malam

330 44 1
                                        

selamat membaca!

Kami sekarang berada di pasar malam yang memang tidak jauh dari alun-alun kota, tentunya dengan remaja yang dimabuk cinta, sama seperti kami yang tengah dimabuk permasalahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami sekarang berada di pasar malam yang memang tidak jauh dari alun-alun kota, tentunya dengan remaja yang dimabuk cinta, sama seperti kami yang tengah dimabuk permasalahan.

Tentunya kami ke sini bukan karena hanya ingin membuang waktu tanpa alasan yang jelas, tapi untuk merayakan tepat satu tahun aku bersama dengan Sisca.

Banyak memang masalah yang ada, hampir mirip sinetron indosiar agaknya, kalau kata Mama, selagi kita mau untuk melewati itu bersama, itu bukan lah suatu permasalahan besar.

Karena kamu itu benar ingin bersama dia, atau hanya sekedar suka dengan dia, atau mungkin hanya sekedar menaruh rasa penasaran? Jangan seperti itu, perasaan manusia bukan hal yang misterius.

Dan tampaknya kami benar-benar ingin saling bersama, selama banyaknya masalah, mendukung dan menemani adalah hal wajib dalam hubungan ini.

Lihat sekarang, Kathrina dan dia yang sedang bermain, sisi anak kecil miliknya kembali keluar jika ada Kathrina bersama dengannya, sedangkan aku dan Gita memilih untuk duduk, membiarkan mereka berdua bermain dengan dunianya.

"Bagaimana kalau ternyata Kak Sisca beneran milih untuk pergi?" tanya Gita memecah keheningan.

Aku menoleh menatap ke arah Gita dengan tatapan tidak suka, ingin sekali berteriak membentak dirinya.

"Maksud kamu dia bakalan coba buat bunuh diri karena mau ninggalin masalah dia, begitu?" tanya ku memastikan.

Dia kembali menatap ke arah ku, memberikan senyum tipisnya itu.

"Ci, lihat dunianya sekarang ini, jangan egois," ucap Gita.

Dia menunjuk ke arah Sisca lalu kembali menatap ke arah ku yang tidak melepaskan padangan ku darinya.

"Cici bukan egois, tapi manusia mana yang rela setengah dari jiwanya mati, Git? Gila aja kamu? Dijaga omongan kamu," bentak ku.

Setelahnya aku berdiri, berjalan menjauh darinya, berjalan tak tau mengarah ke mana, menuju tempat apa.

Hingga langkah ku terhenti tepat pada permainan yang hadiahnya adalah boneka beruang besar, dengan begitu hadiah ku kali ini tidak hanya bunga dan cincin, tapi boneka ini juga akan ku pastikan menjadi hadiah lain untuk wanitaku itu.

Berulang kali mencoba, berkali-kali pula aku kalah, dengan begitu ini adalah percobaan terakhir sebelum akhirnya aku benar-benar menyerah pada permainan ini, namun belum sempat aku kembali memulai, ku dapati tangan yang memegang pinggangku.

Aku menoleh ke arah samping kiri dan kanan memastikan siapa ini, hingga ku dapati bahwa Sisca yang melakukan itu, dia tersenyum, dengan sedikit berjinjit dia mendekatkan wajahnya pada telinga ku.

"Semangat ya, kalau kamu menang, malam ini kamu boleh cium aku sepuasnya. Tiket untuk cuddle juga ada lho, jadi semangat," bisiknya.

Dia mengepalkan tangan kiri miliknya menyemangati, aku tersenyum dan kembali fokus dalam menembak agar semua terjatuh.

Dalam lemparan terakhir, hampir saja semua terjatuh, namun aku kembali gagal, ternyata semangat dari Sisca pun tidak bisa melawan hukum permainan pasar malam.

Aku langsung berjalan menjauh dari tempat tersebut dengan dia yang menyusul ku, dia menepuk bahu ku meminta ku untuk berhenti, lalu dia menarik tangan ku untuk duduk pada kursi yang ada di dekat kami, dia duduk lebih dulu.

Aku masih menunduk tepat di depannya, dengan sedikit tenaga miliknya dia menarik tanganku untuk benar-benar duduk pada kursi di sampingnya, dia mengayunkan kakinya yang memang tidak menyentuh tanah, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya senang.

"Sudah, gapapa lho. Jangan sedih, lain kali kita beli bareng bonekanya. Pakai uang hasil aku kerja dong sesekali, masa uang kamu terus? Kan aku juga udah kerja," omel dirinya.

Terlihat wajahnya yang kesal, dengan disusul cemberut pada akhirnya.

"Kamu ini menyemangati aku atau kamu ingin menumpahkan rasa kesal kamu ke aku?" tebak ku.

Dia terkekeh, "keduanya mungkin?" jawabnya.

"Emang kenapa sampai sedih gitu ga menang, ini boneka kecil aja udah lucu, bebek!" ucapnya antusias.

Dia mengangkat boneka bebek yang ku dapat, ukurannya kecil memang, daripada tidak mendapatkan apapun dari lima kali percobaan, setidaknya bebek pun bisa membuat dia sedikit bahagia seperti ini.

"Aku mau dapetin boneka beruang yang paling besar itu, buat kamu rencananya," ungkap ku.

Aku kembali menunduk, dia mendekat ke arah ku, menarik dagu ku untuk menatapnya yang sedang menggoyangkan boneka bebek tepat di depanku.

"Kamu ga liat ini? Bebek ini lucu sekali, sekarang dia anak kita ya? Bagaimana? Astaga, kamu perlu tau, Shan. Sudahlah, aku daritadi perhatiin kamu udah berjuang, ternyata buat dapetin itu doang," sindirnya disusul tawa.

"Ini, kenalan dulu sama anak kita," suruh sisca.

Terlihat dia mengulurkan tangan pendek dari boneka bebek itu, aku menerima uluran itu dengan sedikit tersenyum ragu.

"Halo, aku anak kamu. Nama aku, emm siapa ya?" ucapnya ragu.

Diia menatapku dengan tatapan bingung, aku ikut berpikir hingga satu nama terlintas dipikiran ku.

"Avel?" ucap ku ragu.

Dia tersenyum, "halo, nama aku Avel. Terimakasih sudah berusaha di sana, walau awalnya kamu bukan incar aku. Tapi, kamu hebat!" jelasnya.

Setelahnya dia menyuruh ku untuk menerima boneka itu, dengan begitu ku ambil boneka tersebut.

"Coba kamu peluk dia, makhluk lucu yang awalnya bukan keinginan kamu, tapi ternyata takdir suruh kamu buat lebih baik kalau dia saja. Takdir tuhan ga akan bisa kamu lawan, Shan. Begitu," ucapnya.

Dia berdiri dan berjalan ke arah depan ku lalu sedikit menunduk, dia mengulurkan tangannya, meminta ku untuk ikut dengannya.

"Ayo kita cobain semua permainan di sini? Sebelum akhirnya kita pulang, balik sibuk lagi, terus balik stress lagi, ayo?" ajaknya.

Dia menggoyangkan tangannya tepat di depan ku, dengan aku yang menerima uluran tangannya, menggenggam tangan itu yang sekarang membawa ku hampir ke seluruh permainan yang ada.

Hingga sekarang kami duduk tepat di depan tempat untuk mewarnai objek, dia dengan miliknya dan aku dengan milikku.

Aku memilih untuk mewarnai ikan dan dia yang mewarnai rumah beserta pemandangannya, hingga akhirnya selesai.

Gambaran miliknya dengan hasil paling cantik di antara kami berdua, dengan dirinya yang merasa bangga dan bertepuk tangan.

"Yeay! Cantik ga? Lihat, punya kamu kalah tuh sama punya aku. Balik TK lagi aja, tinggal mewarnai aja masa ga bisa? Wlee!" ucapnya mengejek.

"Iya, cantik sekali. Persis seperti kamu, kamu juga cantik. Jadi, kalau sudah berbangga dirinya, ayo pulang? Gita udah jemput tuh, udah di depan katanya," ajak ku.

Aku mengacak-acak rambutnya pelan, dengan dirinya yang sedang duduk pada kursi kecil di depan kanvas.

Aku membantu dirinya untuk membawa hasil mewarna kami dengan dia yang masih saja memeluk boneka bebek sembari berjalan, sesekali dia akan bersenandung kecil selama berjalan menuju ke arah mobil.

"Apa kamu bahagia sekarang?" tanya ku.

Dia langsung menoleh ke arah ku, melempar senyumnya yang paling indah jika ku ingat kembali.

"Sangat! Terimakasih ya, Shan? Aku kira, aku masih harus bersedih, masih harus takut. Tapi, kamu bikin aku bahagia hari ini."

"Ya, setidaknya aku lupa kalau kita punya masalah yang cukup banyak, masalah yang selalu menghantui meminta untuk kita selesaikan secepatnya," lanjutnya.

Aku tersenyum padanya yang sekarang sudah kembali menghadap ke depan, fokus pada langkahnya.

────

kita | shansis - endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang