Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku terbangun namun Shani tidak terlihat di kamar ini, tapi tidak lama dia keluar dari kamar mandi, dengan cepat dia berlari ke arahku lalu duduk tepat di sampingku.
"Sudah mendingan? Atau merasa masih sakit? Atau perlu sesuatu?" tanyanya tanpa henti.
Aku tersenyum ke arahnya yang sedaritadi terlihat sangat panik dan khawatir, memegang bahunya untuk sekedar menenangkan dirinya.
"Aku gapapa," ucapku dengan suara yang serak.
"Ga, itu suara kamu serak. Sebentar aku bikin teh tawar hangat, terus kamu makan, habis makan kamu minum obat," perintahnya.
Belum sempat aku menjawab dia sudah berjalan ke arah meja, menyiapkan makan dan minum seperti yang diucapkannya tadi.
"Maaf ya aku tinggal mandi tadi, niatnya kalau kamu udah bangun dan masih merasa sakit aku bakalan bawa kamu ke dokter. Tapi kebetulan mobilnya dipakai sama Gita buat ajak Atin jalan karena tadi malam batal."
Dia terus mengoceh selama menyiapkan makanan, dengan sesekali melihat ke arahku tidak lupa dengan senyumnya.
"Semalam itu pas banget kamu ketiduran, ternyata badan kamu juga ikut hangat, untungnya ga demam," lanjutnya.
Dia mendekat, menaruh mangkuk dan teh hangat itu pada meja di samping tempat tidur, meminta ku untuk sedikit bergeser agar dia mudah untuk duduk ingin menyuapiku.
"Hari ini tepat kita satu tahun, kamu ingat itu?" tanyanya.
Dia menatapku dengan terus menyuapi, aku tersenyum padanya lalu mengangguk.
"Bagaimana kalau kita tunda dulu untuk pulang hari ini? Kita pulang besok aja?" tawarnya.
"Besok juga hari minggu, sempat untuk kita pulang dan kembali bermesraan dengan ruangan kerja lagi," lanjut Shani.
Aku diam hingga akhirnya aku selesai dengan makan ku, dengan dia yang juga membantu ku untuk minum.
"Apa tadi malam mimpi mereka lagi? Atau kamu mimpi kita bisa bersatu melawan takdir lagi?" tanyanya.
Aku menoleh padanya yang sekarang sudah sibuk membuat kopi untuk dirinya, dengan aku yang hanya bisa menatap punggungnya.
"Aku mimpi mereka, Shan."
Dia langsung menatap ku, meninggalkan kopi miliknya, memegang tangan ku untuk dia genggam.
"Kali ini apa lagi yang mereka mau di dalam mimpi mu itu?" tanyanya.
Aku tersenyum, "masih sama, Shan. Mereka masih narik aku untuk ikut tanpa ngomong apapun."
"Tapi di sana ada kamu, kamu suruh aku lari menjauh dari mereka, kamu minta aku buat lari ke kamu, kamu di ujung sana cantik sekali. Kamu udah nunggu aku, kamu berdiri di sana seperti minta aku untuk peluk kamu."