Seorang laki-laki dewasa tampak duduk dengan sorot mata yang tertuju pada lembaran dokumen di atas meja panjang di hadapannya.
Matanya sama sekali tak teralihkan. Sesekali kedua alisnya menyatu di balik kaca mata minus yang dia kenakan.
Lelah terus menerus membaca, dia pun menyandarkan sejenak punggung kemudian menumpu siku tangannya pada pegangan kursi. Dengan menghela nafas berat, dia memijat keningnya sendiri hingga terlihat kerutan dari wajah letihnya.
Tiba-tiba, dari balik luar ruangan terdengar suara ketukan pintu beberapa kali yang mengharuskan dia untuk menjawab.
Laki-laki dewasa yang kini mengenakan setelan jas formal dengan rambut yang ditata serapih mungkin, menegakkan kembali tubuhnya setelah dia menyuruh orang yang berada di luar pintu untuk segera masuk.
"Selamat siang, Pak Edison. Pak Raul datang berkunjung ingin menemui Anda," ujar pria yang bernama Dahlan Surya.
Dahlan Surya merupakan sekretaris pria dari Edison Tirtanata. Seorang pengusaha dari PT. Sahari Group. Di mana perusahaan tersebut bergerak pada sektor Sumber Daya Alam.
Edison terhenyak ketika mendengar ada kunjungan dari ketua partai yang cukup besar, Partai Sejahtera Bersama, yaitu Raul Nasir ke perusahaannya.
"Ada tujuan apa beliau datang ke mari, Dahlan?" tanya Edison seraya membetulkan posisi jas yang ia kenakan.
"Saya kurang tahu, Pak. Maaf." Dahlan membungkuk maaf.
"Ya sudah, persilahkan masuk sekarang. Sangat tidak sopan membiarkan beliau menunggu terlalu lama," suruh Edison dan segera dikerjakan oleh Dahlan.
Tidak sampai 5 menit, ketua partai yang memiliki massa pendukung cukup besar dan sangat mendominasi pada pemilihan presiden 4 tahun silam itu, datang menemui Edison dengan senyum mengembang.
Edison yang sudah dalam posisi siap menyambut tamu, beranjak menyalami Raul dengan tawa yang terdengar renyah.
"Kehormatan besar bagi saya kedatangan tamu besar seperti Anda, Pak Raul Nasir," tutur Edison basa-basi.
Raul Nasir, si pemilik rambut yang hampir sebagiannya dipenuhi dengan warna putih itu tampak membalas tawa Edison tidak kalah menggelitik.
"Anda terlalu merendah, Pak Edison," balas Raul.
Setelahnya Edison mempersilahkan Raul untuk dapat duduk di sofa santai yang berada di tengah-tengah ruang kerjanya.
"Jadi, ada keperluan apa ini Anda sampai repot-repot datang mengunjungi perusahaan kecil saya?" Edison merendah.
"Sifat rendah hati seperti Anda inilah yang membuat saya kagum, Pak Edison." Raul membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman saat berbincang.
"Jadi begini, Pak Edison. Partai kami sejak dulu sangat menyukai pribadi Anda yang ramah, hangat, dan pekerja keras. Sangat cocok dengan visi misi yang selalu kami kumandangkan kepada khalayak.
"Mengingat pemilu akan segera diselenggarakan, sebagai partai yang memiliki bendera cukup besar dan memiliki nama yang cukup tenar juga, izinkan kami datang untuk meminang Anda serta mengusung Anda sebagai calon presiden dari kubu kami."
Edison seketika terdiam. Dia begitu terperanjat mendapatkan penawaran yang sangat tiba-tiba seperti ini. Bahkan sejak semalam pun Edison tidak memimpikan apa pun.
Melihat ekspresi kaget Edison, Raul menepuk pundak Edison seraya kembali tertawa garing. Raul sangat mengerti pasti Edison terkejut karena selama ini sebagai pengusaha, Edison sama sekali tidak pernah berkecimpung di dunia politik.
Kesehariannya hanya dihabiskan dengan melihat kurva naik turun saham dan angka penjualan. Serta laporan keuangan yang telah disusun rapih oleh accountan di perusahaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, CAPTAIN! (TAMAT)
RomansaCerita Fiksi-Romance Semua peristiwa tidak benar terjadi Blurb : Reyvitto, Kapten pasukan khusus yang bertugas di wilayah konflik Bumi Cendrawasih. Menanggulangi kelompok yang berniat memberontak dan membuat kericuhan di sana. Dokter Jennifer, dokte...