>32<

34 14 0
                                    

32. Keputusan

Masih tak menyangka jika hari ini akan datang. Hari dimana perjuangan selama kurang lebih empat tahun ini selesai. Baju toga sudah digunakannya.

"Dylan!" panggil Mama Liana.

"Iya Ma?"

"Sudah selesai belum?" tanya Mama Liana sambil berjalan masuk. "Putra Mama tampan sekali hari ini," puji Mama Liana ketika sudah melihat penampilan putranya.

"Berarti yang lalu gak tampan?" tanya Dylam merajuk.

"Tampan kok," jawab Mama Liana. "Ayo berangkat! Papa sudah nunggu dibawah," jelas Mama Liana.

"Oke."

Dylan langsung merangkul Mama Liana, mereka berjalan turun ke luar rumah untuk menyusul Papa Andrew yang sudah bermuka masam karena lama menunggu.

"Lama," ujar Papa Andrew.

"Sorry," ucap Dylan.

Mama Liana yang sudah lelah dengan perdebatan suami dan putranya segera melerai keduanya. "Sudah jam berapa ini? Kalian masih mau debat?"

Dylan dan Papa Andrew langsung menggeleng dengan cepat. Lalu segera masuk ke dalam mobil membuat Mama Liana hanya bisa bergeleng-geleng kepala.

****

Aula yang awalnya sepi kini ramai di penuhi lautan manusia yang bergantian keluar dan masuk ruangan hanya sekedar untuk foto bersama. Acara wisuda baru saja selesai 15 menit yang lalu.

Dylan menatap jam tangannya berulang kali. Dia sedang menunggu tiga temannya yang masih berpamitan pada orang tua mereka.

"Lama?" Sebuah tepukkan di bahu Dylan menyadarnnya dari lamunan.

"Gue kira siapa?" gumam Dylan membalas jabatan tangan Abid.

"Yang lain masih sama ortunya?"

"Iya," jawab Dylan. Dia langsung menatap aneh pada Abid, "Tante mana?"

"Lagi ke masjid," jawab Abid.

"Emang jam berapa?" tanya Dylan. Dia langsung melihat jam tangannya, "Udah jam sholat aja. Lo ga sholat?"

"Udah," jawab Abid.

"Gue kira gak sholat," canda Dylan.

"Ayo login aja," sahut Malik yang baru datang bersama Raden.

"Sorry. Gue nyaman sama agama gue," jawab Dylan tegas.

Tanpa ketiga sadari, ada seorang gadis yang lewat dibelakang mereka mendengar hal itu.

"Serius?" tanya Raden.

"Iya," jawab Dylan yakin.

Abid menepuk pundak Dylan, "Gue dukung selagi itu bener."

"Thank."

"Jadi foto gak?"

"Jadi lah," jawab Malik.

Mereka langsung mengambil posisi berdiri bersampingan dan saling merangkul.

****

Dengan ragu, Dylan mengetuk pintu ruang kerja Papa Andrew. Lalu masuk ke dalamnya. Ternyata papa sedang bersama dengan mama.

"Ian ganggu?"

"Kemarilah!" titah Papa Andrew. Walau ragu, Dylan tetap melangkah masuk sesuai perintah Papa Andrew. Dia melirik ke arah Mama Liana yang duduk di sofa ruang kerja papa.

Setelah Dylan masuk, Mama Liana bangkit dari duduknya dan pamit keluar rumah.

"Jadi ada yang mau bicarakan?" tanya Papa Andrew karena Dylan hanya diam berdiri tanpa berkata sepatah katapun setelah Mama Liana keluar.

Terima Kasih DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang