Bab 28. Meminta Restu

1K 43 1
                                    

Pada akhirnya, sekuat apa pun Jennifer menghindari kenyataan yang menimpa hidupnya selama dua tahun ini. Bagaimana seluruh jagat telah memutar balik isi dari alam semestanya, Jennifer tidak akan pernah bisa mencegah kalau  dia harus kembali dipertemukan dengan dua sosok penting yang sudah sukses melakukan hal itu semua kepadanya.

Edison Tirtanata dan Anggun Laksmi ...

Seperti yang diucapkan oleh Reyvitto pada saat melamarnya kalau dia ingin menulis cerita baru pada buku yang baru juga, dia akan memulai alinea pertama dengan kata "restu".

Satu kata menyiratkan awal dari perjalanan selanjutnya bagi Rey dan Jen. Restu ibarat jalan yang nantinya akan mereka tapaki sepanjang pernikahan mereka. Muluskah atau penuh kerikilkah, semua tergantung dari satu kata itu, restu.

 Maka, hari ini setelah melewati perdebatan panjang dan penolakan yang semula dilakukan oleh Jennifer,  akhirnya dirinya mau sedikit menurunkan ego berkat kesabaran Rey dalam membujuk untuk selanjutnya Jen mau menginjak kaki di lapas khusus wanita, bertemu dengan Anggun.

Nafas berat dan tangan penuh keringat mencerminkan kondisi fisik Jen saat ini. Sebagai anak dia memang wajib memaafkan orang tuanya, tapi apakah salah jika dia belum bisa melakukan hal itu sekarang? Apakah dia telah menjadi anak durhaka hanya karena belum bisa memaafkan mereka untuk saat ini, sedangkan mereka telah berbuat keji dan kejam padanya tapi kenapa tidak ada orang tua durhaka?

Pergemulan pikiran seperti itu terus berkembang di dalam benak Jen selama langkahnya menyusuri lorong lapas perempuan di dampingi oleh Rey. Tangan besar Rey tidak pernah lepas menggenggam tangan Jen, sekedar memberikan kekuatan kepadanya.

"Untuk apa kau ke sini?" tanya Anggun menatap penuh kebencian kepada Reyvitto.

"Ma --" Ucapan Jen segera disela oleh Rey.

"Nyonya, saya ke sini ingin meminta restu kepada Anda. Saya ingin menikahi putri Anda,"  jawab Rey sopan.

Wanita yang dulu selalu terlihat awet muda dengan balutan make-up dan pakaian modis mahal, berdecak tidak suka. Wajahnya yang kini kelihatan pucat di tambah pakaian sederhana yang kini melekat di badannya, seolah menghilangkan citra wanita sosialita dan seorang desainer kondang, walaupun tidak melunturkan garis kecantikan darinya.

Anggun menatap sinis pada Rey. Kebencian pada putra dari pria yang sudah menolak cintanya itu ternyata memang nyata adanya. Selama ini dia hanya berpura-pura baik dan sayang pada Rey, karena pada akhirnya ternyata dialah tokoh utama atau dalang yang memberikan perintah kepada Raul Nasir untuk memecah belah persahabatan antara Edison dan Adhikara.

Saat itu, Anggun dengan rayuannya meminta Raul agar pemilik partai tersebut meminang Edison sebagai calon presiden dengan syarat nikahkan Jen dengan Aliando. Anggun juga menjanjikan kalau Edison nantinya akan menjadi tambang uang bagi kelancaran dan kemulusan jalan politik Raul.

Siapa pun orangnya pasti akan tergiur, begitu juga dengan Raul. Dia sudah berencana akan memanfaatkan kekayaan Edison untuk dia jadikan sebagai investor dan donatur di setiap kebutuhan bisnis dan partainya. 

Namun, akhirnya jalan picik yang dilakoni oleh Anggun, harus dia tanggung sendiri akibatnya.

Anggun terus melemparkan tatapan jijik dan benci kepada Rey. "Kalau saya tidak merestui, apa kau masih mau menikahi Jen?"

Kesabaran Rey sungguh diuji oleh Anggun yang sama sekali tidak menjadikan hukuman seumur hidup berdasarkan keputusan pengadilan untuknya dan Edison, sebagai pelajaran dia dalam memahami kesalahan yang sudah dilakukan.

"Restu orang tua memang ridho Tuhan, tapi saya rasa Tuhan pasti mengerti restu orang tua mana yang bisa dijadikan patokan untuk-Nya tidak memberikan ridho jika tidak adanya restu tersebut." Sorot mata tajam Rey semakin menggambarkan bentuk keyakinan besar dalam setiap kata yang dia ucapkan.

YES, CAPTAIN! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang