Kepulangan Jennifer kembali ke kota, nyatanya sudah menjadi hal yang sangat dinantikan oleh mereka yang menyayanginya.Senyum haru Jennifer perlihatkan ketika kakinya sudah menapak di area bandara.
Berpenampilan serba tertutup, Jen sudah disambut suka cita oleh Julian yang mengajak serta Widya serta bayi laki-lakinya. Tidak lupa Adhikara dan Rukmini. Serta sosok yang selalu dirindukan dan merindukan Jennifer, Reyvitto.
Penerbangan malam dini hari, dan landing pagi hari, membuat suasana di dalam bandara masih belum ramai dengan penumpang penerbangan dalam mau pun luar negeri.
Senyum cerah terlukis nyata dari wajah mereka yang sudah berdiri menanti kedatangan Jennifer.
Satu tahun setengah sudah dia bersembunyi, dan setelah dipaksa pulang oleh Reyvitto hanya membutuhkan waktu dua minggu untuk menyelesaikan proses mutasi serta kepulangannya kembali.
Tangis pilu pun mengiringi lambaian perpisahan dari Silvi kepada dokter tersayangnya itu. Lagi-lagi, Jennifer meninggalkan sebuah nama dan kenangan di bumi cenderawasih.
"Jenie!" Tubuh Rukmini melebur mendekap erat Jennifer dengan letupan emosi tangis mengharu biru.
Layaknya seorang ibu yang merindukan putri yang hilang, Rukmini tidak henti-hentinya menumpahkan air mata yang terus mengucur.
"Putri Ibu, tolong jangan pergi lagi." Rukmini menyapu kedua pipi Jen yang sudah basah.
Jennifer mengangguk dengan senyum getir. "Jen malu sama Ibu dan Ayah."
Jennifer mengalihkan tatapan sendunya kepada Adhikara yang berdiri persis di samping Rukmini.
Adhikara spontan menyentil kening Jennifer. "Anak nakal, beraninya kamu berkata seperti itu dengan orang tua sendiri."
Tanpa bisa dibendung lagi, Jennifer pun langsung memautkan tubuhnya ke dalam dekapan Adhikara.
"Maaf Ayah ... maaf ... maaf. Jen ngga punya muka buat ketemu kalian. Apa yang udah papa dan mama lakuin ke kalian, benar-benar membuat Jen malu," lirih Jennifer.
"Yang berbuat salah mereka, kenapa harus kamu dan Julian yang menanggungnya?" Adhikara merelai pelukan hangatnya kepada Jennifer.
"Ya sudah, sekarang kita pulang ya," ajak Adhikara yang justru disambut wajah bingung milik Jennifer.
"Kamu mau tanya pulang ke mana?" tebak Adhikara.
Jennifer memanggut cepat.
Adhikara membuang nafas panjang. Dia menengok ke belakang melihat Rey.
"Vitto, cepat ajak adikmu ke rumah kita," tandas Adhikara membuat Rey tersentak tak terima.
"Siapa yang adik? Vitto ngga punya adik, punyanya calon istri. Ayah sembarangan kalau ngomong," protesnya mengundang tawa tertahan dari orang-orang yang berada di sana.
Lengan panjang Reyvitto langsung menarik cepat pergelangan tangan Jennifer dan membawanya keluar dari gate.
Adhikara mendekati Julian yang selama ini juga ikut menghilang dan sulit untuk dihubungi.
"Jul, kalian berdua anak kami. Jangan berbuat seperti itu lagi. Kalian sudah membuat orang tua khawatir," seru Adhikara terdengar ketus tapi tersirat penuh kekhawatiran.
Julian yang sedang menggendong buah hatinya hanya bisa menganggukkan kepala dan menangis kecil.
Dirinya dan Jennifer sudah merasa malu dengan keluarga Adhikara atas perbuatan kedua orang tuanya, tapi Adhikara justru tetap merentangkan kedua tangan dan memeluk mereka dengan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, CAPTAIN! (TAMAT)
RomanceCerita Fiksi-Romance Semua peristiwa tidak benar terjadi Blurb : Reyvitto, Kapten pasukan khusus yang bertugas di wilayah konflik Bumi Cendrawasih. Menanggulangi kelompok yang berniat memberontak dan membuat kericuhan di sana. Dokter Jennifer, dokte...