Something

577 41 3
                                    

⊂⁠(⁠◉⁠‿⁠◉⁠)⁠つ

"Brengsek!" Cowok itu memukul dinding. Dia menjauh dari keramaian orang-orang yang sedang tertawa bahagia menyambut pesta meriah Bara dan Mentari. Dua perusahaan yang cukup berpengaruh bersatu dan semakin kuat. Annio dan Tia, sepasang suami istri itu sedang berdiri di dekat meja prancisan mengobrol bersama Tama dan Linda tentang bisnis kerjasama mereka.

"David."Matanya menangkap siapa sosok yang sedang memanggil namanya itu. Betapa terkejutnya dia kala Ona mendatanginya membawakan segelas minuman bewarna merah. "Ternyata benar itu lo?"

Cowok itu menatap Ona tak bersahabat. "Mau apa lo?!"Sentaknya tajam. "Apa lo merasa hebat karena nyawa lo selalu selamat dua kali?"

Ona menarik smirk.

"Gue memang hebat kalau lo lupa." Sinis Ona menjawabnya. "Lo lupa, lo selalu kalah melawan gue balapan di arena, hm?"

David semakin menguatkan kepalan tangannya. Cewek dihadapannya ini adalah cewek yang paling dia benci.

"Lo jangan terlalu sombong! Gak selamanya lo akan selalu mendapatkan kemenangan."

"Tapi gue wajib sombong. Karena gue percaya kalau gue akan selalu dikelilingi keberuntungan!"

David kagok olehnya. Tatapan Ona berubah jadi dingin. Dia menaruh gelas minumannya diatas meja sambil mengunci tatapannya kepada David.

"Na!" Zidan memanggil disaat yang tidak tepat. Padahal Ona belum selesai mengeluarkan unek-uneknya kepada David.

Kakak sialan.

"Lo ngapain disini?! Anak anak ngajak foto bareng tuh! Malah main ilang aja lo. Jangan keluyuran Na, ntar lo hilang. Gue juga yang di marah mama, ntar."

"Iya iya, gak usah ngomel."

Zidan melirik David. "Temen lo?"Tanyanya ke Ona, langsung dibalas anggukan kepala sama Ona.

"Oh? Hai, gue Zidan, kakaknya Ona."

"David."

Zidan merasa ada kejanggalan antar tatapan dua orang yang  disebut sebagai teman itu. Mustahil kan, teman, tatapannya kayak mau ngebunuh gitu?

"Ayo kak, kita kedalam. Gue tadi keluar nyari keberadaan Bastra."

"Oh oke. Bastra bukannya di dalam sama baby sister nya? Kejauhan lo cari keluar! Dasar banyak alasan lo!"

Diam Diam David memperhatikan punggung kepergian kakak beradik itu. "Harusnya malam itu yang gue hancurkan adalah lo Na. Dan bukan Mentari. Sialan!"

⊂⁠(⁠◉⁠‿⁠◉⁠)⁠つ

"Pagi Bara!"

Bara menoleh kebelakang menemukan sosok pak Damar. Dosen di kampusnya. Bara langsung menyalaminya sambilan tersenyum. "Ya pak?"

"Ah tidak. Selamat ya atas pernikahan kamu." Katanya menepuk-nepuk bahu Bara. "Memang tidak mengherankan lagi kalau anak muda memiliki anak di usia semuda itu. Untunglah kamu berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh sehingga orang tidak melakukan serangan secara terang-terangan ke kamu."

"Maksud bapak apa ya, bicara begitu?"Tanya Bara ketus.

"Loh? Enggak, saya enggak bermaksud menyinggung kamu kok. Kamu kan tahu ya, anak anak jaman sekarang berbeda sekali dengan jaman saya dulu. Dulu saya waktu muda gak mengerti soal wanita, sama sekali tidak. Ya saya tahu kamu mungkin melakukan itu karena kamu begitu mencintai istri kamu, saya mengerti, dia memang sangat cantik untuk sekedar dilewatkan. Saya hanya mengatakan sesuatu yang—"

BARA:My Menta, Mom Bastra {end}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang