara, sudah menikahi Mentari dan memiliki anak dengannya?"

Bara menggelengkan kepalanya. "Ini bukan tentang menyesal atau enggaknya, Pa. Awalnya memang berat buat aku menerima pernikahan itu di kondisi aku yang masih bersekolah dan ingin hidup bebas seperti teman teman aku."

"Aku juga terkadang iri dan pengen seperti mereka yang pulang pergi semaunya tanpa harus gak enakkan memikirkan seseorang dirumah yang menunggu kepulangan kita. Awalnya... itu yang aku pikirkan."

"Tapi Pa, semakin lama aku bersama Mentari, semakin lama kami bersama... aku semakin menyukai dia. Orang yang berada dibalik semua kejadian yang menimpaku dan Mentari...,"Bara menatap lurus papanya.

"Meski kejadian itu menyatukan kami dengan cara yang salah."

Bara menarik dirinya lalu bersandar disopa.

"Aku gak bakal memaafkan dia meskipun sekarang aku bahagia bersama Mentari."

Annio menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipisnya.

"Baiklah. Papa akan melakukan apa yang kamu minta. Lalu... sebagai balas budimu pinjamkan kami bayimu sepanjang hari untuk berjalan jalan dan bernostalgia. Papa sangat merindukan momen indah dimana papa dan mama mu menghabiskan waktu bersama tanpa gangguan."

"Kali ini papa ingin membuat momen bersama cucu papa."

乁⁠[⁠ ⁠◕⁠ ⁠ᴥ⁠ ⁠◕⁠ ⁠]⁠ㄏ

Bara menghampiri mamanya di dapur. Wanita tua itu sedang sibuk berkutat dengan adonan kue. Begitu melihat ada Bara yang datang mengunjunginya dia langsung antusias memasak di dapur menyiapkan berbagai jenis makanan kesukaan anak dan menantunya.

"Ma."

Tia menoleh cepat kearahnya kemudian melanjutkan aktivitasnya. "Sudah, bertemu papamu?"

"Yaa."

"Kamu pulangnya tunggu mama selesai nyiapin semua ini biar nanti bawa yang Mentari juga. Udah lama mama gak buatin dia kue bolu kukus sama puding."

Bara mengangguk menarik kursi kosong sambil memperhatikan mamanya. Dia rindu momen dimana mamanya membelai dan memberikan kasih sayang kepadanya.

"Bara kangen, di puk puk kepalanya sama mama sambil diceritain dongeng tidur."

Tia membisu. Kalimat Bara membuat hatinya sedikit sesak. Jujur saja dia juga sangat merindukan momen itu, dimana dia bisa 24jam menjaga Bara. Tapi dunia selalu berputar dan tak bisa berada di posisi yang mereka harapkan. Tia tidak mau bertindak egois, setiap orangtua pun menginginkan hal yang sama untuk anak anak mereka.

"Kenapa? Apa Mentari tidak memperlakukan kamu dengan baik?"

Bara menggelengkan kepalanya cepat. "Mentari baik kok ma. Sama baiknya kayak mama ke Bara. Bara bersyukur karena memiliki dua wanita terbaik sepanjang hidup Bara. Hanya saja Bara kangen sama mama."

BARA:My Menta, Mom Bastra {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang