Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku terbangun tapi tidak ku temukan Sisca di sekitar ku, aku mencarinya ke seluruh ruangan yang ada di kamar.
Aku menemukannya berada di balkon, hari memang sudah hampir sore, menekan-nekan bahunya dari belakang dengan jari ku.
"Lagi ngapain nih?" tanyaku.
Dia langsung menoleh ke arah belakang denganbterkejut.
"Shan, ngagetin aja."
Aku tertawa dengan akhirnya ikut menaruh lengan ku pada pembatas balkon seperti dirinya.
"Sejak kapan dan ngapain di sini?" tanyaku.
"Kamu sudah mendingan?" tanyanya.
Aku hanya mengangguk dengan kami sekarang hanya saling diam, Sisca juga sudah kembali menatap ke arah lain.
"Benar kata kamu, anginnya sejuk," ucapnya.
Dapat ku lihat dia yang begitu menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, sangat merasa nyaman dengan angin.
Aku mendekat lalu memeluknya, membawanya dalam pelukanku, ku usap punggungnya, ku bawa dia untuk duduk di kursi dengan dia di pangkuan ku.
"Sedih lagi ya? Tumbenan kamu begini," tanyaku.
"Semua tidak perlu berjalan sesuai takdir kamu, jadi kalau ada hal yang buat kamu kepikiran, ayo cerita ke aku," lanjutku.
Aku melepas pelukan ini, melihat wajahnya memastikan dia menangis atau tidak, hingga tidak ku temukan air mata jatuh, namun wajahnya terlihat sendu, hanyut dalam pikirannya.
"Sayang," panggilku dengan mengayunkan tanganku tepat di depan wajahnya.
"Eh? Kamu ngomong apa, Shan?" balasnya.
"Masuk ke kamar dulu ya? Udah mulai malam, mulai dingin juga. Ayo?" ajakku menurunkannya dari pangkuan ku.
Ku tarik perlahan lengannya untuk masuk ke dalam kamar, membuatnya duduk di tempat tidur, membiarkannya untuk bersandar dan menaikkan selimut untuknya.
Aku berdiri, memilih untuk berjalan ke arah meja di dekat pintu keluar. Duduk di kursi di depan laptop milikku lalu membukanya.
"Takdir itu tidak akan berjalan sesuai dengan apa yang kamu mau, semua akan berjalan sesuai takdir tuhan," ucapku.
"Terkadang, kita itu harus bisa bahagia walau kita sedang tidak bahagia. Walau jauh dari dalam kamu pasti tetap penuh luka, setidaknya tidak akan jadi hal yang perlu kamu khawatirkan."
"Seperti lagu yang akhir-akhir ini sering kamu putar, kamu tau liriknya kan? Mungkin belum saatnya bahkan selepas badai terbitlah pelangi," lanjutku.
"Badai kamu telah lewat kemarin, mungkin kita belum bisa jadi pelangi yang dimaksud. Tapi tunggu ya? Kita akan jadi pelangi dari badai yang kamu lewati kemarin."