>02<

101 22 8
                                    

02. Bertemu Lagi

Adira berulang kali melirik jam tangannya, dia sedang menunggu dua sahabatnya yang belum keluar dari kelas. Seminggu setelah PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) atau dulu sering dikenal dengan OSPEK, Adira dan kedua temannya sudah mulai perkuliahan normal. Dia dan dua sahabatnya mendapat kelas yang berbeda.

"Telpon aja?" bimbang Adira yang sudah menunggu selama kurang lebih 15 menit.

Adira segera menggeleng, dia takut jika nanti menghubungi mereka dan masih ada dosen itu akan sangat mengganggu. "Duluan aja? Nanti tinggal chat," putus Adira.

Dia segera mengirimkan pesan di grup chat mereka.

✉️Adira [Anda]
Assalamualaikum, tmn-tmn. Ak ke kantin duluan, kalian klo mau pesan. Chat aja. Maafkan udh laper sngat.

Setelah mengirim pesan tersebut, Adira segera ke kantin fakultas. Dia sudah beberapa kali makan di kantin tersebut, karena lupa membawa bekal.

Hanya perlu waktu kurang lebih tujuh menit berjalan kaki, Adira sudah sampai di kantin. Hari ini kantin tidak terlalu ramai dan Adira sangat bersyukur dengan itu.

Adira segera pergi untuk memesan seblak yang sudah dia incar sejak kemarin. Sebelum memesan, dia kembali mengejek ponselnya. "Oh ada balasan."

📩Adesya
Gue sm Syafa mau seblak spesial. Lv 6

✉️Adira [Anda]
Siap!

Adira segera menulis menu seblak yang dia dan dua temannya mau. Karena Adesya tidak memberitahu mereka mau minum apa, Adira memilih memesankan mereka es susu rasa vanila seperti miliknya.

Setelah memesan, Adira segera mencari tempat duduk. Karena tidak berhati-hati, Adira tak sengaja menabrak seorang laki-laki. Brakk.

"Maaf," ucap Adira.

Laki-laki itu menangkupkan tangannya dan berkata, "Maaf, tidak sengaja." Lalu pergi menyusul teman-temannya. Karena penasaran Adira melihat ke arah punggung laki-laki itu dan melihat ke arah teman-teman laki-laki itu. "Eh!" Kedua mata Adira membulat lantaran terkejut. Dia buru-buru berbalik dan mencari tempat duduk.

Setelah mendapat tempat duduk, Adira merasa menyesal. "Kenapa aku kayak maling ke tangkep basah?" pikirnya.

"Hei!"

"Astaghfirullah," Adira terkejut. Dia langsung memukul pelan Adesya yang menjadi pelaku. "Kalo jantungan gimana coba?"

"Ya tinggal panggil ambulance," jawab Adesya dengan sangat santai.

Syafa yang mendengar jawaban Adesya, melempari gadis itu dengan sedotan yang tersedia di meja. "Kalo ngomong lancar bener."

"Tahu nih! Marahin Fa!" pinta Adira yang merasa sedikit marah.

Tapi marahnya Adira seketika meluap bersamaan dengan datangnya, seblak ayu pesanan mereka. "Ini level 10 yang dua lagi level 6," ucap Bu Ayu pemilik kedai seblak.

"Makasih, Bu."

"Sama-sama, Neng."

Adira segera mendekatkan seblak berkuah merah pekat itu, "Masyaallah akhirnya makan seblak."

Kedua sahabatnya saling berpandangan, "Gue gak mau tanggung jawab kalo sampai Tante Ai tahu," ujar Syafa.

Adesya juga mengangguk, "Sama. Kita gak mau tanggung jawab loh, Ra. Lo sendiri yang pesen level 10."

"Iya," jawab Adira dengan santai.

Gadis itu kembali menikmati seblaknya dengan sangat lahap. Setelah sekian lama tidak makan seblak karena Umma Aira yang melarang.

****

Aldo hanya menatap datar kakaknya yang sudah bolak-balik tiga kali ke kamar mandi. Niat awal ingin bertanya pada sang kakak, tapi kakaknya malah sakit perut.

"Kak! Gue ambilin obat diare ya?" tawar Aldo yang tidak tega melihat wajah pucat Adira.

