selamat membaca!
Flashback!
Aku berlari ke arah ruang mayat setelah merasa aku akan kuat untuk bertemu dirinya, namun bukan mendapati pacarku, tapi malah orang tuanya.
Mereka menatap ku sinis setelah tau aku berlari ke arah mereka, tidak peduli dengan kaki ku yang luka ini. Aku mempercepat langkah ku hingga aku tepat berada di hadapan orang orang tua pacarku.
"Kamu! Kalau bukan karena kamu dan keluarga kamu, anak saya masih ada di sini. Kamu dasar pembawa sial, jangan kemari, pergi dari sini!" teriak Mama-nya pada ku.
Dapat ku rasa panas pada pipi ku, mendapati Nenek-nya menampar ku kali ini setelahnya beliau kembali duduk tepat di samping Papa-nya yang hanya tertunduk diam.
"Maaf, maafkan Sisca Tante, Om dan Nenek. Sisca tidak tau apapun. Maaf," ucapku hingga aku terjatuh, sekarang mereka sudah menatap ke arah lain tanpa peduli denganku.
"Izinkan sebentar saja Sisca masuk? Sebentar, setelahnya Sisca akan pergi. Sisca akan menjauh dari sini, menjauh dari kalian sampai kalian tidak dapat melihat Sisca lagi," ucapku lirih, dengan mereka yang tetap diam.
Aku memilih untuk masuk, mendapati pacarku yang sedang terbaring di sana, wajahnya pucat dengan tubuh yang penuh luka. Apakah sekarang aku pantas untuk kau ajak bahagia Tuhan? Aku merasa tidak pantas.
Aku mencium tangannya, lalu keningnya, sama seperti yang biasa dia lakukan. Aku diam, tidak bersuara. Aku berharap tenang dan diam ku tidak memberatkan dia di sana.
Aku keluar dari ruangan ini, mendekati Mama-nya di kursi yang ada di depan, ingin menyalami dia. Dia menghempas tanganku, memilih untuk berdiri tepat di depanku.
"Bukan hanya pindah kota saja, kenapa kamu tidak ikut mati saja?" tanyanya padaku setelah aku bersimpuh di depannya.
"Ikutlah dengan mereka, dengan orang tua dan anak saya. Dan perlu kamu ingat, anak saya mati karena kamu. Jadi jangan harap saya akan memaafkan kamu."
Aku berdiri, mengangguk padamereka. Setelahnya aku pergi dari sana, mendapati bahwa handphone milikku berdering dengan nomor Om ku tertera pada layar.
Aku segera berjalan keluar rumah sakit, mencari di mana Om ku untuk lekas pulang bertemu dengan orang tua ku di rumah. Walau sama sekali tidak bisa untuk berbincang lagi dengan mereka.
"Maaf kalau Om menunggu lama, tadi Sisca habis dari administrasi sama ruang mayat," ucapku setelah masuk duduk di sampingnya.
"Kamu luka juga? Kenapa di perban begitu?" tanyanya, aku menggeleng menjawab itu.
"Langsung pulang aja Om, Sisca ga masalah. Mau cepat ketemu Ayah sama Ibu," ucapku sembari tersenyum lalu menatap ke arah luar mobil.
Tidak lama kami sampai di depan rumah ku, dengan banyaknya orang di sana. Aku keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam sana, mendapati peti mereka di tengah-tengah ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita | shansis - end
Randomini tentang perjalanan dengan rusak, patah, dan luka 'kita' setelahnya.