"Sudah, dokter. Saya sudah bertemu calon istri saya dan dia semakin cantik dengan rambutnya yang sedikit lebih pendek. Dia terlihat lebih kurus tapi saya tetap mencintainya, dok."Saya merindukannya ... Saya pikir akan kehilangan dia selamanya, dok.
"Saya ingin katakan padanya, kalau saya ke sini untuk menjemputnya pulang."
Pecahlah sudah buliran bening yang tadi hanya menggenang di bawah kelopak mata Jennifer.
Tangan mungilnya kini melebur dan mendekap erat di atas tubuh berbalut jaket kulit hitam dengan model moto racer.
Kepalanya dia sandarkan di atas dada bidang sosok Reyvitto yang datang dengan cara mengejutkan dan memecahkan kerinduan yang menghimpit dada Jennifer selama dua tahun ini.
"Vi ...." Suara Jennifer terdengar lirih.
Bagian lengan dari jaket kulit itu dicengkeram sangat kuat oleh Jennifer.
Dia meluapkan seluruh perasaan yang selama ini hanya bisa dia tulis di atas kumpulan kertas yang disusun menjadi satu untuk kemudian dia tutup kembali.
"Vi ...." Jennifer semakin tersengguk.
"Hei, Sayang ... kenapa nangis? Kamu ngga senang aku di sini?" goda Rey dengan tangannya mengusap punggung Jennifer.
"Pertanyaan konyol!" hardik Jen memukul lengan Rey.
Silvi yang sejak tadi menjadi penonton dari pertemuan dua raga yang sempat terpisah oleh keegoisan, tanpa perlu dijelaskan lagi dia sudah paham maksud dari kata-kata Jen tentang janji yang dipegang.
Silvi menyunggingkan senyum tipis dan terlihat dua lesung pada bagian pipi tirusnya.
Memilih untuk memberikan waktu kepada dokter kesayangannya itu, Silvi undur diri dari ruangan setelah sebelumnya dia berkata, "Dok, siang ini saya makan siang di warung depan saja."
Ucapan yang mengandung sarat kalau dia menyuruh Jennifer untuk memberikan bekal yang seharusnya menjadi makan siangnya kepada laki-laki yang ternyata memiliki visual dengan bentuk rahang keras seperti lapisan beton dan kedua alis membentuk jajaran semut kecil berbaris.
Setelah Silvi keluar dari ruangan, barulah Rey beranjak dari ranjang pasien untuk berjalan mendekati Jen yang sedang melangkah menuju mejanya.
"Apa kabar?"
Tanya keduanya secara bersamaan.
Rey tertawa kecil. Begitu pula dengan Jennifer. Keduanya seperti dua orang asing yang baru saja berkenalan. Tersenyum malu-malu layaknya anak remaja yang baru memadu kasih.
"Kenapa kita jadi salah tingkah begini?" celetuk Rey mendaratkan bokongnya di kursi yang berada di depan meja Jennifer.
Jennifer mengangkat kedua bahunya seraya menggelengkan kepala.
"Kamu kapan pulang?" Jennifer membuka pertanyaan basa-basi.
"Kemarin siang," jawab Rey membuat pupil mata Jen seketika membesar.
"Kemarin siang? Dan siang ini kamu sudah ada di sini?" Jennifer menyandarkan punggung lalu melipat kedua tangannya.
"Lalu apa yang membuat kamu menemuiku dan siapa yang memberi tahumu? Kamu bahkan belum istirahat pastinya," cecar Jen memberikan tatapan penuh selidik.
Rey melayangkan senyuman lebar saat melihat ekspresi Jennifer yang menurunkan dagu dan menyipitkan matanya.
"Tentu saja yang membuatku ke sini adalah untuk menjemput pulang calon istriku yang sempat hilang dan siapa yang memberi tahu -Rey berpura-pura berpikir- rasanya ngga perlu juga aku bilang."
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, CAPTAIN! (TAMAT)
Любовные романыCerita Fiksi-Romance Semua peristiwa tidak benar terjadi Blurb : Reyvitto, Kapten pasukan khusus yang bertugas di wilayah konflik Bumi Cendrawasih. Menanggulangi kelompok yang berniat memberontak dan membuat kericuhan di sana. Dokter Jennifer, dokte...