"Kakak gak diare, Do." Adira menolak untuk minum obat, walau dia tahu rasa obatnya tidak pahit, tetap saja namanya obat pikir Adira.

"Nurut, Kak. Gue bilangin Umma malah dianter ke dokter nanti," ujar Aldo. Dia segera keluar untuk mengambil obat, tapi di luar kamar kakaknya dia berhenti.

"Kotak obat ditaruh mana? Kan gue gak tau," ujar Aldo. "Terpaksa tanya Umma."

"Tanya apa Do?"

Mendengar suara Umma Aira, Aldo segera berbalik. "Eh! Ada Umma. Bukan apa-apa kok, Ma."

"Bener?"

Aldo menggaruk kepalanya, melihat gelagat putranya Umma Aira paham ada yang disembunyikan. "Ada apa? Cerita sama Umma."

"Itu," Aldo menunjuk kamar kakaknya. "Kakak diare," ucap Aldo pelan.

Umma Aira mengangguk, "Aldo tolong ambilkan obat di lemari dekat ruang keluarga. Tahu kan nama obatnya?"

"Tau Umma."

"Sama bawakan air putih hangat," titah Umma Aira.

Aldo segera mengambil obat yang harus diminum kakaknya. Sedangkan Umma Aira masuk ke dalam kamar.

"Umma!" panggil Adira lirih. Bibirnya yang bisanya berwarna merah muda menjadi pucat. "Perutnya masih mules?"

Adira menggeleng, "Cuman masih sakit perutnya."

"Habis ini minum obat, tadi diambilkan Aldo."

Setelah Aldo datang, Umma Aira membantu Adira untuk minum obat. "Kakak langsung istirahat!" ucap Umma Aira.

"Tapi Aldo?" tanya Adira pelan.

"Gue gampang, Kak. Lo istirahat aja, gue bisa tanya ke Baba nanti."

"Iya, biar Aldo belajar sama Baba. Kakak istirahat," putus Umma Aira.

Adira mengangguk patuh.

****

Aldo segera membereskan buku-buku miliknya, dia baru saja selesai belajar dengan Baba Zaidan. Sedangkan Umma Aira mengurus kakaknya yang sakit.

"Kakak sudah mendingan, Umma?" tanya Baba Zaidan ketika istrinya sudah bergabung.

Umma Aira mengangguk, "Alhamdulillah sudah, sekarang anaknya lagi tidur. Baba tolong tanyakan temen-temen kakak. Siang tadi makan apa? Sampai diare."

"Paling seblak," celetuk Aldo.

"Kampus kakak ada seblak?" tanya Umma Aira pada Baba Zaidan yang pernah menemani Adira mendaftar.

Baba Zaidan meringis, "Ada."

"Tuh kan! Pasti makan seblak itu, Umma."

"Nanti Umma nasehati kakak. Harus lebih selektif pilih makanan, jangan hanya sekedar suka. Malah berakibat fatal."

Aldo mengacungkan dua jempolnya setuju. Lalu duduk mendekat pada ummanya. "Kenapa?" tanya Umma Aira.

"Umma, Aldo lapar nih habis belajar. Boleh tolong buatkan nasgor bakso?"

Umma Aira tertawa pelan, "Putra Umma lapar ternyata. Baik, Umma buatkan asalkan Aldo mau nunggu?"

"Makasih Umma."

"Baba mau nasgor juga?"

Baba Zaidan mengangguk, "Boleh. Baba naik dulu, mau lihat kakak."

Baba Zaidan naik ke lantai atas menuju kamar putri sulungnya. Dengan perlahan, dia membuka pintu kamar. Lampu utama kamar sudah dimatikan, hanya menyisakan lampu kecil. Gadis remaja yang biasanya tersenyum, kini terlihat lemas dan pucat.

Baba Zaidan berjalan mendekat, dia juga membenarkan letak selimut putrinya. Mengusap surai hitam milik putrinya, lalu mengecup kening putrinya lama. "Syafakillah putri Baba," bisiknya.

#03Mei2024

Hallo! Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Gimana kabarnya hari ini? Sudah makan siang kah? Jangan tiru Adira ya😭 walau kalian pecinta pedas, lambung kalian yang kena. Kan kasihan :(

Terima Kasih DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang