03. Puncak Penghakiman

79.9K 8.4K 3.6K
                                    

03

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

03. Puncak Penghakiman

Hidup di antara kerumunan manusia itu bagaikan duduk dalam singgasana peradilan. Segala tindak-tanduk kita, apa yang kita lontarkan dan ucapkan akan selalu dihakimi.

Bedanya di sini, hakim yang menentukan bukanlah hakim yang memiliki wewenangnya, bukan mereka yang memiliki kapasitas, melainkan mereka yang berangkat dari kebiasan pandangan dan merasa bahwa mereka tidak akan bisa keliru.

Mereka merasa berhak untuk melakukannya, sebab mereka merasa bahwa kebenaran ada di tangan mereka. Mereka lupa bahwa pandangan mereka itu terbatas. Sepasang mata hanya bisa mengarah ke satu titik dalam satu waktu.

Dan terkadang aku juga ikut menjadi bagian dari mereka. Terkadang aku pun merasa layak untuk menghakimi sekelilingku. Tanpa sadar bahwa sebenarnya pandanganku juga bisa salah.

Lembayung

***

🥂 1.5k comments and 2.5k votes for next 🥂

***

Seumur hidupnya, tak pernah terlintaskan di kepala Maha untuk berpenampilan demi memikat atensi laki-laki. Sejak dulu Maha terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, dengan berbagai macam pelajarannya, dengan tulisan-tulisan yang menumpuk bersama nama penanya dan juga dengan beberapa tontonan yang menurutnya menarik. Dunia yang ia bangun sendiri terlalu asik sehingga Maha kurang tertarik untuk bersinggungan dengan orang lain.

Terlebih bagi Maha, manusia di sekitarnya itu banyak yang munafik. Terlahir dengan sendok berlapis emas, tentu Maha sudah biasa dijilati oleh lalat-lalat di sekitarnya. Mereka berusaha sebaik mungkin memukau bahkan menarik perhatian Maha agar bisa memanfaatkan perempuan itu.

Dan memalukannya, saat ini Maha lah yang berada di posisi tersebut, bersiap menjilati pria-pria dengan nama belakang Admoejo itu.

Maha menatap tampilannya di depan cermin. Seragam pelayan berwarna hitam berlapis kain putih itu terlihat pas di tubuhnya. Hanya saja pada bagian roknya terlihat lebih pendek dari seharusnya —berada beberapa jarak di atas lutut Maha, sebab tinggi perempuan itu yang melebihi rata-rata tinggi perempuan Indonesia pada umumnya.

Maha tahu bahwa seragam itu akan berpotong pendek di pahanya, namun sengaja ia tetap memilih ukuran tersebut. Dia mau terlihat terbuka dalam ketidaksengajaan. Karena Maha tahu di mata para pria, perempuan akan terlihat murahan jika ia berpakaian terbuka secara disengaja. Dan tentu perempuan seperti itu tidak akan menarik karena memberikan kesan mudah didapat.

LembayungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang