08. Masa Lalu dan Saat Ini
Kita mungkin bisa beralih, tetapi memori kita terhadap masa yang telah berlalu tidak akan bisa diubah atau digantikan. Mereka yang pernah mengisi, pasti akan selalu punya nilai sendiri, meski sebagian orang berusaha keras untuk mengelakannya.
Lembayung
***
🥂 3.3k comments and 3.5k votes for next 🥂
***
"How long do you want to keep this as a secret, Mas?" Suara perempuan yang tak asing itu mengalun di telinga Dewan dengan begitu lembut. Bagaikan apa yang terjadi beberapa bulan kemarin tak merubah cara perempuan itu berbicara kepadanya.
Dewan menghela napasnya, dia sejujurnya malas membicarakan soal perceraiannya itu, apalagi kepada tetua Admoejo. Bukan takut, melainkan mereka pasti akan punya reaksi yang kelewat heboh. "As long as I want," jawab Dewan. Berbeda dengan lawan bicaranya, Dewan berkata dengan nada yang tak ada halus-halusnya.
"They will find out, sooner or later, Mas."
"Let it be then," balas Dewan. "I'm not afraid, you know that."
"Bukan begitu, Mas Dewan ..." Logat perempuan itu, ketara sekali dia tidak fasih dengan bahasa yang dikatakannya. "I just—"
"Oke, if you want it so bad, I will tell them," potong Dewan. "Take care of my son, and you too." Terjadi jeda selama beberapa detik sebelum akhirnya Dewan menambahkan, "Just call me, if there is any problem ... or maybe if my son need me."
Setelah perempuan itu membalas, panggilan pun berakhir, membuat Dewan akhirnya menatap kembali layar ponselnya. Nama kontak pemanggil tadi kembali muncul, kali ini pria itu memutuskan untuk mengubah nama yang tersimpan di sana.
Eve, begitu Dewan mengganti nama kontak tersebut.
***
Tidak ada yang bisa Maha lakukan selama kepergian Dewan. Perempuan itu hanya berdiam diri di kursi yang terletak di pojok lantai tersebut. Sejujurnya dia ingin berbaur dengan pelayan di sana, namun sepertinya itu bukan keputusan yang tepat mengingat tiap pelayan di sana pastilah pernah menyaksikan apa yang ia dan Dewan sempat lakukan kemarin.
Cukup lama Maha berdiam diri, yang dia lakukan hanyalah berkutat pada ponselnya, menggulir berita-berita yang bermunculan di sosial media, kemudian berganti membuka lamannya sendiri untuk menuliskan beberapa hal. Begitulah waktu berlalu sampai akhirnya pintu lift terbuka juga, tepat pada pukul 10 malam.
Dewan berjalan dari sana, dan seketika itu langsung disambut oleh beberapa pekerja yang bertugas di sana. Seorang membantu melepaskan coat pria itu, dan seorang lagi berlutut untuk melepas sepatunya. Sementara Maha, ia pun langsung bangkit dari duduknya, menghampiri Dewan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung
RomanceMaha menjual dirinya kepada putra tertua keluarga Admoejo. Mungkin itu kalimat yang paling tepat untuk mendeskripsikan kondisi perempuan tersebut saat ini. Setelah bisnis rintisan keluarganya masuk dalam fase menuju kebangkrutan, Maha tidak memiliki...