>29<

42 16 0
                                    

Assalamualaikum
Apa kabar?
Hari ini kita update lagi nih. Jangan lupa klik vote yaa, terus kalo ada typo, tandai aja oke?

~Menurut kalian, definisi berjuang itu apa sih?

29. Berjuang?

Suara tawa Dylan memenuhi ruang keluarga, dia terlihat sangat menikmati tayangan komedi yang ada di TV. Kehadiran Papa Andrew yang beberapa kali mengganggunya dengan mengangi chanel TV diabaikan dengan langsung kembali memindah.

"Serius kali putra Mama," ujar Mama Liana yang baru bergabung membawa kue kering untuk camilan ruang keluarga.

"Biasa aja sih," jawab Dylan. "Tapi emang episode ini paling lucu."

"Papa gak jadi ngomong ke Dylan?" tanya Mama Liana karena Papa Andrew hanya diam tak berbicara.

"Ngomong apa?" tanya Dylan yang langsung mengabaikan tontonannya karena rasa penasaran.

"Penting?" tebak Dylan.

"Mama saja," ucap Papa Andrew yang tiba-tiba berubah pikiran.

"Katanya mau Papa saja?"

"Gapapa. Mama saja," ucap Papa Andrew yakin.

"Ada apa sih Ma?" tanya Dylan mulai mendesak Mama Liana agar segera bercerita tentang apa yang ingin Papa Andrew bicarakan padanya.

"Ian sudah punya pacar?"

"Pacar?" tanya Dylan terkejut.

"Iya," jawab Mama Liana sambil menggangguk.

"Otw," jawab Dylan asal.

"Mama-Papa serius Dylan," tegas Papa Andrew karena Dylan menjawab dengan asal.

"Ian serius Ma-Pa. Ian lagi usaha," jelasnya.

"Siapa?" tanya Mama Liana lembut.

Dylan seketika menjadi ragu.

"Siapa Dylan?" ulang Papa Andrew karena Dylan kembali diam.

"Adira," jawab Dylan pelan.

"Ian?" tanya Mama Liana memastikan berharap apa yang dia dengar salah.

Dylan tersenyum miris menatap kedua orang tuanya. Dia mengangguk pelan, "Dylan jatuh hati pada Adira putri Om Zaidan."

"Kamu sadar Dylan!" bentak Papa Andrew. "Kalian beda! Kalian gak bisa bersama."

Dylan mengangguk, "Iya. Dylan tahu. Dylan juga sadar itu. Tapi apa Dylan gak boleh berjuang dulu?"

"Tanpa berjuang kamu sudah kalah Dylan. Kalian beda...."

"Kalian...." Mama Liana menghela napas berat. "Tuhan tak akan merestui kalian. Kamu juga tak bisa memaksanya untuk meninggalkan agamanya. Dan kamu juga tak bisa meninggalkan Tuhanmu."

Dylan diam.

"Benar apa yang Mama mu katakan. Pikirkan lagi," saran Papa Andrew.

****

Seperti biasa, kampus tak pernah terlihat sepi. Selalu ada mahasiswa yang datang. Sama seperti Dylan yang sudah selesai, tapi tetap datang ke kampus karena ingin bertemu seseorang.

Ketika pandangannya sudah menemukan orang yang dia cari. Dylan langsung beranjak dari tempar duduknya. Dia berlari kecil menyusul.

"Adira!" panggil Dylan.

Dylan sudah menunggu Adira sejak pagi. Dia berangkat awal karena tak tahu Adira masuk kelas pagi atau siang. Pesan yang dia kirim juga tak mendapat balasan.

"Kenapa kak?" Bukan Adira yang bertanya melainkan Syafa, dia yang sedang bersama dengan Adira.

"Gue mau ngomong sama Adira berdua."

"Langsung aja Kak. Gak enak kalo cuman berdua, sekarang juga agak sepi," saran Syafa.

Dalam hati, Adira bersyukur karena dia tidak sendiri. Dia juga sebenarnya takut jika harus berhadapan langsung dengan Dylan. Dia takut rasa yang sudah dia pendam tak bisa ditahan.

Tanpa sadar, Adira juga memiliki rasa suka pada Dylan. Namun, Adira sadar itu tidak boleh. Karena hanya akan menyakiti satu sama lain.

"Bener kata Syafa Kak. Disini aja," ujar Adira yang setuju dengan saran Syafa.

"Gue bakal berjuang Ra," ucap Dylan dengan yakin.

Adira yang mendengar itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. "Kami permisi kak!" ucap Adira tanpa menanggapi perkatakaan Dylan.

Melihat gadis yang dia suka hanya diam dan pergi, Dylan tak merasa kecewa karena ini adalah pilihannya untuk berjuang. Jika memang Adira bukan untuknya, dia akan merelakan cinta pertamanya tersebut.

Karena sudah bertemu Adira, Dylan kembali pulang ke kontrakkan Abid. Dia tidak mau pulang ke rumah untuk saat ini. Dia membutuhkan waktu untuk sendiri.

****

Abid maupun Malik memilih diam membiarkan Dylan berpikir. Mereka memang sahabat, tapi tak berhak ikut campur dengan keputusan Dylan. Mereka sudah menasehati Dylan setelah mendengar semua ceritanya. Sisanya biarkan Dylan yang menentukan pilihannya.

Hari juga sudah berganti malam sejak Dylan sampai di kontrakkan.

"Lo gak pulang? Tante nanya," jelas Abid.

"Gue mau nginep."

"Lo udah dewasa dan gue yakin lo tahu mana yang bener, mana yang salah," ucap Abid menepuk pundak Dylan lalu kembali masuk ke kamarnya.

Beberapa menit Dylan merenungkan ucapan Abid. Dia langsung beranjak pergi tanpa berpamitan pada dua sahabatnya.

"Lah main pergi aja?" heran Malik yang berniat memberikan teh hangat buatannya.

"Berhubung Dylan pergi. Tehnya buat gue, terima kasih," ucap Abid yang tiba-tiba muncul.

"Kayak setan lo! Untung temen paling baik lo," ujar Malik.

Di sisi lain, Mama Liana sudah beberapa kali mencoba menghubungi putranya. Namun panggilan tidak diterima. Hal itu tentu saja membuat wanita paruhbaya tersebut merasa takut dan khawatir.

"Apa Mama sudah buat Dylan sakit hati Pa?"

Papa Andrew menggeleng, "Apa yang Mama katakan benar. Tidak salah. Hanya saja, jika sudah jatuh cinta logika seketika mati."

#8Juli2024

Terima Kasih DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang