*Malam lamaran*"Selamat malam, maaf mengganggu waktu Anda, Pak. Saya akan melaporkan tindakan pidana mega korupsi. Saya Julian Tirtanata mengajukan diri sebagai saksi."
Sesudahnya, Julian mengukir senyum puas di wajahnya dengan pandangan dia layangkan pada Jennifer yang belum juga berhenti terisak sedih.
***
Tujuh hari pasca malam petaka bagi hidup Reyvitto dan juga Jennifer, kehidupan yang dijalani oleh dua orang yang saling mencinta itu laksana berkabung dalam duka.
Jennifer sudah satu minggu tidak keluar kamar. Dia juga tidak mau memulai praktek atau bertemu wartawan mau pun orang-orang dari pihak agensi film.
Bak raga tanpa nyawa, seperti itulah Jennifer. Matanya kosong seperti tak memiliki warna hitam di sana. Kelopak matanya cekung dan menghitam. Bibirnya kering seperti kekurangan cairan. Detik demi detik bagai menghitung hari kematiannya sendiri yang tersisa 7 hari lagi.
Ponselnya disita oleh Edison. Seluruh akses untuk dia melarikan diri pun di kunci dengan rapat.
Jennifer hanya ingin bertemu dengan Rey. Dia merindukan kekasihnya itu. Mengapa di saat seharusnya sudah berakhir indah, justru di saat itulah dimulainya bencana.
Acara pernikahan yang bagi sebagian orang merupakan pelaksanaan hari membahagiakan, tapi bagi Jen, tidak lebih dari pelaksanaan hari hukuman mati.
Di mana saat itu terjadi, Aliando yang berperan sebagai algojo sudah menebas lehernya ketika dia selesai mengucapkan janji pernikahan.
Kenapa bisa seperti ini? Ke mana perginya kebahagiaan dia yang selama ini dirasakan bersama Rey?
Jen hanya ingin Rey bukan yang lain.
Sementara Jennifer larut dalam lamunan, pintu kamarnya terbuka. Jen yang saat ini memainkan gunting di tangannya menoleh cepat dan kembali mengabaikan orang yang datang ke kamarnya.
"Kamu mau bunuh diri, Dek?" tanya Julian santai.
"Rencananya gitu. Kenapa Kakak ke sini? Mau jadi saksi kematianku?" ketus Jennifer dengan dagu yang dia tumpu pada dua lutut.
Julian berdecak sembari tertawa geli.
"Cuma mau pastiin kalau kamu baik-baik saja dan bisa melangsungkan pernikahan dengan baik." Julian merebut gunting di tangan Jennifer.
Jennifer mendelik lebar ke arah Julian.
"Dengerin Kakak ... kamu harus kuat sampai hari pernikahanmu," sambung Julian menatap Jennifer dengan tatapan menusuk.
"Gila, kalau Kakak ke sini hanya untuk mengatakan hal itu. Lebih baik keluar," usir Jennifer sembari berusaha mengambil kembali gunting dari tangan Julian.
"Percaya sama Kakak, Dek. Kakak ngga akan menjerumuskan kamu. Walaupun pada akhirnya kamu dan Vitto memang belum berjodoh, tapi Kakak ngga mau hidup kamu dijual belikan untuk kepentingan politik."
Jennifer menatap Julian dengan sorot berbeda. Dia seperti ingin mengetahui rencana yang sedang dibuat oleh Julian. Dia percaya kalau Julian tidak akan seperti papanya yang berubah karena gila jabatan.
"Kamu percaya, Kakak 'kan?" ulang Julian dan langsung disambut anggukan kepala oleh Jennifer.
Senyum hangat pun tersungging dari wajah Julian. Dia segera mengusap rambut Jennifer dan berkata, "Jangan bunuh diri, Dek.
"Bunuh diri ngga akan membuat kamu lebih bahagia. Kamu justru tersiksa dan merana. Harusnya masalah kamu bisa diselesaikan, tapi karena kamu bunuh diri, penderitaan kamu malah ngga ada akhirnya, Dek."
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, CAPTAIN! (TAMAT)
RomanceCerita Fiksi-Romance Semua peristiwa tidak benar terjadi Blurb : Reyvitto, Kapten pasukan khusus yang bertugas di wilayah konflik Bumi Cendrawasih. Menanggulangi kelompok yang berniat memberontak dan membuat kericuhan di sana. Dokter Jennifer, dokte...