05. Terdesak dan Meragu
Semua orang bisa dengan mudah menyuarakan perihal moral ketika sedang berbaring di atas kasur empuknya. Ketika bisa dengan nikmat menyantap sajian penuh nutrisinya.
Namun kala kondisinya berubah, kala desakan itu diberikan, nyatanya banyak dari mereka yang akhirnya melempar jauh moral yang tadinya dikoar-koarkan itu. Nyatanya moral itu mati juga dalam pahitnya kehidupan.
Dan akhirnya kini tiba juga giliran salah satu di antara umat manusia yang lain, untuk merasakan itu. Didesak oleh keadaan untuk keluar dari moral yang pernah dijumawakan, dan berakhir terjebak dalam keraguan yang agung.
Lembayung
***
🥂 3k comments and 3k votes for next 🥂
***
Dewan berusaha menahan dirinya, diarahkan tatapannya ke lain tempat sembari jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja di depannya. Namun itu tak berlangsung lama, karena pria itu akhirnya menyerah. Ia mengarahkan tatapannya kepada Maha yang saat itu masih dalam proses mengaitkan kancing kemejanya. "Bisa dipercepat tidak? Lambat sekali." Dewan terlihat seperti sewot sendiri.
Bagaimana tidak? Di saat otaknya sudah dengan jelas mengingat lekuk tubuh perempuan itu, ia malah harus berpura-pura tidak tertarik dan mengalihkan pandangan ketika Maha mengenakan pakaiannya.
Dewan saat ini berusaha keras mengenyahkan semua pikiran cabulnya terhadap Maha. Ia usap wajahnya dengan kasar sembari meraih tablet di dekatnya, karena sungguhan perempuan di depannya itu persis sekali seperti tipikal anak muda yang baru tahu dunia, merasa dirinya sudah paling dewasa padahal pengalaman hidup masih seukuran daun kelor.
"You are ... damn!" Dewan kehabisan kata-katanya saat membaca segala informasi mengenai Maha yang baru dikirimkan ke tabletnya.
Did I just fucked a girl from Soebardjo family?
Kepala Dewan terasa semakin mendidih karenanya, sedangkan yang menyebabkan terlihat tak merasa bersalah sama sekali. Lihatlah bagaimana Maha dengan tenang akhirnya duduk di hadapan Dewan setelah pakaiannya terpasang dengan baik.
"What is in your brain, huh? Stupidity?" Dewan masih saja mencecar perempuan itu. Ia lempar tablet di tangannya, sembari menyondongkan tubuhnya kepada Maha. "Datang ke sini untuk jadi wanita penggoda. Did your parents know about this?"
"Mereka ngga perlu tahu tentang ini," balas Maha. "I'm old enough to make decisions."
Tawa Dewan lepas juga, tentu ia tujukan itu untuk meremehkan perempuan di hadapannya. "Kamu mau tahu kenapa saya tadi dengan mudah menerima tawaran murahanmu itu?" Dewan kembali lagi pada nada bicaranya. Tidak ada lagi sirat penuh keterkejutan dan kekesalan itu, hanya ada nada penghakiman yang merendahkan. "That's because I want someone like you to lower your pride and suck me. You are very arrogant, and now I know where that comes from."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembayung
RomanceMaha menjual dirinya kepada putra tertua keluarga Admoejo. Mungkin itu kalimat yang paling tepat untuk mendeskripsikan kondisi perempuan tersebut saat ini. Setelah bisnis rintisan keluarganya masuk dalam fase menuju kebangkrutan, Maha tidak memiliki...